Gabriel menuntun motornya keluar dari gang rumahnya. Ia tidak ingin mengganggu ketenangan tetangga dengan suara berisik dari motornya. Ini sudah terlalu malam untuk seekor jangkrik bersuara sekalipun. Gabriel melirik arloji di tangan kirinya. Pukul 11.39 malam. Sesampainya Gabriel di jalan raya, ia menghidupkan motornya dan mengendarainya menembus jalanan ibukota.
Gabriel masuk ke sebuah bar dan disambut oleh sang empu. "Hai, Yel." Ia tersenyum tipis membalas sapaan Angel, sang pemilik bar itu.
"Mau minum apa? Vodka?" tawar Angel. Gabriel menggeleng.
"Cola?" tawar Angel lagi.
"Ya," jawab Gabriel singkat. Angel hanya menggelengkan kepalanya dan pamit undur diri.
"Hai, Penulis Apollo." Seseorang duduk di samping Gabriel. Apollo adalah nama pena untuknya. Nama samaran yang ia gunakan dalam novel karyanya.
Gabriel menoleh menatap orang yang duduk di sampingnya. Dayat Serebeni. Seorang laki-laki berumur 25 tahun. Pekerjaannya adalah seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan. Dia adalah editor dari novelnya.
"Beberapa perusahaan ngajuin permintaan hak pembuatan film dari novel lo. Lo nggak tertarik?" tanya Dayat.
Gabriel menggeleng dengan cepat. "Tolak sebisa lo!" Dayat mengacungkan jempolnya.
"Siang tadi, Zeus Media juga ngajuin permintaan hak produksi film," kata Dayat. Berhasil membuat Gabriel menoleh dan menatapnya.
"Zeus Group?" tanya Gabriel. Dayat mengangguk pasti.
#
Lo ke rumah sakit sendiri ya?
Gue ada latihan tambahan buat kejuaraan bulan depan.
Ify mendengus kesal mengingat kata-kata Gabriel beberapa menit yang lalu yang ia terima lewat ponselnya. "Kenapa nggak ngobrol dari pagi coba? Gue, 'kan ... bisa bawa sepeda kalau gini ceritanya," omelnya sambil keluar dari Akademi Soteria dan berdiri menunggu angkutan umum lewat.
Ify berdiri dalam diam, hingga sebuah mobil silver metalic menepi di depannya. Ia sedikit tersentak saat menebak siapa pemilik mobil itu. Siapa lagi kalau bukan Rio.
Vano menurunkan kaca jendelanya dan menyapa Ify. "Hey, Cutie. We meet again. What are you doing here?"
"Ha-hai." Ify tersenyum canggung membalas sapaan Vano.
"Kayaknya lagi kesel amat. Where are you going?" tanya Vano.
"Rumah sakit," jawab Ify singkat.
Mendengar jawaban Ify, Vano berkedip dan menekan tombol unlock pada mobilnya. "Masuk! Bareng gue!" tawarnya.
"Ng-nggak! Nggak usah," tolak Ify.
"Why?" tanya Vano. Ify terdiam.
"Bukannya lo kenal Rio?" Pertanyaan ini membuat Ify yang semula membuang muka, kini menoleh dan menatap Vano dengan heran.
"Lo temen Rio, 'kan?" tanya Vano sekali lagi. Pertanyaan Vano berhasil membuat Ify mundur satu langkah.
"Masuk! Lo mau ke RSHK, 'kan? Gue juga mau ke sana," ajak Vano lagi. Ify masih terdiam.
"Ayo!" Vano sedikit menaikkan nada bicaranya. Akhirnya Ify mengangguk dan naik ke mobil Vano.
Mereka berdua terdiam selama perjalanan. Hanya musik berisik bergenre rock dari pemutar musik yang mengisi kesunyian mereka. Ify mengulurkan tangannya untuk mematikan musik itu sebelum gendang telinganya pecah.
Vano menatap Ify tidak suka. Ify balas menatapnya. "Lo nggak sendiri di mobil ini. Hormati orang lain juga!" Vano hanya diam dan kembali fokus mengemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Velvet Love (Completed) -- Revised
RomanceVersi revisi terbaru! Selembut dan sehangat beludru, itu cinta yang bisa aku berikan. Pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Rio, membuat hidup Ify berubah. Sifat Rio yang berbeda di setiap pertemuannya, mengarahkan Ify ke sebuah dunia baru yang...