"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, dan aku tahu bahwa kamu tahu itu Lovi." Ferdy mengucapkan kalimat tersebut dengan perasaan putus asa karena tatapan wanita di hadapannya masih sama seperti waktu pertama kali ia melihatnya, penuh keegoisan dan ambisi yang tidak masuk akal menurut Ferdy.
"Aku tahu, tapi aku tidak mau tahu, dan aku pikir kau sudah tahu itu. Lalu kenapa sekarang kau mengatakannya Ferdy. Kau tahu bahwa itu akan mengubah segalanya diantara kita, karena aku..." Lovi terdiam, berpikir untuk mengatakan sesuatu dengan kata-kata yang tidak akan menyakiti sahabatnya itu.
"Karena kamu kenapa Lovi? aku akan menunggu jika itu yang kamu mau. Aku akan menunggu sampai kamu meraih cita-cita impianmu untuk kuliah di luar negeri. Atau, bukankah lebih baik jika aku menikah denganmu. Aku akan selalu mendukungmu, menjadi penyemangatmu, dan tentu saja menanggung semua biaya hidupmu, termasuk pendidikanmu." Ferdy berusaha meyakinkan Lovi dengan kesungguhan cintanya dan keinginannya untuk memiliki Lovi sepenuhnya.
"Ohh Ferdy, ternyata sampai saat ini kau belum benar-benar mengenalku. Kau seharusnya tahu bahwa aku tidak menyukai hal itu, menggantungkan hidupku di tangan orang lain. Aku ingin sukses Ferdy, dan kesuksesan itu haruslah dari usahaku sendiri karena aku tidak mau lagi dikasihani orang lain. Karena aku akan membuktikan pada mereka yang menghinaku bahwa aku bisa berhasil dengan jerih payah keringatku sendiri. Tapi, apa yang baru saja kau katakan itu Ferdy, itu sungguh menghancurkan harga diriku." Lovi merasakan emosi kemarahan melingkupi hatinya, ia tidak menyangka Ferdy akan seberani itu untuk mengajaknya menikah. Padahal Lovi sudah seringkali mengucapkan sumpah dan janjinya kepada Ferdy bahwa ia tidak akan menikah sampai ia berhasil lulus S2 dengan beasiswa di Universitas luar negeri. Apakah Ferdy tidak juga memahami kondisinya, ambisinya untuk balas dendam kepada Ibu tirinya yang selalu mengharapkan kehancurannya yaitu dengan cara Lovi membuktikan kesuksesan dan keberhasilannya tanpa bantuan sedikitpun dari Ayahnya.
Ferdy menghela nafas berat saat lagi-lagi tersadar dengan ingatan tentang janji untuk tidak menikah yang seringkali diucapkan Lovi di sela-sela percakapan mereka. Ia merasa bodoh karena melupakan hal yang satu itu. Seharusnya tadi ia tidak menyinggung soal pernikahan. Seharusnya ia hanya mengatakan akan menunggu, tanpa embel-embel ajakan menikah. Ferdy sangat menyesali itu sekarang.
"Oke, baiklah. Aku lupa bahwa kamu fobia dengan pernikahan. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan tentang kita menikah tadi. Tapi, ku mohon Lovi, setidaknya berikan kejelasan pada hubungan kita agar aku yakin telah mengikatmu dengan hubungan resmi kita, karena kamu tahu bahwa aku menganggapmu lebih dari teman. Setidaknya aku bisa tenang setelah mengetahui bahwa kau akan berusaha membalas perasaanku, karena itulah kita perlu pacaran, agar kamu bisa belajar mencintaiku. " Ferdy mencoba berkompromi meskipun sebenarnya keinginannya untuk menikahi Lovi secepat mungkin masih sangat kuat di hatinya. Ferdy harus melakukan itu agar ia tidak kehilangan wanitanya, cintanya.
"Kau tahu Ferdy, itulah yang membuatku tidak mau tahu tentang perasaanmu terhadapku, atau lebih tepatnya berpura-pura tidak tahu. Karena aku tidak mau terikat dengan hubungan apapun dengan pria. Kau tahu dengan baik bahwa aku tidak mau berpacaran karena aku tidak suka dengan segala kerumitan hubungan itu, larangan ini itu, batasan untuk melakukan apapun yang kuinginkan, dan perhatian berlebihan yang sudah pasti akan membuatku muak."
Lovi tidak berusaha memelankan suaranya karena emosi masih menguasai pikiran dan hatinya.
"Dan satu lagi, aku tidak fobia pada pernikahan Ferdy, sindiranmu menyakiti hatiku." Lovi mengucapkan kalimat tersebut dengan tatapan sengit ke arah Ferdy. Kemudian Lovi beranjak pergi meninggalkan Ferdy yang masih terduduk di bangku taman Honda Tebet, tempat pertama kalinya ia menyanyikan lagu cintanya untuk Lovi.
❤
Lovi terbangun dengan mata bengkak karena menangis semalaman. Hal itu dikarenakan Lovi tidak mau mengangkat puluhan panggilan dari Ferdy sampai akhirnya sebuah sms masuk, sms dari Ferdy yang menghancurkan hatinya. Sms yang mengatakan bahwa ia adalah wanita kejam yang egois. Sms yang berisi ucapan maaf, terimakasih, dan selamat tinggal. Lovi berusaha mengenyahkan ingatannya tentang kejadian kemarin, dan semalam. Ia yakin Ferdy tidak sungguh-sungguh dengan kalimat yang dikatakannya melalui pesan singkat via handphone itu, pasti Ferdy hanya sedang emosi seperti sebelumnya. Setelah Ferdy sadar kembali, ia pasti akan meminta maaf dan menarik kata-katanya, kemudian mentraktirnya makan sebagai ungkapan permintaan maaf, seperti biasanya. Lovi bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Ia perlu mengompres matanya dengan air hangat, eh atau air dingin? Ia tidak mau ke kampus dan mendapatkan ledekan dari teman-temanya seharian, dan yang terpenting adalah ia tidak mau mendengar teman-temannya menuntut cerita detail kepadanya tentang apa yang terjadi. Tidak, Lovi tidak akan menceritakannya, karena sudah pasti teman-temannya itu akan membela Ferdy dan justru menyalahkannya. Lagipula ia akan melupakan kejadian itu dan akan menganggapnya tak pernah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Love
RomanceLovi tidak pernah menyangka bahwa sikap egoisnya membuat ia kehilangan cintanya, cinta seorang pria yang begitu tulus mencintainya. Penyesalan Lovi sudah tidak berguna lagi saat melihat pria itu memilih bersanding dengan wanita lain. Apakah Lovi d...