Chapter 3

87 7 0
                                    

Hari terus berganti, rasa bosan telah menyelimuti fikiranku. Kuputuskan untuk membawa Reddy jalan-jalan. Tak jauh dari kediamanku, kulihat anak kecil yang sedang menangis sesenggukan dipinggir jalan. Ku kira anak hilang yang ditinggal orang tuanya, atau anak tersesat yang tak tau arah jalan pulang (itu mah lagu). Aku berhenti dan bertanya padanya, ternyata layang-layangnya putus dan nyangkut dipohon seberang jalan. Ku lihat pohon itu, dan yups.. memori 10 tahun yang lalu kembali menghantui fikiranku. Aku sedikit pusing, mataku berkunang-kunang dan hampir terjatuh. Setelah aku beristirahat sejenak, aku berdiri dan berjalan menyebrang jalan untuk mengambil layang-layang miliknya.

Braaakkkkkkk... "Awww.." aku mengaduh kesakitan.

"Mbak, maaf maaf." Seorang laki-laki membantuku berdiri dan berjalan menuju trotoar. "Mbak nggak apa-apa kan? Aku antar kerumah sakit ya mbak." Ujarnya sembari menitihku.

"Hmm, gak apa-apa kok mas. Cuma luka dikit aja." Sahutku. Kulihat siku dan lututku berdarah. Kurasakan pusing di kepalaku, saat ku pegang ternyata keningku pun berdarah. "Mas, gak perlu antar ke rumah sakit, rumahku dekat sini kok." Kataku lagi.

"Ya udah mbak, ayo aku antar kerumah." Ajaknya. Dia membuka pintu mobil dan menyuruhku masuk.

Setelah sampai dirumah, kuajak dia masuk menuju ruang tamu. Dia membopongku dan menyuruhku duduk disofa. Dia kemudian bertanya dimana letak P3K, ku tunjuk kotak yang berada di sebelah TV lalu diapun mengambilnya dan segera mengobati lukaku. Masih kurasakan sakit dilutut juga di kening. Dia mengobati lukaku dengan hati-hati, dan membalutnya dengan kain kasa.

"Thank you yah mas udah mau nganterin kesini." Ujarku.

"Itu sudah kewajiban saya mbak, karena saya mbak jadi begini." Jawabnya. "Tapi tadi, mbak mau nyebrang kemana sih? Sampe gak tengok kanan-kiri gitu?" tanyanya.

"Hmm, mau ngambil layang-layang mas. Tadi ada anak kecil gitu di pinggir jalan, terus karena kasihan ya aku samperin dia. Katanya sih layang-layangnya nyangkut di pohon, makanya tadi aku buru-buru nyeberang karena mau ambil layang-layang itu."

"Ooo gitu, tapi kan bahaya banget kalau sampe mainan layang-layang dipinggir jalan. Saya pun suka layang-layang tapi gak pernah main dijalanan. Yaa resikonya besar banget." Jelasnya. "Oh iya mbak, nama mbak siapa? Sampe kelupaan tanya nama mbak. Aku Ken." Sambungnya.

"Yuri. Panggil aja Riri." Sahutku sambil membalas uluran tangannya.

Perkenalan kami pun dimulai, kami saling melempar pertanyaan dan aku sesekali tertawa mendengar ceritanya. Ternyata dia mempunyai hobi yang sama dengan kakaku, Ichiro. Mereka sama-sama menyukai layang-layang. Saat mendengarkan ceritanya,aku bagaikan dibawa ke kejadian 10 tahun silam. Dadaku mulai terasa sesak, dan air mata mulai menetes mengenangnya. Ken bertanya padaku, dan aku membalasnya dengan menceritakan kejadian yang membuatku trauma dengan layang-layang.

"Bahkan, jika aku melihat layang-layang ingatanku akan kejadian itu terus menghantui. Aku sering menyalahkan diriku sendiri karena waktu itu aku mengajak Ichiro untuk bermain layang-layang di halaman depan. Aku benar-benar merasa menyesal karena itu." Lanjutku menceritakan hal yang membuatku trauma sampai saat ini, sambil sesekali menyeka air mataku yang mengalir dengan deras.

"Maaf ya Ri, aku gak tau kalau kamu trauma dengan layang-layang. Hmm.. gini deh, boleh gak aku jadi teman kamu?" kata Ken.

"Ya bolehlah Ken, emang ada larangan gak boleh berteman denganku gitu ya di depan sini." Jawabku sambil menunjuk keningku. Dan dia tertawa.

"Kalau boleh, mulai lusa aku akan mengajakmu bermain layang-layang. Yah, siapa tau trauma kamu bisa hilang walaupun aku bukan dokter terapist sih." Candanya.

"Kamu ini, bisa aja bikin orang ketawa. Kamu serius dengan tawaran kamu itu? Soalnya aku bener-bener trauma dengan itu. Melihatnya aja aku sudah hampir pingsan, apalagi memegang ataupun menerbangkannya." Ujarku.

"Tenang, yang pasti kita bermain di tempat yang nyaman kok bukan dihalaman depan yang dekat jalan raya."sindirnya sembari tertawa kecil.

"Ya ya ya ya, boleh deh. Siapa tau dengan tawaran itu traumaku perlahan akan menghilang." Akupun meng"iya"kan tawaran dari Ken.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Ken memohon diri untuk pulang, and once again I say thank you to him. Dia membalasnya dengan senyuman juga melarangku untuk mengantarkan sampai depan pintu karena keadaanku yang belum stabil. Diapun berlalu, kulihat dia sampai pintu tertutup. Dapat kudengar mobilnya sudah meninggalkan bangunan ini.

Aku merebahkan tubuhku disofa. Ichiro, apa maksud dari mimpi itu ini? Mimpi yang sama dengan kejadian 10 tahun silam, yang masih saja membuatku trauma sampai saat ini. Mimpi yang mengisyaratkan aku akan bertemu dengan seseorang yang sehobi denganmu, dan mungkin dia akan membantuku untuk kembali suka dengan layang-layang sepertimu? Aku merindukanmu, Ichiro. Aku rindu saat-saat bermain layang-layang denganmu. Semoga saja Ken bisa membuat traumaku hilang sehingga aku bisa bermain layang-layang lagi seperti dulu lagi.

--THE END--



Layang-layangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang