Ia adalah Alice, dan sekarang ia adalah tamu yang tersisa di pesta teh Mad Hatter.
Mad Hatter bersandar di kursinya, topinya dimiringkan sedemikian rupa untuk menutupi matanya yang tertutup rapat, suara napasnya teratur. Dengkuran halus terdengar dari Dormouse yang tertidur dengan kepala di atas meja. Tidak butuh profesional untuk tahu bahwa keduanya tengah berkelana ke alam mimpi setelah pesta teh Hatter selesai.
Dengan sangat tak bertanggung jawabnya meninggalkan Alice sendirian.
Alice bersandar di kursinya. Menatap kue-kue yang tersisa di hadapannya. Mungkin ia bisa membawa makanan kecil itu ke Wonderland? Siapa yang tahu ia akan lapar setelah menelusuri labirin yang seolah tiada akhirnya itu, kan? Gadis itu mengangguk sendiri.
Masalahnya, apakah ada sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat?
Mata cokelat tua itu nyalang, menatap ujung meja hingga kembali ke kursi Hatter. Mencoba mencari sesuatu yang dapat ia gunakan sebagai tempat. Tatapannya kemudian jatuh ke Dormouse yang hampir tidak bergerak, lalu ke Hatter yang semakin merosot di kursinya.
Pandangan Alice kemudian menangkap sebuah kertas yang menyembul dari saku Hatter.
Gadis itu mendadak memiliki firasat luar biasa bahwa ia harus mengambil kertas itu.
Persetan dengan kue dan makanan kecil menggiurkan yang dapat ia bawa. Kertas di saku Hatter membuatnya penasaran. Kertas itu bahkan tidak terlihat menarik, sama seperti kertas yang ia temukan terlipat-lipat di telapak tangannya ketika ia terbangun di depan Wonderland.
Mungkin karena itulah Alice mendadak penasaran dengan kertas itu. Karena kertas itu identik dengan kertas yang ia miliki. Tetapi apakah isinya sama pentingnya dengan kertas Alice?
Peduli amat. Mari cari tahu.
Alice berdiri dari duduknya dan mengendap ke samping Hatter, dengan reflek menahan napasnya sendiri. Tangannya bergetar ketika ia mengangkatnya dan menjepit kertas itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Gerakan Alice pelan ketika gadis itu menarik benda itu keluar dari saku jas Hatter, berhati-hati agar tidak membangunkan pemuda tersebut.
Kedua mata kelabu itu seketika terbuka, dan Alice hampir tak melihatnya.
Alice mengeluarkan suara mirip teriakan tertahan dari tenggorokannya ketika ia merasakan tangannya ditarik. Punggungnya kemudian bertemu dengan sandaran kursi Hatter dalam suara benturan keras. Kedua tangannya dicengkram agar tetap diam di pegangan kursi.
"Selamat pagi, Alice," suara Mad Hatter adalah dengkuran rendah.
Ketika Alice membuka matanya, wajah Hatter sangat dekat. Kelewat dekat. Alice dapat merasakan hembusan napas dari sang pemuda. Kedua mata kelabu itu tampak bewarna hitam di bawah bayang tepi topinya. Senyum yang merekah di wajah Hatter adalah sebuah seringai.
Dalam kepanikan yang tidak terkontrol, Alice menaikkan kakinya dan menendang dada Hatter, keras. Terkejut, pemuda itu reflek melepaskan pegangannya pada tangan Alice. Memanfaatkan kebingungan itu, Alice melompat dari kursi Hatter dan berlari menuju jalan masuk ke Wonderland. Punggung dan derap langkahnya dengan cepat ditelan kegelapan.
"Kenapa kau ini bego banget sih, Idiot," Dormouse berkata dari posisi kepalanya di atas meja.
Hatter melepaskan topinya dan meletakkan benda itu di meja sebelum merapikan rambut pirangnya yang berantakan dan berdiri kemana-mana, seringainya belum menghilang dari wajahnya. "Ya ampun, reaksinya lucu. Apakah kau melihatnya, Dormouse?" tanyanya.
Dormouse memutar bola matanya, "Hatter, bila kau mengatakan apapun tentang Jabberwocky kepada Alice, kau tahu sendiri bahwa yang dalam bahaya tidak hanya kau saja, kan? Kita belum tahu pemicu macam apa yang diletakkan orang itu ke dalam otak Alice."
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Alice
FantasySatu cerita, dua sandiwara, tiga menara; yang mana yang nyata?