"Hei! Kerjaan tadi belum selesai juga?!" teriakku pada editor baru di meja depan. Pria berkacamata itu langsung menunduk-nunduk minta maaf, mengatakan akan selesai sebentar lagi. Ckk!
Namaku Eric, editor senior di perusahaan majalah ternama pusat kota. Banyak yang menganggapku galak, terlalu menuntut, tapi aku tak peduli. Yang penting, aku menjalankan tugas tepat waktu, beres, dan sudah terbukti dengan kedudukanku yang naik kurang dari setahun. Justru orang-orang sekitarku yang terlalu lambat. Tidak disiplin. Memalukan. Aku tidak mau menjadi orang seperti mereka.
Tiba hari Senin, jalanan akan lebih padat dari biasanya. Meski naik kereta membuatku takkan terjebak macet, tidak ada salahnya mempersiapkan diri lebih awal. Seusai merapikan pakaian dan tas, kucek jam dinding, masih pukul enam pagi.
......
Aneh. Seingatku, sarapan selesai kumakan sekitar jam enam kurang sepuluh. Tak mungkin beres-beres hanya makan waktu sepuluh menit. Tersadar akan kejanggalan yang membuatku sedikit panik, aku mengecek jam ponsel, dan benar dugaanku. Di sana tertulis jam tujuh! Celaka tiga belas!
Aku segera bergegas keluar, berlari menuju ke arah stasiun. Trotoar yang padat sangat membuatku kesal, lantaran ada pasangan atau sekumpulan orang yang berjalan berdampingan, menghambat orang di belakang mereka. Dengan kesal, kuterobos saja gerombolan itu tanpa bilang permisi, tak peduli mereka berkata apa. Toh, salah mereka sendiri.
Dua, empat, delapan orang kulewati, tibalah aku di perempatan. Sempat kulirik lampu yang baru saja berubah merah, sebelum langsung melesat menuju jarak lima meter di depanku. Di situlah letak kesalahan terbesarku. Bagai alarm yang membangunkanku tiap pagi, klakson keras memaksaku menoleh. Hanya saja, sebelum tahu wujud sang pembuat suara, entah sejak kapan duniaku mulai berputar. Tak butuh waktu lama bagiku untuk kehilangan kesadaran. Begitu aku membuka mata, ternyata aku sudah berada di rumah sakit.
Dokter penanggung jawabku menceritakan semuanya, tentang pengendara motor yang tidak mengabaikan lampu merah dan tak sengaja menabrakku. Setidaknya, ia mau bertanggung jawab dengan membiayai perawatanku. Hal yang sama sekali tak kusangka dari seseorang yang pernah ngebut. Yah, mungkin dia memang sedang khilaf. Luka yang kuderita juga ternyata tidak terlalu parah, hanya benjolan kepala dan kaki kiriku yang tulangnya retak. Aku hanya perlu memakai tongkat penyangga untuk berjalan.
......
Tunggu dulu! Sudah berapa hari aku masuk rumah sakit? Segera kutanyakan itu pada dokter, dan ia langsung menjelaskan, "Bapak tak sadarkan diri selama tiga hari. Kemungkinan karena Bapak juga sedang lelah."
"Tiga hari?! Waduh, Dok! Umm... itu, itu, HP-ku. Dokter lihat HP-ku?"
Sambil tetap menyuruhku tenang, dokter itu memanggil salah satu perawat dan memintanya mengambilkan ponselku. Mungkin karena melihat wajahku yang sepertinya cukup tegang, sang dokter menceritakan lagi, "Kemarin, sih, ada telepon, Pak. Dari teman kantor Bapak, tapi saya juga lupa namanya. Pokoknya, saya sudah jelaskan kalau Bapak berada di sini. Saya juga sempat bertemu beberapa teman dan keluarga Bapak. Beruntung sekali Bapak, dikelilingi orang-orang yang sangat perhatian."
Entah apa yang harus kukatakan. Kupikir orang-orang kantor membenciku. Untuk apa mereka menyempatkan diri menjengukku? Aneh. Yah, yang penting, setidaknya mereka tahu kondisiku. Tentunya, aku juga tak boleh manja dan segera mengejar ketertinggalanku tiga hari ini. Setelah check up terakhir, sorenya aku sudah diizinkan pulang, dan esoknya aku sudah masuk kerja.
"Hmm..."
Hari Kamis. Jalanan mungkin tidak terlalu macet. Kalau naik kereta, bisa-bisa ada yang melirik sinis padaku karena menganggapku merepotkan. Terlebih lagi, desakan keluar masuk orang yang sangat brutal, seperti pertandingan American Football saja.Tak mungkin bisa kulalui dengan kaki seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Tengah Perjalanan [CERPEN - COMPLETE]
Short StoryEric adalah seorang editor senior di kantor majalah yang cukup terkemuka. Sikapnya bisa dibilang cukup galak dan disiplin, juga tidak peduli orang sekitar yang jengkel padanya. Namun suatu hari, ia tertabrak motor. Sehari setelah keluar dari rumah s...