Walau aku mau bergerak, tangan dan kakiku terasa terpaku saat dia mulai mendekatiku sambil mengayun-ayunkan goloknya. Lagi-lagi, aku mendengar suara merdu yang keluar dari mulutnya. Kali ini, aku hanya bisa mendengar sedikit-sedikit liriknya.
Tapi, itu cukup untukku mengetahui apa yang dia nyanyikan. Suaranya makin lama makin keras, dan makin jelas seiring dia lebih dekat denganku.
Nina bobo...Ooo Niina bobo...kalau tidak bobo digigit nyamuk.
Lirik itulah yang dia ulang terus menerus. Tapi seiring dia mendekatiku, liriknya agak berubah.
Cinta bobo...Ciinta bobo...kalau tidak bobo ku bunuh engkau....
Dan dia mulai menyeringai, dan mulai mengayunkan golok atas bawah, seperti sedang memotongku. Aku hanya bisa terdiam. Keringat dingin bercucuran di kedua pipiku. Tapi, pas dia udah dekat banget dengaku, aku bisa bergerak sedikit.
Hal ini kugunakan untuk mulai menggerakan mulutku.
"A...apa ini yang diinginkan anak-anakmu? Istrimu? Untuk kamu hidup lagi dan hanya menjadi pembunuh seperti dulu?" kataku. Jonas lalu berhenti dan senyumannya berputar.
"Apa yang harus kulakukan? Aku gak akan pernah bisa tidur dengan tenang. Ada terlalu banyak yang membenani nyawaku hingga roh ini gak akan pernah bisa terbang ke surga. Mau kuceritain dikit tentang diriku? Aku melihat kau sudah bercucuran, dan gak bisa ngapa-ngapain." katanya.
Aku mengangguk. Mungkin denga dia menceritakan tentangnya, akan memberiku lebih banyak petunjuk dengan bagaimana caranya mengistirahatkan dia. Karena sekarang, rencana awalku gak akan pernah bekerja.
"Dulu, pas aku masih kecil....
Aku adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Kakakku itu 4 tahun lebih tua dariku, dan dia suksesnya bukan main. Selalu dapat peringkat 1, dapat penghargaan sana-sini. Sementara itu, adikku adalah seorang jenius di seni.
Dia pintar nyanyi, main alat musik, menggambar. Hal itu ngebuatin dia gak jarang ke luar negri untuk perlombaan. Mereka berdua juga ganteng dan cakep, dan sangat populer di sekolahnya.
Dan aku, gak bisa apa-apa. Walau memang nilaiku bagus (rata-rataku waktu itu bahkan 9,8) dan aku bisa main alat musik dan menggambar, tapi aku gak pernah bisa mendapatkan perhatian dari orangtuaku.
Saat aku memberi tahukan mereka prestasiku, mereka hanya menganggap itu biasa. Gak jarang juga mereka pikir itu belum apa-apa dan malah memarahiku, dan menyuruhku bekerja lebih keras. Aku juga gak terlalu populer, karena...sifatku.
Aku sebenarnya baik, tapi karena besarnya stress yang ada di diriku, aku selalu menjadi anak yang awkward dan jarang ada yang bisa mengerti. Karena itu, teman yang kupunya hanyalah sekelompok kecil.
Karena aku punya banyak stress, gak jarang aku akan menjadi marah kalau dibandingkan dengan kedua saudaraku. Sering aku hanya ingin bilang ke orangtuaku, maaf aku bukan saudaraku. Maaf, aku hanya bisa mendapatkan 38 penghargaan.
Maaf, aku gak seganteng kakakku. Maaf, bahwa aku adalah diriku.
Pikiran itu sering kali muncul, tapi gak pernah kulontarkan ke orangtuaku. Perasaan-perasaan itupun kupendam hingga dewasa. Di masa dewasa, aku akan seringkali marah ke orangtuaku hingga aku merusak rumahku dulu.
Akhirnya, orangtuaku akan bilang kepadaku, untuk bercerita saja ke mereka kalau ada masalah. Bahwa gak perlu untuk melakukan kekerasan. Tapi, aku hanya bilang ke mereka.
Sekarang kalian mengatakan itu. Bagaimana dulu, saat kau selalu menuntutku menjadi seperti saudaraku? Saat kalian gak peduli dengan prestasiku, dan hanya peduli bahwa aku harus menjadi saudaraku?
Karena itu, aku keluar dari rumah dan mulai berkelana. Di masa itu, aku bertemu dengan Peyt, dan memiliki 3 anak. Itu adalah masa dimana aku paling senang. Aku udah gak pernah kontak ke orangtuaku, dan udah membuat keluargaku sendiri yang bahagia.
Hingga akhirnya Peyt meninggal. Seketika, stressku yang dulu sudah hilang, kembali lagi. Membiayai sekolah anak, pangan sehari-hari... tapi waktu itu beda. Akhirnya, aku memiliki kebebasan orang dewasa.
Akupun minum-minum untuk menghilangkan stressku, tapi itu malah membuatku makin stress, karena kegiatan relaksasiku itu akhirnya membuat anak-anakku diambil dariku.
Aku udah gak bisa apa-apa lagi, dan akhirnya...." dan diapun berhenti, dan melihat ke aku.
Aku adalah anak tunggal, jadi gak pernah ngerasain pertarungan antara saudara. Tapi, teman-temanku memang bilang itu menyebalkan sekali. Dan hanya setelah aku mendengarkan cerita Jonas, aku mengerti seberapa menyakitkannya hal itu.
"J..jahat sekali orang tuamu, menyuruhmu menjadi seseorang yang kau bukan, hanya agar mereka senang," kataku. Jonas masih terdiam, lalu menyeringai.
"Iya, makanya, aku melepas stress ke kamu, ya!" dan dia mulai berlari ke arahku dan mengayunkan goloknya dengan keras, sambil ketawa keras.
Aku hanya bisa pasrah, melihat setan gila yang dengan cepat melesat ke arahku untuk membunuhku. Aku menutup mata, dan membaca Al-Fatihah. Hingga air mata di pipikupun, menjadi kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disastrous Birthday (School at Night 2) [COMPLETED]
HorrorUlang tahun ke-13 yang berubah menjadi mimpi buruk dalam hitungan jam, melanjutkan petualangan orang tua mereka dulu.