Dont be a silent reader guys, review dan vote kalian sangat berarti untukku, Happy reading :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apa kau percaya kalau La Sylphide itu ada ?
***
Sayup-sayup di tengah bisingnya kota London, orang-orang yang berlalu-lalang sepanjang Marylebone Road tampak tidak mengindahkan kepulan asap hitam tak berbentuk terlihat dari salah satu apartemen tua yang berdiri kokoh diantara gedung-gedung megah sekitarnya. Bila kita menelisik lebih dalam menembus susunan partikel-partikel yang membentuk dinding tua itu dapat terlihat kepulan asap hitam fana dari salah satu flat apartemen tersebut. Dvořák tampak terdengar di antara kepulan asap hitam fana tersebut. Tidak terlalu mulus, masih ada nada-nada sumbang diantaranya.
Partitur-partitur musik tampak tersebar merata di lantai kayu flat tersebut. Potongan-potongan roti yang termakan setengah tampak ditumbuhi jamur-jamur hitam, tergeletak tak berdaya disamping secangkir teh berumur tiga hari yang masih terlihat penuh. Tidak lebih baik dari kondisi meja makan, tempat tidur di flat tersebut sama indahnya dengan meja makan tadi. Tempat tidur berseprai partitur musik tersebut tampak tak memberikan sisa tempat bagi sang empunya untuk merebahkan diri sejenak. Bantal serta guling yang sarungnya entah kemana sudah berpindah tempat ke bawah tempat tidur. Kamar ini sudah bisa dibilang hampir menyamai suasana kapal yang berada di tengah samudera dan terjebak oleh badai dahsyat sehingga memporak-porandakan kapal tersebut.
Hanya satu sisi di kamar tersebut yang terbebas dari badai tersebut. Dipojok kamar tampak sebuah sofa berwarna coklat, lengkap dengan selimut merah yang terlipat seadanya. Didepannya tampak seorang lelaki bermata azure duduk di sebuah kursi kecil. Partitur Dvořák tampak bersandar mantap ditempatnya. Bahu lelaki bermata azure tersebut menyokong mantab sebuah cello. Kepulan asap hitam fana terlihat berasal dari rambut hitam berantakan lelaki azure tersebut. Ekspresinya terfokus pada partitur di depannya. Ia menghela nafas kemudian kembali memainkan Dvořák. Jari-jarinya berlari lincah senada dengan alat penggeseknya. Cello Concerto in B minor tampak mulai terdengar awal yang indah, bergairah, dan penuh semangat. Peluh sudah membasahi dahinya yang berkerut. Begitu memasuki part-part klimaks dahinya semakin berkerut, peluh semakin membasahi dahinya. Jari-jarinya mulai kehilangan kontrol dan tepat saat itu nada sumbang terdengar dari cello-nya tersebut.
“Arghhhhhhhhh sial!,” ia memukul cello-nya hingga mengeluarkan nada sumbang yang semakin keras.
“Jared sudah kubilang jangan pernah memukul cello-mu!! Tidak tahukah kau bahwa alat musik juga memiliki nyawa?” sesosok makhluk sebesar telapak tangan tampak terbang mengelilingi Jared.
“Arghhhhh aku stres Vie,” Jared tampak membela diri, kali ini ia sudah duduk di sofa coklat. Cello-nya sudah bersandar di dinding kamar. Tangannya tampak menahan kepulan asap hitam agar tak keluar lagi dari sela-sela rambutnya.
“Terus! Kalau kamu stres bisa seenaknya memukul cello-mu? Begitu?” Vie tampak memicingkan matanya, sayap-sayap kecilnya bergetar marah. Jared terdiam, masih menahan kepulan asap di kepalanya.
Tiba-tiba bel pintu apartemennya berbunyi. Jared tampak menghiraukannya, namun raungan bel tersebut tidak juga berhenti.
“Hei Jared bisa kau buka saja pintu tersebut dan melihat orang konyol seperti apa yang mencarimu sedemikian kerasnya begitu,” setelah mengucapkan kata tersebut Vie tampak menghilang kembali.
Dengan gontai Jared berusaha melewati lautan partitur musik menuju pintu kamarnya. Jared ingat tiga hari sudah ia tidak membereskan kamarnya. Setelah bersusah payah melewati lautan partitur musik tersebut, Jared mengintip dari lubang pintu orang sekonyol apa yang mencarinya hingga membunyikan bel berulang-kali seperti itu.
Jared tidak melihat apa-apa, ia lupa kalau lubang pintunya tersebut sudah pecah karena terbentur oleh ujung cello-nya. Dengan enggan ia membuka pintu, tampak seorang pirang dengan mata hazel mengintip dari balik pintu tersebut. Ia membawa sebuah bungkusan berwarna coklat.
“Hai,” sapanya senyum simpul merekah dari bibir delimanya.
Cantik. Itu adalah kata pertama yang terbesit dari kepulan asap hitam Jared. Dan memang wanita berambut pirang dan bermata hazel itu bisa dikatagorikan wanita cantik dari riset yang diadakan secara singkat oleh neutron-neutron Jared.
“Untuk apa kau membunyikan bel seperti orang konyol begitu? Kau pikir aku tuli ?” kata-kata itu meluncur begitu saja dari resonansi pita suara Jared.
“Tidak aku hanya ingin memberikan ini,” wanita itu memberikan bungkusan coklat yang sedari tadi dibawanya. Senyum masih tak lepas dari wajahnya, seperti menulikan kata-kata yang baru diucapkan Jared tadi.
“Perkenalkan aku Luna Goyle,” ia menjabat tangan Jared “kamarku berada tepat disebelahmu, semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik ya.”
Luna tampak hendak meninggalkan Jared yang masih dengan ekspresi bingungnya, kemudian ia berbalik.
“Dvořák-mu sangat indah tadi, sayang kau harus memukul cello-mu diakhir pertunjukan tersebut. Tidak tahukah kau kalau alat musik juga memiliki nyawa?” kemudian ia kembali ke kamarnya, meninggalkan Jared yang ingin sekali meneriaki wanita tersebut.
“Yeahhh, aku tahu kalau alat musik itu memiliki nyawa. Dan aku mendengarnya hari ini dua kali!” Jared tampak emosi, wanita itu berhenti hanya untuk memberikan senyum simpul kepada Jared.
“Arghhhhhhhhhhhh,” dengan kesal Jared menutup pintu kamarnya dan kembali menenggelamkan diri dengan Dvořák-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vie
RomanceApa kau percaya kalau La Sylphide itu ada? Jared Durand tidak percaya pertemuannya dengan makhluk sebesar telapak tangan itu akan mengubah hidupnya juga membangkitkan kenangan yang ingin ia lupakan. Pertemuannya dengan wanita bermata hazel tersebut...