Setelah kita menusuri taman Alexa yang begitu luas, serta mengumpat dibelakang semak-semak karena takut oleh tukang kebun Alexa, akhirnya kita sampai di depan pintu rumah Alexa. Entah seberapa lama lagi kita akan berjalan.
Tidak berapa lama, ada seorang wanita datang menghampiri kami, mungkin ia pembantu di rumah ini, aku tidak tahu.
"Kalian teman Alexa?"
Zoe mengangguk.
"Mari kuantar ke kamarnya"
dengan senyum manis nya ia menunjukkan kamar Alexa.
"Terima kasih" Ucap Zoe.
Lalu Ia pergi meninggalkan kami di depan pintu merah muda yang tinggi.
Aku mengetuk pintu kamar Alexa , dan menunggu pintunya terbuka.
"Lihat siapa yang datang" seru Alexa dan mengajak kami masuk kedalam kamarnya.
Aku menatapnya dengan sedikit senyuman yang tergores di bibirku. Bukan Alexa yang kutatap, bukan. Tapi dia. Kyle.
Wow, aku tidak tahu mengapa Ia bisa menjadi alasan senyumanku. Dan, lihat dia, memesona.
Ia mengenakan kaos hitam polos, dan skinny jeans hitam, and look, dia memangku sebuah gitar. And it looks just like a perfection.
Aku langsung mengalihkan pandanganku ketika Ia membalas tatapanku dan membalas senyumku. Zoe langsung memasang wajah bingungnya karena melihat wajah ku yang mulai memerah.
Kyle lalu berdiri dan meletakkan gitar nya di sofa. Ia berjalan kearahku. Apa?!
sebisa mungkin aku tidak menatapnya, dan semakin dekat jarakku dengannya, semakin merah wajahku.Sekarang, jarak kami hanya beberapa kaki jauhnya. Ia tersenyum kepada Zoe dan aku. Aku?
"Hai, aku Kyle" Oh, lihat senyum itu, dan Ia sering memamerkan lesung pipinya yang sangat dalam. oh tuhan. Aku suka dia.
"Iyalaaa" seru Zoe sehingga membuat yang lain tertawa. Kecuali aku dan Kyle.
"I didn't talk to you ms.."
"Ooohh ciee Kyle nyapa Edeline cieee"
Yang lain mengikuti Zoe menyoraki aku dan Kyle.
See, mukaku menjadi lebih merah karena malu.
"we haven't know each other right?" tanya Kyle kepadaku
"yea"aku menjawabnya singkat
Ia lalu menjulurkan tangannya dan tentu saja aku membalas salamnya. Kyle adalah anak seorang duta besar. jadi, take heran kalau dia sering memakai bahasa inggris di kehidupan sehari-hari
"Nice to meet you, aku Edeline" Memasang senyum terbaikku yang kuharap tidak terlihat cukup aneh.
Ia kembali memamerkan lesung pipinya. Ia langsung mengajakku duduk.
Aku berasa sedang ada di negeri dongeng, begitu indah.
Aku bercengkrama dengannya, membagi cerita kita masing-masing.
Ayahnya adalah pemain basket terkenal. Tapi, Ia tidak suka bermain basket.
"But, you know, we should learn to live from basketball"
"what do you mean?"
"Bola basket harus dipantulin dulu kan sebulum masuk ke ring nya? sama kayak hidup. Hidup pasti punya saat dimana kita berada diatas, ada juga waktu nya kita dibawah, dan ring basket itu diibaratkan sebuah tujuan hidup, jika ingin mencapainya, harus memantulkan bolanya dulu kan, baru di shoot dan masuk, and you get what you want. right?"
"hmm.. aku mengerti"
"Ayolah kalian, jika kalian tidak mau membantu memasang dekorasinya, kalian harus membuat kan kami makanan." Seru Zoe.
"Iya capek nii" Alexa menyaut.
"iya iya.. Ayo kita ke dapur" Kyle berdiri sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Wow aku tidak menyangka akan sesempurna ini.
"Ingat, kalo kalian memanggang kue, jangan pacaran, nanti gosong." Zoe mengatakan bahwa kami pacaran, Zoe adalah yang paling lucu dari semuanya. Yang lain hanya tertawa dengan kata-kata konyol Zoe, dan Kyle menggeleng kepalanya, yang aku tahu ejekan Zoe tidak begitu lucu.
Wait wait wait
Kyle menggenggam tangan ku hingga kita sampai di dapur. "jangan memerah Edeline jangan." aku berkata pada diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAITING
Teen FictionEdelina Eritha ingin menemukan jati dirinya. Ia gadis cantik yang sangat menyukai petualangan, dan cinta. Cinta inilah yang membuatnya mengetahui siapa dirinya sebenarnya. . . .