Chapter 12

8K 713 19
                                    

"Ada apa denganmu? Kenapa kau mengunci pintunya?"

"Karena aku tidak mau melihat wajahmu!" Hah? Apa yg kau bicarakan jeonghan-ah?

"Aku tidak ingin melihatmu dan mendengar segala caci makimu untukku. Aku tidak mau mendengar bahwa aku bukanlah istri dan ibu yg baik. Aku tidak ingin mendengar betapa kamu sungguh memuji-muji istri pertamamu. Dan terutama aku tak ingin mendengar bahwa kamu akan menuruti nasihat mama mu untuk meninggalkanku" Oh tidak, dia mendengar pembicaraanku dengan mama.

"Dengar..jeonghan-ah....."

"Tidak, aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu." Maaf sayang, tapi kali ini kau harus mendengarkan penjelasanku. Tak ada lagi istilah kau akan lari dariku.

"Ada apa denganmu?!" Kutarik kedua lenganya, dan berusaha kupeluk dia. Keadaan tenang selama beberapa detik. Syukurlah. Maaf sayang, sekali ini kumohon dengarkan aku.

Tapi saat aku berusaha untuk berbicara dengannya, tiba2 dia mendorong dadaku dengan keras. Dia terlepas dari pelukanku dan tanpa lenganku yg menopang berat tubuhnya, dia terbanting cukup keras ke lantai.

Kurangkul pundak dan pinggang istriku untuk membantunya berdiri. Saat berhasil berdiri, tiba2 jeonghan menjerit lirih seperti menahan sakit. Kulihat arah pandangan istriku, dan di sana aku melihat darah mengalir di sela2 kaki jeonghan. Oh God.

***

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku terus memegang tangan jeonghan. Aku tak tau, apakah dengan memegang tangan istriku ini, aku berusaha menenangkan istriku, atau aku berusaha untuk menenangkan diriku sendiri.

Sesampainya di rumah sakit, segera kugendong istriku. Aku tak peduli dengan mobil yg ku parkir sembarangan di depan gawat darurat. Aku berteriak minta tolong. Siapapun kumohon tolong istriku.

Kurasakan badan jeonghan semakin berat. Badannya lemas lunglai, dan aku pun menyadari bahwa istriku sudah tak sadarkan diri lagi. Dan semakin kencang aku berteriak minta tolong.

Dokter dan perawat di gawat darurat segera berhamburan ke arahku. Mereka mengarahkanku ke satu kamar dan menyuruhku meletakkan jeonghan di tempat tidur. Setelah membaringkan jeonghan, perawat menyuruhku untuk menunggu di luar. Aku tidak bisa. Aku tak akan meninggalkan sisi istriku. Bagaimana jika saat aku harus meninggalkannya, tiba-tiba terjadi apa2 dengan istriku? Oh tidak, aku tak akan sanggup.

Aku terus memberontak tak mau keluar. Tiba-tiba ada seorang dokter yg mengancamku akan menyuntikkan suntikan sedative jika aku tetap bersikeras tinggal di dalam ruangan bersama istriku. Aku pun menyerah.

Di luar aku tak bisa tenang. Aku duduk di lantai dekat pintu ruang istriku dirawat. Kulipat lututku dan kuletakkan kepalaku di atasnya. Bermacam skenario buruk berputar di kepalaku. Bagaimana jika kami kehilangan bayi kami yg belum lahir? Bagaiman jika perdarahan jeonghan menyebabkan dia harus meninggalkan aku selamanya? Apa yg harus kulakukan? Apa yg harus kukatakan pada mingyu bila hal itu terjadi?

Kuremas rambut di kepalaku. Permohonan demi permohonan kupanjatkan pada-Nya. Kumohon supaya jeonghan tak akan diambil dari sisiku. Aku juga berjanji akan melakukan apapun agar istriku baik2 saja. Apapun.

***

Sekitar setengah jam telah berlalu, dan akhirnya tim dokter dan perawat yg menangani istriku keluar. Dokter yg mengancamku sebelumnya, kini mendekatiku kembali.

"Semuanya baik2 saja. Masa kritis istri anda sudah lewat. Anak dalam kandungannya pun juga masih sehat. Perdarahan terjadi karena istri anda mengalami kenaikan tekanan darah. Hal itu biasa terjadi pada orang yg hamil. Tapi saya sarankan, hindari hal-hal yg membuat istri anda stress, karena stress pada kehamilan akan memicu naiknya tekanan darah, dan jika berlebihan, maka ditakutkan akan terjadi pre-eclampsia. Dan jika hal itu terjadi, keadaan akan menjadi berbahaya, bagi istri maupun anak anda. Istri anda nanti akan dipindahkan ke ruang perawatan. Saat ini, ruangannya masih dipersiapkan, jadi untuk sementara anda bisa menunggunya di dalam, sambil melihat keadaan istri anda."

Di sana malaikatku terbaring lemah. Wajah yg biasanya bersinar, kini meredup. Ku genggam tangannya, kukecup keningnya, dan aku mulai berpikir mengenai kejadian beberapa hari ini.
Semua kejadian hari ini diawali saat aku lebih mempercayai kata-kata mama, tidak mendengarkan lebih dulu penjelasan istriku, menuduh jeonghan sebagai istri yg tidak becus, membandingkannya dengan doyoon, dan meragukan cintanya untuk mingyu. Semua hal itu yg membuat jeonghan mengalami perdarahan, perdarahan yg dipicu oleh stress.

Akar permasalahan dari semua hal tersebut adalah aku. Aku yg menyebabkan jeonghan terbaring lemah di sini. Akulah yg menyebabkan dia stress.

Kuingat kembali kata-kata istriku saat terakhir kali dia berbicara denganku, "Aku tidak mau melihatmu!" Kata-kata yg menyakitkan, tapi itulah kenyataannya. Melihat wajahku, hanya akan menyakitinya. Melihat wajahku, hanya akan membuatnya terluka.

Aku tak ingin melihat dia menderita lagi. Apa yg harus kulakukan agar aku tak perlu menyakitinya lagi? Haruskah aku menghilang dari hadapannya?
Akan kulakukan apapun untukmu sayang. Bahkan jika perlu, aku akan menghilang dari hidupmu selamanya, asal kau bahagia. I love you, angel. I do....


End of Chapter 12


JEONGCHEOL'S LIFE - PrivateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang