(Multimedia : Pohon Aeritys)
P.s gambar di multimedia tidak harus dijadikan patokan. Itu hanya memudahkan.
P.p.s untuk gambaran bagaimana Aeritys itu sebenarnya, semua tergantung imajinasi para pembaca.
•||•||•||•
Part ini buat yang nungguin Luna nongol :v
Semoga tidak mengecewakan ya ... dan tolong berikan dukungan berupa vote atau comment di cerita ini. Karena aku sempet nggak semangat melanjutkan cerita ini, karena berbagai faktor. Apalagi sekarang sudah sibuk sekolah.
Dengan menjadi silent reader itu tidak salah, tapi alangkah baiknya menghargai penulis yang sudah berkarya.Arigato! ^^
Happy Reading.•||•||•||•
Luna, lima tahun yang lalu ...
Dengan langkah cepat, Luna berjalan masuk ke dalam rumah. Ia tidak menjawab pertanyaan dari Bi Sarti karena pulang setelah magrib. Dengan seragam putih biru kotor, juga penampilan lengket dengan campuran tepung dan telur dari ujung kepala hingga kaki, ia langsung menuju kolam berenang yang berada di belakang rumah. Lebih tepatnya, menuju tempat Lena berada.
Selangkah sebelum ia mencapai kolam renang, Luna mendengar saudari kembarnya sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
"Hahaha! Asli, gue ngakak banget pas ngeliat tampangnya si culun! Tampang bego gitu! Gila gue gak bisa berhenti ketawa ... hahaha!" Suara tawa Lena terdengar, ia sedang duduk di pinggiran kolam dengan kedua kaki yang berada di dalam air, sesekali menendang-nendang. Menghasilkan cipratan kecil dan gelombang di kolam itu.
Luna menahan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun. Wajahnya yang cemong karena tepung dan telur itu tetap terlihat merah padam. Napasnya memburu, ia ingin segera meluapkan emosinya kali ini, karena ia tidak yakin bisa menahannya lagi.
BRAK!
Pintu kaca yang menghubungkan rumah dengan area kolam renang itu terbuka dengan keras. Lena yang sedang asyik mengobrol di telepon itu kaget dan refleks menoleh ke arah suara. Dia hanya tersenyum miring dan menaikkan sebelah alisnya.
"Kenapa, sis?" tanya Lena santai. Ia bangkit dari duduknya, lalu berdiri di pinggiran kolam.
Luna melangkah menghampiri Lena yang sedang bersedekap. "Kenapa?!" Luna mendengus sinis, lalu melanjutkan, "Kamu bilang 'kenapa'?! Kamu pura-pura bodoh?!"
Lena hanya memasang wajah tak berdosanya sembari menepuk-nepuk seragam Luna yang penuh tepung. "Gue nggak bodoh, sis." Lena tersenyum manis. "Gue innocent."
Dengan emosi yang sudah mencapai puncaknya, Luna menjambak rambut lurus sepinggang Lena dengan sekuat tenaga. Membuat Lena berteriak kesakitan sembari berusaha melepas tangan Luna yang menjambak rambutnya.
"AW! Sakit! Lepasin gue! Lo gila, dasar!!" Lena berteriak melengking. Tapi Luna bergeming, ia tetap mencengkeram rambut Lena kuat-kuat.
Dengan mengerahkan tenaga, Lena melepaskan cengkeraman Luna di rambutnya, dan berhasil. Terlihat banyak helaian rambut Lena yang berada di genggaman Luna. Emosi Lena mencapai puncaknya juga, rambutnya sudah berantakan, ditambah dengan wajah merah padam. Penampilannya lumayan kacau, sebelas-duabelas dengan Luna.
"Dasar gila! Ngapain lo jambak-jambak rambut gue, hah?! Gue laporin ke papa sama mama!" Lena hendak berjalan masuk ke rumah dan menelepon kedua orang tuanya, tapi baru beberapa langkah, ia dicegat oleh Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasi[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...