Lima tahun kemudian.
Selesai membenarkan selimut hingga menutupi tubuh mungil itu dengan sempurna, ia menyunggingkan senyum tipis dikala sang anak yang berusia tidak lebih dari enam tahun itu menggeliat mencari kenyamanan sebelum kemudian kembali terlelap. Setelah memastikan bahwa seluruh penghuni kamar itu terlelap, Kuroko meninggalkan ruangan tersebut dalam keheningan.
Seraya berjalan menuju ruang staff, ia bernafas lega setelah sejak pagi menemani anak-anak bermain sekaligus belajar hingga waktu tidur siang tiba—yang sekaligus menjadi akhir dari shift kerjanya hari itu.
"Ah, Kuroko-kun. Apa anak-anak sudah tidur?" Sapa salah seorang rekan kerjanya yang terlihat tengah memeriksa setumpuk kertas yang berisi coretan gambar khas anak-anak.
"Hai, Satomi-kun yang biasanya sulit tidur pun langsung terlelap karena kelelahan." Jawab Kuroko yang kembali menghela nafas. "Tadi itu benar-benar bencana."
Gelak tawa meluncur begitu saja dari mulut lawan bicaranya, "Kau sudah dua tahun bekerja disini dan masih belum terbiasa, eh? Tunggulah sampai kau mengalami yang lebih buruk dari itu, seperti yang kualami beberapa tahun silam." lalu tawa itu seketika berubah menjadi hambar—yang langsung mengundang kekehan bernada menyindir dari Kuroko.
"Yah, setidaknya aku bersyukur belum pernah mengalaminya. Tidak seperti Yoshi-san yang sepertinya sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal itu."
"Argh—! Hentikan topik pembicaraan ini sebelum aku berubah menjadi gila!" Pria yang sebaya dengan Kuroko itu mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Baiklah kalau begitu, maaf sudah membahasnya." Kuroko sedikit membungkuk sebelum kemudian membereskan barangnya.
"Ng? Kau sudah mau pulang?" Tanya orang yang dipanggil "Yoshi-san" itu dengan sedikit penasaran, karena biasanya Kuroko akan tinggal sedikit lebih lama—setidaknya sampai jam tidur siang usai.
"Hai, aku harus bergegas agar bisa menjaga toko. Tadi aku mendapat email dari Tanimura-kun kalau dia ada urusan mendadak jadi harus segera pergi."
"Ooh, kalau begitu hati-hati di jalan ya." Ujarnya, dan Kuroko mengangguk pelan sebagai balasannya.
.
Dengan langkah yang sedikit dipercepat, ia meninggalkan tanah TK Yomogi agar bisa segera sampai di tempat tujuannya. Untung saja shift kerjanya selesai pada siang itu, jadi ia tidak perlu membuat alasan agar bisa pulang lebih awal.
Lima tahun berlalu sudah sejak hari 'itu'. Meski peristiwa itu hampir membuatnya hancur, namun ia tidak ingin terus tenggelam dalam keterpurukan. Karena itu, ia menjadikannya sebagai motivasi hidup agar bisa melangkah untuk menjadi individu yang lebih baik.
Namun, bukan berarti ia telah melupakan perasaannya. Kuroko masih belum berkeinginan untuk membuangnya begitu saja. Hanya saja, ia telah merelakan sepenuhnya kepergian orang 'itu'.
Oleh karena itu, Kuroko mulai berjuang keras agar toko bunganya bisa memenangkan persaingan pasar di daerahnya. Dan dalam empat tahun terakhir, usahanya membuahkan hasil. Ia sudah bisa mempekerjakan dua orang pegawai. Dan melalui koneksi salah satu dari mereka yang bernama Kiyoko, ia mendapatkan informasi bahwa kenalan Kiyoko yang merupakan pemilik sebuah TK sedang membutuhkan tenaga tambahan darurat karena suatu hal. Memang sulit untuk mencari kerja jika bahkan memiliki ijazah SMP saja tidak, namun semua itu terbayar dengan performa Kuroko dalam menangani anak-anak hingga membuat sang pemilik berdecak puas. Dan sejak saat itu, ia memiliki status sebagai part-timer di TK Yomogi.
Salah satu impiannya, setelah berhasil menjadikan salah satu novelnya sebagai best seller, untuk menjadi seorang guru TK terkabul sudah.
Perjalanan terasa lebih singkat dari yang ia bayangkan, hingga tanpa ia sadari dirinya telah sampai di tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of A Florist And A Stalker
Fiksi PenggemarHanya sebuah kisah tentang seorang pemilik toko bunga dengan sang stalker-yang dengan perlahan namun pasti, mulai menginterupsi roda-roda kehidupan damainya. "Maaf, tapi bisakah anda berhenti mengirim bunga tanpa identitas?" / "Semoga dengan ini, ke...