"Lantai tiga, ruangan sebelah kiri pintu ke dua." Hyukjae meluncur dengan cepat menaiki anak tangga. Tanpa suara dan nyaris tak akan terdengar oleh siapapun, meskipun saat ini sudah tengah malam.
"Kau sudah mengamankan cctv nya?"
"Sudah. Masuk saja dan ambil barangnya." Suara dari alat kecil yang melekat di telingnya berbunyi dengan suara jengkel. Pertanyaannya mungkin menjadi satu dari sekian banyak alasan yang membuat laki-laki pemilik suara itu kesal sekarang. Oh ya....Hyukjae hampir lupa kalau tadi ia mencuri pizza yang dipesannya.
Hyukjae mengambil jarum dari sakunya, mengotak-atik sebentar lubang kunci di depannya. Hanya dengan sekali coba, pintu itu terbuka. Ia masuk dengan santai. Satu cctv di sebelah kiri merekam ke arahnya, tapi tentu saja gambarnya sekarang ini tidak akan sampai pada bagian keamanan gedung ini. Dia melambai pada kamera itu lalu tersenyum. "Cho, kau tahu apa yang kubenci darimu?" tanyanya. Ia berkacak pinggang, menyelusuri ruangan itu dengan matanya. Mencari tempat yang kemungkinan besar menjadi tempat penyimpanan barang yang sedang dicarinya.
"Jangan memulai, Jae. Satu-satunya yang kubenci adalah kau selalu mencuri makananku."
Hyukjae tertawa pelan. Tatapannya berhenti pada sebuah lukisan besar. Mungkin salah satu lukisan dari pelukis terkenal. Siapapun itu tidak penting bagi Hyukjae. Lagipula, ia tidak tahu soal seni. Jadi baginya lukisan itu hanya tampak seperti coret-coretan cat yang tak berbentuk. Ia pun berjalan mendekati lukisan itu, mengambilnya dan meletakkannya di bawah.
"Aku juga membencimu karena kau tidak pernah membagi makananmu denganku. Dan juga... kenapa harus aku yang selalu kebagian tugas menyelinap, sementara dua orang itu menunggu diluar? Hah... pasangan itu kadang membuatku jengkel." Ia menggerutu sebentar. Tidak lama karena setelah itu ia melihat sebuah brankas kecil di balik lukisan tadi lalu akhirnya tersenyum puas.
"Karena kau biasa melakukannya."
"Bagaimana dengannya? Nathan juga pernah menyelinap di kantor pribadi Presiden Perancis sebelumnya. Dan Minrin...dia bahkan membuat hidung penjaga Perusahaan Jeguk patah karena pukulannya dua minggu yang lalu."
Hyukjae mengambil peralatannya untuk membuka brankas itu. Tidak lebih dari tiga menit, ia berhasil membuka brankas itu. Hanya ada satu amplop coklat dan sebuah flashdisk berwarna hitam yang ada di dalamnya. Orang-orang berduit itu senang sekali menyimpan barang dalam brankas. Apa mereka tidak tahu pencuri jaman sekarang bisa dengan mudah mengambilnya? Ya..pencuri macam dirinya dan ketiga temannya.
"Berhentilah memprotes, Jae. Kau ahli dalam hal ini."
"Aku anggap itu pujian."
Hyukjae menutup lagi brankas itu setelah mengambil flashdisk hitam itu. Memasang kembali lukisan pada tempatnya. Lalu dengan santai berjalan keluar.
"Yaa, kau lama sekali. Cepat keluar!" Kali ini suara wanita yang bergema di telinga Hyukjae. Membuatnya nyaris mencopot benda putih transparan itu dari telinganya dan melemparnya.
"Dia benar-benar..!" gerutunya pelan.
Beruntung sekali saat Hyukjae membicarakannya dan juga kekasihnya itu, tidak satu pun dari mereka berdua menghidupkan alat komunikasi. Jika salah satu mendengar, terutama Minrin entah akan seperti apa telinganya sekarang.
"Aku keluar sekarang. Di mana kalian?" Hyukjae menuruni tangga darurat. Membuka pintu belakang dan menyelinap pergi menembus gelapnya malam di jalan kecil itu.
"Tunggu di depan cafe Eebay."
Hyukjae mengerti lalu berjalan dengan sangat santai di jalanan itu. Kedua tangannya tersembunyi di balik jaket kulitnya, kepalanya tertutup topi. Belum mencapai cafe Eebay, ia sudah melihat sebuah mobil CVR hitam berhenti di depannya. Lalu tanpa melihat siapa si pengemudi, Hyukjae langsung membuka pintu belakang mobil dan masuk ke dalam.
YOU ARE READING
The Horde
FanfictionMereka berempat bersahabat, membentuk kelompok dan bekerja secara ilegal. Apapun akan dilakukan demi uang kecuali membunuh, termasuk melanggar berbagai macam hukum yang berlaku sekalipun. Hingga suatu pekerjaan berhasil menjebak salah satu diantara...