Perkenalan Yang Masih Menyisakan Pertanyaan

1.3K 53 13
                                    

Aku dan Senja sedang menikmati sarapan pagi, ketika suara bel rumah mengintrupsi. Aku kehilangan refleks untuk beranjak membuka pintu karena terlebih dahulu sadar dengan kondisiku saat ini.

Senja sudah hendak bangkit dari kursi, namun Bi Inah dari arah dapur sudah terlebih dahulu berlari kecil menuju pintu depan.

Baru saja aku bertanya dalam hati tentang siapakah orang yang sepagi ini sudah bertamu, Bi Inah dengan teriakannya yang khas memberitahukan sesuatu yang membuat aku dan Senja terkejut.

"Gusti Allah, Nyonya kok mau kesini ndak bilang dulu. Den Senja juga ndak bilang apa apa". Suara Bi Inah sampai ke ruang makan yang jaraknya lumayan jauh.

"Senja, Nyonya yang dimaksud Bi Inah itu siapa? Ibumu?" tanyaku gusar.

Senja hanya diam seraya menatapku dengan pandangan datarnya. Sama sekali tak menjawab pertanyaanku.

Tak lama kemudian sosok perempuan yang keberadaanya saat ini paling ku hindari sudah berdiri dengan anggunya.

"Kenapa kesini tidak memberitahu terlebih dahulu?" tanya Senja tanpa basa-basi.

"Aku Ibumu, haruskah laporan ketika akan berkunjung ?" Ibu Senja kemudian mengalihkan pandangannya kepadaku, sontak aku tersenyum kikuk.

"Selesai sarapan Mama tunggu kalian berdua di ruang baca." ujar Ibu Senja tanpa membalas seulas senyum yang aku berikan, kemudian langsung meninggalkan ruang makan tanpa basa-basi.

Hmm sikap dingin Mama Senja mengalahakan dinginnya cuaca pagi ini.

***

Aku dan Senja sudah berada di ruang baca, menurutku lebih tepat dikatakan sebagai perpustakaan pribadi. Ruangan yang berada dilantai dasar ini cukup luas, koleksi buku tertata rapi tanpa debu. Kurasa Bi Inah secara rutin dan teliti membersihkan perpustakaan serta buku-buku disini.

Aku meremas-remas tanganku yang sudah berkeringan dingin, rasanya menegangkan. Ku lihat di seberangku Senja duduk dengan santainya, sebuah buku pun sedang ia baca.

Aku kira sebelum kedatangan kami Ibunya Senja sudah terlebih dahulu berada disini ternyata tidak.

"Senja."

"Hmmmm."

"Senja."

"Ya."

Jawaban Senja membuatku sedikit jengkel, apalagi ia menjawabnya tanpa memandangku.

"Ibumu.... takkan apa apa kan?" pertanyaanku berhasil mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca.

"Akan ku handle semuanya. Kamu tak usah khawatir." jawabnya tenang.

Hening. Dalam pikiranku saat ini, terbayang adegan dimana seorang Ibu mertua yang sedang mengintrogasi menantunya, mulutnya mengeluarkan kata-kata sindiran pedas, melebihi pedasnya ramen level 10. Aku tak tahu maksud dari Ibu Senja menyuruh kami kemari, dan itu sungguh membuatku cemas setengah mati.

"Dengarkan saja apa yang dikatakan ibuku, kemudian jawab seperlunya." ujar Senja memecah keheningan.

Aku mengangguk.

Senja melirik jam tangan "Tak biasanya dia terlambat."

Baru saja Senja berkata seperti itu, suara handle pintu langsung terdengar. Aku kembali meremas tanganku yang sudah dingin. Senja pun sudah menyimpan buku yang dia baca di depan meja kami. Raut wajahnya yang datar sulit untuk kutebak. Posisi duduk ku yang membelakangi arah pintuh masuk sedikit menguntungkanku karena aku tak melihat wajah Ibu Senja ketika ia berjalan ke arah kami. Aku tak perlu repot-repot menunjukan senyum palsu nan kaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja & JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang