Chapter 16 - Keputusan Alvin!

3.3K 173 13
                                    

Alvin melemparkan dirinya ke sofa di ruangannya. Keputusan sepihak yang baru saja diutarakan neneknya, sangat mengganggu pikirannya. Jika ia menentang, sudah bisa dipastikan proyek Apollo akan dibatalkan dan ia tetap akan bertunangan untuk menutupi kerugian, entah dengan Ify atau mungkin Shilla. Hanya mereka, putri dari dua keluarga yang sudah pasti bisa menutupi kerugian Zeus. Jika ia menyetujuinya, ia akan mengkhianati Rio dan memaksakan perasaan Ify. Dan juga menyakiti perasaan seorang perempuan yang akhir-akhir ini mengganggu hidupnya, siapa lagi kalau bukan Sivia Pandarina.

Ah Sivia. Memikirkan namanya, membuat Alvin merindukan sosok bawel yang kadang menakutkan itu. Ia membenahi posisi duduknya dan mengambil ponsel di saku celananya. Mencari nama Sivia.

"Halo." Senyum tersungging di bibir Alvin saat suara merdu Sivia terdengar.

"Gue laper," kata Alvin.

Sivia terdiam mendengar perkataan singkat Alvin. "Di rumah cuma ada spaghetti, mau?" tanyanya kemudian.

Alvin mengangguk. "Ya."

"Oke. See you," kata Sivia diikuti dengan suara panggilan terputus.

Alvin tersenyum tipis memandang layar ponselnya. Walau spaghetti bukan makanan kesukaannya, ia tidak bisa menolaknya. Ia hanya ingin makan masakan Sivia, seperti beberapa hari terakhir.

Setelah terdiam sesaat, Alvin berdiri dan menyambar kunci mobil di mejanya. Keluar dari ruangannya menuju tempat parkir. Melaju pelan namun pasti ke kediaman Fanes.

#

Setelah menerima panggilan telepon dadakan dari Alvin, Sivia merasa sesuatu terjadi dengan laki-laki yang sejak awal pertemuannya itu telah mempesonanya. Dengan segera, ia meletakkan pensil dan buku sketsa yang ia pegang dan turun ke dapur.

"Non Via mau makan? Biar Mbak bikinin makanan. Tapi cuma ada spaghetti. Mbak belum belanja," kata Ida, seorang pelayan di kediaman Fanes.

Sivia mengangkat tangannya. "Nggak usah, Mbak. Biar Via sendiri yang masak."

Dua puluh menit kemudian, bel rumah Sivia berbunyi. Sivia yang tengah menata meja makan, berhenti sejenak dan melepas celemeknya. Ia berlari kecil ke arah pintu. Setelah dibuka, terlihat Alvin berdiri di depannya dengan sekotak es krim di tangan kanannya.

Melihat Sivia sendiri yang membukakan pintu untuknya, Alvin tersenyum dan mengangkat kotak es krim di tangannya. "Kesukaan lo."

Sivia tersenyum dan mengangguk menanggapi perkataan Alvin. Ia lalu menyeret Alvin masuk dan langsung membawanya ke ruang makan. Alvin duduk di salah satu kursi dan Sivia duduk di depannya.

"Maaf cuma ada ini. Mbak Ida belum belanja," kata Sivia. Alvin hanya tersenyum menatap spaghetti hasil masakan Sivia di depannya. Tanpa basa-basi, Alvin mulai memakannya dengan lahap. Dengan menopang dagunya, Sivia memandangi Alvin di depannya.

Sekitar lima menit kemudian, piring di depan Alvin sudah bersih dari makanan. Sivia menyodorkan segelas air putih ke Alvin, beserta semangkuk kecil es krim yang sebelumnya Alvin beli.

"Ada apa?" tanya Sivia sambil menyendok es krimnya. Alvin menatap Sivia dengan heran.

"Ada masalah sama perusahaan?" tanya Sivia. Alvin hanya diam sambil menyendok es krimnya.

"Vi ...," panggil Alvin lirih. Sivia mengangkat kepalanya dan menatap Alvin.

"I love you," kata Alvin singkat. Tapi berhasil membuat semu merah di kedua pipi chubby milik Sivia. Alvin menatap wajah Sivia yang memerah dalam diam. Semakin lama ia melihat wajah itu, rasa bersalahnya semakin besar.

Velvet Love (Completed) -- RevisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang