“Ana, sorry gue telat. Tadi masih ada piket di sekolah. Bunda belum ke sini? Lo udah makan kan? Udah minum obat?”
Rian langsung memberondongku dengan semua pertanyaannya saat baru masuk ruang rawatku. Bahkan dia gak sadar kalau ada beberapa orang di ruanganku. Aku lebih memilih tidak menjawab pertanyaan Rian dan mengode Rian dengan mataku.
Rian langsung melihat ke arah yang aku lihat. “Pa-Pak Kepala Sekolah?” ujar Rian gugup.
Ya, sejak jam pulang sekolah tiba-tiba aja wali kelasku dan beberapa guru yang lain termasuk kepala sekolah datang menjengukku. Entah kenapa sampai kepala sekolah ikut menjenguk, emang kejadian kecelakaanku segitu bikin heboh sekolah sampai pak kepsek peduli padaku? Sebelum guru-guru beberapa teman sekelasku juga dateng buat jenguk, tapi minus Vina dan Luke.
Beberapa guru ada yang menanampakan wajah geli, beberapa juga heran melihat kedatangan Rian yang tiba-tiba masuk dan memberondongku dengan banyak pertanyaan.
“Maaf.” Ujar Rian, aku bahkan gak ngerti buat apa Rian minta maaf.
“Rian mau jenguk Riana juga?” tanya Bu Martha wali kelasku.
“Eh? Iya, Bu.” Sumpah demi apa ini guru-guru gak ada yang tau kalau Rian saudaraku?
Brak, pintu ruang rawatku terbuka dan terlihat Vina langsung masuk ke dalam. Nah ini dia, kenapa dia tadi gak barengan sama temen sekelas yang lain ya?
“Riana, lo di rumah sakit udah 2 hari. Tapi si Rian kembaran lo yang durhaka itu malah baru ngasi gue tadi pagi. So—.” Sikutan Rian di perut Vina membuat Vina menghentikan ocehannya. Vina sama Rian sama aja, gak bisa lihat situasi.
“Eh, banyak guru-guru.” Kata Vina cengengesan. “Maaf Pak, Bu.” Tambah Vina.
“Rian kembaran Riana?” tanya Bu Martha. Aku dan Rian hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Gak mirip ya?” timpal Bu Priska dengan nada suara khas-nya.
“Kita emang bukan kembar identik, ditambah sebelum masuk SMA Riana ngubah warna rambutnya. Dan setiap sekolah dia pakek softlens hitam. Jadi tambah gak mirip.” Jelas Rian sopan diikuti kekehannya.
“Ya seenggaknya sekarang warna rambutku udah balik, Yan. Dan gak pernah pakek softlens lagi.” Kataku pada Rian. “Meskipun ada yang bilang kalau rambut dan iris mataku sekarang ini gak ngehargain apa yang dikasi tuhan.” Tambahku lagi, menyindir.
Ceklek.
Pintu di buka dan wanita paruh baya berpakaian dokter masuk ke dalam ruang rawatku. Bunda. Bunda mengedarkan pandangan ke seluruh ruanganku.
“Ah guru-guru Riana ya?" Tanya bunda basa-basi. "Terimakasih sudah menjenguk anak saya.” Tambah bunda.
Setelah itu guru-guru pun ngobrol-ngobrol sama bunda. Sedangkan aku, Rian dan Vina bisik-bisik tentang guru-guru yang dateng mengunjungiku.
“Ngapain guru-guru rame-rame jengukin lo? Kepsek ikutan jenguk pula.” Komentar Rian.
“Mana gue tahu. Mana tadi gue sendiri. Untung lo langsung masuk dan ngoceh gak jelas.”
“Resek lo. Malu bego. Turun deh image gue.” Ujar Rian narsis
"Lo kenapa baru dateng Vin? Kenapa tadi gak barengan sama temen sekelas?" Tanyaku pada Vina.
"Ada urusan bentar."
"Sok sibuk lo." Timpal Rian. Vina hanya memutar bola mata malas menanggapi ucapan Rian.
“By the way, tadi—.”
Ceklek. Suara pintu terbuka menghentikan kalimat yang akan diucapkan Vina. Kayaknya hari ini banyak banget yang mau masuk ruang rawatku. Pintu terbuka dan terlihat Luke sama Faye yang masuk dengan beberpa orang di belakang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rian(a) [COMPLETED]
Novela JuvenilSetelah membaca apa isinya, aku langsung membuangnya ke tempat sampah dekat loker. "Pembalasan baru dimulai." Ya kira-kira begitulah tulisan yang tertulis di kertas yang baru saja kubuang. Entah siapa yang tidak pernah bosan meletakkannya di dalam l...