Tiap 2 jam sekali ku cek suhu tubuh mingyu dengan termometer. Tiap setengah jam sekali kupaksa dia untuk bangun dan meminum air putih hangat agar tidak dehidrasi. Saat mingyu mulai merintih dalam tidurnya, aku berusaha untuk selalu di sampingnya, memeluk dan menciumnya.
Kupanaskan kembali bubur yg kubuat pagi tadi sebagai makan siang untuk mingyu. Yuri, pengasuh mingyu, membantuku menjaga mingyu saat aku tidak ada di sampingnya.
Di tengah2 aku mengaduk bubur, tiba2 kudengar suara tangisan kencang. Ku matikan kompor dan segera ku berjalan tergopoh-gopoh menghampiri kamar mingyu. Kulihat Yuri berusaha menenangkan mingyu, tapi mingyu terus meronta sambil berteriak memanggil namaku.
Saat mingyu melihatku dia mengulurkan tangannya ingin dipeluk, "mama..." panggilnya sambil bercucuran air mata di pipinya."Hai baby, kenapa kau menangis?"
"Mama..mama.."
"Ssshhh..mama di sini sayang..jangan menangis lagi ya." Kuletakkan mingyu di pangkuanku, kupeluk dia, dan terus kuciumi kepala dan wajahnya. Kulakukan hal itu terus sampai mingyu tertidur.
Kubaringkan dia dan aku pun ikut menemani di sampingnya. Mingyu, cepat sembuh ya nak.
Oh Tuhan, ambillah sakit ini dari anakku, dan tukar saja aku di posisinya. Lebih baik aku yang sakit, daripada aku harus melihat anakku kesakitan.Menjaga dan merawat mingyu adalah yang kulakukan seharian ini. Mengecek suhu tubuhnya, memberikan dia makan dan minum teratur, menyuapinya obat dan vitamin, serta ikut berbaring di sampingnya sambil memeluknya erat. Syukurlah kerja kerasku hari ini mulai menampakkan hasil. Pukul 4 sore, suhu badan mingyu mulai turun. Namun aku tidak boleh ceroboh. Setelah kejadian siang tadi, aku jarang sekali meninggalkan tempat tidur mingyu. Terus kupandangi wajah putraku ini sambil tak henti2nya ku berdoa memohon kesembuhannya.
Yuri mengetuk pintu kamar dan mengingatkan aku akan sesuatu, "Nyonya, sepertinya nyonya seharian ini belum makan, mau saya masakkan makanan untuk nyonya?"
Ya Tuhan, aku juga baru ingat kalau seharian ini perutku belum terisi. Mungkin benar apa yang dikatakan seungcheol, bahwa aku ini istri yang tidak becus. Aku tidak bertanggung jawab dengan bayi di dalam kandunganku.
Maafkan mama ya bibi.....
Setelah mengiyakan tawaran Yuri, aku mulai mengingat kembali kejadian semalam, pertengkaranku dengan seungcheol. Tiba2 kepalaku terasa berat saat memikirkan hal itu.
Kenapa seungcheol membandingkanku dengan istri pertamanya? Haruskah dia sangat kecewa terhadapku? Benarkah aku adalah bukan orang yang tepat untuk suami dan anakku? Kurangkah pengorbanan dan kasih sayangku selama ini untuk mereka? Mengapa mama tidak menyukaiku? Apa hanya karena aku jauh lebih muda dari seungcheol?
Pertanyaan itulah yang berputar dan terus berputar di kepalaku sepanjang hari ini. Dan sampai saat ini, aku pun belum menemukan jawaban atas semua pertanyaan itu.
Pukul 8 malam kudengar suara mobil seungcheol. Samar2 kudengar suara orang mengobrol, ataukah itu suara orang yg sedang berargumen?
Kucondongkan telingaku di pintu kamar mingyu. Kudengar suara mama berkata "Tinggalkan dia" "Kau bisa mendapatkan yg lebih baik" "Sekali ini dengarkan mama"....Tunggu ada apa ini? Mana suara seungcheol? Apa yang dia katakan untuk menanggapi mama?
Tak tahan lagi, aku keluar dari kamar mingyu untuk melihat keadaan. Kulihat ibu mertua dan suamiku seperti sedang dalam perdebatan. Namun saat mereka melihatku, mereka menghentikan pembicaraan mereka dengan tiba-tiba.
"Mama mau melihat keadaan mingyu." Kubalas dengan anggukan, dan seketika itu juga mama menuju kamar mingyu.
Kulihat wajah suamiku, dan hatiku mencelos melihat wajahnya yg tanpa ekspresi.
Melihat itu semua, aku bisa menyimpulkan, akan ke arah mana rumah tanggaku ini.End of Chapter 4
KAMU SEDANG MEMBACA
JEONGCHEOL'S LIFE - Private
Fiksi Penggemar"Di dunia ini tidak ada yang namanya hidup yg sempurna, dan kali ini hal tersebut menimpa keluargaku." My first Jeongcheol Fanfiction YAOI (No Gender Switch) MPREG Pairing: Seungcheol x Jeonghan ^^