Chapter 17 - Bolehkah Aku Berharap?

3K 181 21
                                    

Ify berdiri di atas sebuah jembatan, memandang aliran sungai di bawahnya. Tangannya dengan jahil menarik satu persatu kelopak bunga mawar yang sengaja ia beli dalam perjalanannya tadi. Sambil mengucap satu nama, satu persatu kelopak bunga mawar itu terjatuh dan terbawa aliran sungai.

"Rio ... Rio ... Rio ...." Kelopak terakhir yang ia tarik masih berada di telapak tangannya. Ify menatap kelopak bunga itu, menggambar wajah Rio di atasnya. Belum sempat wajah Rio tergambar sempurna, angin membawa terbang kelopak bunga itu. Memupuskan harapan Ify untuk membayangkan sosok Rio.

Kembali, Ify memandang sungai di bawahnya. Hingga sebuah suara lembut menyapanya. "Fy..."

Ify mengumpulkan kembali kesadarannya dan menoleh. Ada sosok Sivia berdiri di belakangnya, tentu dengan senyum khasnya, namun tidak ada kejahilan, kebawelan atau keusilan Sivia yang tampak dari matanya.

"Lo nggak papa?" tanya Sivia.

"Ya, gue nggak papa," jawab Ify.

"Alvin nyariin lo. Hampir 6 jam lo tanpa kabar," kata Sivia. Mendengar nama Alvin terlontar dari mulut Sivia, membuat Ify kembali merasa bersalah.

"Vi ...," panggil Ify. Ia berbalik dan menyandarkan diri ke pagar jembatan.

"Lo masih suka Alvin?" tanya Ify tiba-tiba hingga membuat raut wajah Sivia berubah.

Sivia terdiam sesaat. "Itu ... bukan hal yang harus lo risaukan," kata Sivia. Ify terdiam.

"Maaf," lirih Ify diikuti senyum tipis dari Sivia.

#

Ify berdiri bersandar di dinding pojok belakang sebuah ruangan bersama Gabriel di sampingnya. Mereka tengah menonton proses audisi di Litae Entertaiment untuk menambah talent baru di agensinya.

"Next!" Terdengar suara Patton—vocal coach yang bekerja di Litae Group—tengah memanggil peserta selanjutnya. Ify sendiri mengikuti jalannya audisi dengan malas. Dari 28 pendaftar yang sudah tampil, belum ada satupun yang menarik hatinya.

"Nama?" tanya Patton ke peserta selanjutnya.

"Stevan." Satu kata yang mampu membuat mata Ify terbuka lebar. Tepatnya, bukan kata yang diucapkan, tapi suara orang yang mengucap kata itu.

Ify menegakkan badannya dan berjalan mendekat, berdiri di samping deretan juri. Menatap lekat laki-laki yang berdiri di depannya menenteng sebuah gitar akustik. Walau dengan pakaian biasa dan rambut yang kurang rapi, Ify tahu dengan pasti siapa orang di depannya. Begitupun dengan Gabriel yang masih berdiri di tempat semula, ia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Laki-laki yang membawa masalah ke kehidupan adiknya, berdiri di depan mereka.

"Ri-Rio ...," gumam Ify.

"Anda berpikir demikian? Saya juga. Dia mirip Pak Rio. Tapi sayangnya dia bukan Pak Rio. Namanya Stevan. Ini formulir pendaftarannya." Patton menyerahkan selembar formulir pendaftaran. Ify merebut dan membacanya. "Stevan Aditya."

"Ini nama aslimu?" tanya Ify ke laki-laki di depannya. Laki-laki itu mengangguk.

"Mmm bisa kita lanjutkan audisinya? Simpan dulu rasa penasaran Anda!" saran Patton. Ify akhirnya mengangguk dan melangkah mundur.

#

"Tunggu!" teriak Ify di lobi Litae Entertaiment. Stevan berhenti melangkah dan menoleh. Melihat seseorang berlari ke arahnya, ia berbalik. Menunggu perempuan cantik itu berhenti di depannya.

"Ada apa?" tanya Stevan.

"Bisa bicara sebentar?" tanya Ify. Stevan mengangguk. Ia lalu mengikuti Ify berjalan ke arah Kafe Litae di lantai 1.

Velvet Love (Completed) -- RevisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang