Mulmed: Tannia Zarapova
_________________
Yori POV
"Yori" ucap Sia.
"Apa?"
"Aku hanya penasaran. Menurutku kau bukan orang yang bodoh. Bahkan jika dibandingkan dengan temen-temanku, aku rasa kau jauh di atas mereka. Tapi... kenapa kau tidak memperlihatkan kemampuanmu pada yang lain? Kenapa kau harus mendapat nilai jelek yang hampir sama denganku padahal kau bisa saja mendapat nilai sempurna?"
Aku speechless. Aku tidak menyangka si otak udang itu akan bertanya hal seperti ini. Aku juga tidak menyangka dia bisa berpikir sejauh itu tentangku.
Yah, aku memang menguasai semua materi itu. Hanya saja aku benci melakukannya.
Dan aku juga tidak mau menunjukkannya. Karena itu akan membuatku makin tersiksa.
"Itu bukan urusanmu." jawabku dingin.
Ah, cewek ini mendadak merusak moodku!
"Ada apa Yori?", tanya Tannia.
Tannia melihatiku dengan tatapan seperti ada yang salah denganku.
"Tidak. Tidak apa apa." ucapku.
Sebenarnya pikiranku masih terganggu dengan ucapan Sia tadi. Terlebih dia tiba-tiba saja membuka tasku tadi. Dia pasti telah melihat buku-buku itu. Jangan-jangan dia berpikir yang macam-macam?
Hari ini Tannia mengajakku pulang bersama. Sedikit aneh sebenarnya, karena kami sudah lama sekali tidak melakukan hal ini.
Dia pacarku.
Tapi entahlah! Jujur saja perasaanku pada Tannia biasa saja. Aku bahkan hanya menganggapnya sebagai teman, teman masa kecil.
Atau mungkin, friend with benefits.
Dan kami juga tidak pernah mengikrarkan jika kami pacaran.
Aku yang tidak pernah mengikrarkannya, tidak tahu lagi jika Tannia yang melakukannya.
Orang-orang jadi berpikir aku berpacaran dengan Tannia karena kami sering kemana-mana bareng; sekolah bareng, pulang bareng, jalan bareng bahkan dia sering menginap di rumahku.
Ayahku adalah sahabat ayahnya. Mereka sangat dekat, dan begitulah kami juga menjadi sangat dekat.
Terlebih lagi ayah ibuku menyukainya. Mereka jadi sering menyuruhku menemani cewek ini kemanapun ia pergi.
Aku jadi pasrah dengan status kami karena aku capek menjelaskan pada semua orang bahwa aku tidak punya hubungan spesial dengan Tannia, sedangkan faktanya aku memang tidak bisa terlepas dari Tannia karena suruhan ayah ibuku.
Terlebih lagi, Tannia selalu menempel padaku. Dan parahnya, banyak cewek yang memilih langsung mundur dan kalah daripada harus bersaing dengannya untuk memperebutkanku.
Mereka bilang Tannia terlalu sempurna untuk dijadikan rival.
Tannia sendiri juga menyukaiku. Aku bisa melihatnya sejak kami masih kecil.
Dia tidak pernah mau lepas dariku dan tidak pernah mau mendekati cowok lain. Ketika ada cowok yang mendekatinya, dia langsung bilang bahwa dia pacarku.
Pada akhirnya cowok itu langsung mengaku kalah daripada harus bersaing denganku.
Aneh memang. Tapi begitulah hubunganku dengan Tannia yang sebenarnya.
Sayangnya tidak ada orang yang tahu.
"Kau terlihat tidak sehat, mau aku antar ke rumah sakit?"
Tannia memang sangat perhatian padaku. Sayangnya aku tidak pernah menganggapnya istimewa.
Aku memang aneh.
Atau mungkin aku tidak normal?
Ah, itu terlalu ekstrim.
"Tidak. Aku tidak apa apa."
Kami masih di lorong sekolah ketika tiba-tiba Pak Jarwo, asisten kepala sekolah, memanggilku dari depan pintu besar gedung kantor pusat.
"Mas Yori!" ucap Pak Jarwo sambil melambaikan tangannya ke arahku. Ia memberi tanda bahwa aku harus menghampirinya.
Aku segera merubah arah kakiku menjadi ke gedung pusat, begitu juga Tannia. Dia mengikutiku di belakang.
Sesampainya di depan pintu besar kantor pusat, Pak Jarwo langsung berkata,
"Mas Yori, ada tuan besar di kantor pak kepala sekolah."
Tuan besar?
"Ayahku?" tanyaku memastikan.
Pak Jarwo mengangguk. "Beliau mau ketemu Mas Yori kalo Mas Yori belum pulang."
Aku beradu pandang dengan Tannia.
'Apa yang ayah lakukan di sini?' Batin ku.
________________________
Nanggung ya? Maaf deh. *peace
Janji besok bakalan update lagi biar nggak penasaran lama2.Makasih masih baca Dreamcatchers.
Makasih udah vote.
Makasih udah komen.
Peluk cium buat readers..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamcatchers
JugendliteraturMereka bilang jangan bermimpi terlalu tinggi, itu sulit dicapai. Tapi bukankah mimpi selalu di atas awan? Mereka bilang jangan membantah orang tuamu, itu tidak baik. Tapi bagaimana jika kita punya rencana sendiri dengan hidup kita? Mereka bilang lak...