(1/2)

360 14 3
                                    

Pagi ini Christy sudah ada pada deretan belakang mobil sedan Ayahnya yang dikendarai pak Amir, kalau berangkat biasanya Ayah yang mengantar karna kantor dan sekolah Christy satu arah. Tapi karna kali ini Christy kedapatan telat bangun jadi ia sudah lebih dulu ditinggal Ayahnya yang kelewat giat pergi ke kantor. Christy masih duduk tak tenang, gusar.

Karna ini Jakarta, jadi tak ada alasan untuk tidak ikut berjajar semraut bersama para kendaraan lain. Christy tengah membayangkan apa yang akan terjadi jika sudah tiba disekolah dengan jam pertamanya yakni guru yang terkenal galak, bahasa kerennya sih killer. Christy terus membayangkan bagaimana nasibnya, sampai - sampai ia berfikir apa aku bolos sekolah saja?.

                            ❄❄❄

'Kenapa pukul segini Christy belum juga tiba disekolah?'  Morgan bertanya - tanya dalam hatinya. Christy memang murid yang cukup pintar, tanpa perlu belajarpun dia sudah digariskan untuk menjadi cerdas. Lihat saja sikapnya, walaupun ia pintar tapi ia tidak bisa mensejajarkan kepintarannya dengan kebiasaannya. Salah satunya, tidak disiplin dan menyebalkan sama seperti Morgan.

“Assalamualaikum,” Christy yang baru saja sampai diruang kelasnya pun kini terlihat terengah – engah, kali ini semua mata tertuju pada Christy yang masih di depan pintu dengan menunjukan mimik muka antara panik sama capek efek lari - larian di koridor sekolah tadi.

Morgan refleks menoleh saat mendengar suara Christy dan mendapati keringat yang bercucuran pada wajah Christy karna memang hanya wajahnya yang ia tampakan dipintu kelas.

“Masuk, Christy.” Mendengar perintah guru yang terbilang ganas itupun Christy langsung menghampirinya,

“Mana surat ijin masuk kelas kamu?” Niatnya sih Christy mau mencium punggung tangan guru tersebut tapi setelah mendapatkan semprotan dahsyat yang Christynya sendiri pun tak tau itu berupa kalimat tanya atau apa. Dengan kata - kata sinis yang keluar dari guru ini, makanya Christy langsung mengurungkan niat mulianya.

“Hmm.. anu itu-”
Belum sempat Christy menjelaskan Morgan keburu menjalani aksinya.

“Terlambat tuh bu, nggak di hukum aja.” Morgan terus saja mempengaruhi Bu Titi untuk menghukum Christy, sedangkan Christynya sendiri hanya menunduk pasrah, berdoa dalam hati semoga Allah mengampuni dosa Morgan, wkwk.
Dia Morgan, Morgan si gila. Bukan gila sih, habis dia hobi sekali nyeletuk-nyeletuk aneh di dalam kelas apalagi perihal Christy. Dia juga musuh Christy, Christy sih tak pernah menganggap serius cibiran Morgan karna ya memang itulah profesinya, jika Christy tak masuk sekolah maka jadilah Morgan pengangguran, pengangguran mojokin Christy. Tapi bukan Christy saja, karna menjahili teman-teman disekolah merupakan bakat Morgan.

"Duduk Christy. Ini kertas ulanganmu." Lutut Christy lemas. Ia memang tidak dihukum tapi saat menerima selembar kertas yang wajib diisi Christy serasa mendapatkan surat dari neraka. Sepertinya Christy lebih memilih menikmati matahari pagi didepan tiang bendera daripada duduk manis bersama pertanyaan pada soal yang wajib ia isi mengingat semalam dia begadang nggak karuan.

"Psst.. Cil, pulpen,pulpen." Bisik Morgan sambil menyenggol punggung Christy. Christynya sendiri masih menyanggah kepala dengan tangan, memandang soal-soal yang ada dihadapannya. Antara ngantuk, capek efek lari-larian dan shock atas jackpot pagi ini. Christy berharap saat dia berkedip soal pada kertasnya sudah terisi.

"Pinjam pulpen." . "Nggak ada," Morgan terus mengusik punggung Christy.

"Boong lo, itu ditempat pinsil lo banyak."

"Mana si? Udah nggak nyata. Batu lo." Christy geram sendiri dengan Morgan yang selalu mengusik hidupnya. Christy sudah berkali-kali bilang bahwa dia gak punya pulpen cadangan, tapi Morgan tetap saja mengusiknya.

Truth Or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang