"Yuri.. tidak..! kumohon jangan lagi..!!"
berkali-kali Kei bergumam dan berkomat-kamit sedari tadi. ia berlari sekuat tenaga ditemani Inspektur Yabu di sebelahnya. beberapa saat lalu mereka mendapat informasi bahwa adiknya Kei, Yuri, telah menghilang. mereka pergi ke tempat tadi. tempat dimana seharusnya Yuri berada tapi nihil. tak ada siapa pun di sana. lorong demi lorong, ruang demi ruang, sampai menemukan jalan buntu pun tak ada. hingga akhirnya mereka sampai di halaman yang penuh dengan kebun dan pepohonan rindang, seorang pemuda berdiri di depan sebuah kolam sambil menatap keduanya dengan riang.
"kakak tertipuuuu!! ahahahaa... kau lihat wajahnya, kan, Pak Nakajima? wajah kakakku lucu sekali tadi!!", katanya tertawa diikuti oleh anggukan Nakajima yang menatapnya tersenyum.
Kei maju beberapa langkah hingga kini berhadapan dengan pemuda itu. dengan sekali gerakan, ditamparnya pipi adiknya. raut mukanya menampakkan wajah penuh amarah. tatapannya tajam menatap adiknya yang kini tengah memegang pipinya yang panas.
keadaan menjadi hening seketika....
..dan raut wajah Kei berubah menjadi sedih. air matanya jatuh bulir demi bulir hingga akhirnya berbentuk seperti air terjun. diraihnya tubuh mungil itu hingga kini berada di pelukannya, mengubur wajahnya ke bahu anak itu dan tangisannya pecah di sana. sementara anak itu hanya mengedipkan kedua matanya berkali-kali. tak mengerti apa yang telah terjadi pada kakaknya.
"mau berapa kali lagi kau membuatku khawatir, hah? kau mau membuatku mati? tak cukupkah sekali saja kau membuatku panik?"
anak itu membelalakkan matanya. ia sadar pada apa yang ia perbuat tadi. "penculikan palsu" yang ia rekayasa bersama Nakajima Yuto, si pekerja magang, telah membuat kakaknya panik setengah mati. sementara si Nakajima kini tengah diceramahi oleh inspektur Yabu.
anak bernama Yuri itu menyadari genggaman erat sang kakak. kedua tangannya gemetaran. keringat yang bercucuran di pelipis kakaknya yang kini menempel di leher Yuri terasa sangat dingin, kulit kakaknya pun semakin memucat, dan beberapa kali ia merasa kalau mereka berdua akan terjatuh ke tanah. mungkin lutut sang kakak melemas.
ia tersenyum. dilepaskannya pelukanya dan kini menatap kedua intan hitam sang kakak. dihapuskan keringat kakaknya yang terus mengucur dai balik pelipis dan dahinya.
"maafkan aku, kak. sungguh... kau menjadi secemas ini, itu salahku. aku tak bermaksud untuk membuatmu cemas. pak Nakajima hanya menemaniku saja di sini. ia tak bersalah. sungguh... "
Kei menggelengkan kepalanya.
"sekali lagi kau berbuat begitu, mungkin aku bisa bunuh diri"
mata Yuri melebar.
"tidak.. tidak! cukup sekali ini saja.. aku janji. aku tak suka dirimu yang terlalu serius, kak."
selang beberapa detik, Kei menghela napasnya panjang. tak ia sangka itu dilakukan untuk dirinya. mungkin juga itu karena dia terlalu sering memasang wajah serius dan secara tak sadar membuat adiknya merasa sangat mencemaskannya.
"lihat. aku baik-baik saja, kan!", kata Yuri memasang senyuman termanisnya. semua orang di sekitar mereka tiba-tiba merasakan hangat setelah melihat senyuman anak itu. si Nakajima menjadi salah tingkah. topi yang di genggamnya tiba-tiba saja terjatuh dengan sendirinya dan dengan panik ia mengambil topi itu kembali setelah sadar.
Kei menepuk bahu adiknya sambil memasang wajah tersenyum.
"sial. jadi 1-0 deh..", katanya kemudian diikuti senyuman sang adik.
*.*.*.*.*
"jadi dia sudah bersama Yuri?................ ya, aku mengerti... kerja bagus. terus ikuti mereka"
seorang pemuda menutup ponselnya dan ditaruhnya di meja kayunya yang berada tepat di sampingnya. seringai di wajahnya semakin tampak mengerikan saat memandang dua buah foto di dinding ruangannya. seorang bocah yang tersenyum sangat manis, dan seorang pemuda berkulit pucat yang tampak berusia dua puluhan.
"gotcha~! ....akhirnya ketemu ufufufuu.."
dan sebuah darts pun melayang dan menghujam tajam di salah satu foto itu.
*.*.*.*.*
"jadi... kau ingin menundanya?", tanya inspektur Yabu berdiri membelakangi dinding pada Chinen Kei.
"cuma untuk sementara. aku tak mau Yuri berbuat seperti itu lagi. anak itu sukses membuat jantungku aerobik-an seribu kali", Kei menyilangkan kaki kirinya di atas paha kanannya.
"yah.. tapi kau harus ingat. kita sudah tak ada waktu. cepat atau lambat 'kau-tahu-siapa' akan menemukanmu dan Yuri. paling tidak....."
"yah yah yaaah.. aku tahu itu, Yabu. kau tak perlu memperingatkanku karena aku sudah hapal betul bagaimana tabiat asli orang itu. luarnya saja tampak keren akan kemewahan yang dia miliki, tampak bijak karena postur tubuhnya yang tinggi besar, tapi hatinya sama busuknya dengan sampah. seperti kadal yang saat menemukan mangsa, ia pasti akan gesit menangkapnya", kata Kei. pemuda ini memasang tatapannya dengan tajam.
Yabu menepuk punggungnya dengan keras.
"baiklah. aku akan membuatmu bersantai ria dan bermesraan dulu dengan adikmu. mungkin kau memang butuh sedikit waktu."
"bukannya sedikit. tapi aku ingin bisa selamanya bersama adikku~"
"iya, iya. aku mengerti, Mr. Brother Complex!", kata Yabu tertawa. tak lama kemudian pun Kei ikut tertawa.
"tuan Chinen, mobil anda sudah siap", seseorang tiba-tiba menghampiri mereka.
"oh, Okamoto. terima kasih ya.. ah, omong-omong di mana Yuri?"
sementara itu di kantin...
"maaf ya, melibatkanmu, pak Nakajima"
Nakajima tersentak dari khayalannya. kini ia gelagapan.
"ah.. ti..tidak. tidak apa-apa."
"aku tidak tahu kalau hasilnya akan begitu. aku pikir kakak akan ikut tertawa bersama kita, rupanya ia malah marah padaku", kata Yuri dengan sedih sambil mencomot roti melonnya.
"e..eeeh? ku.. kupikir itu juga bukan salahmu, kok. kau kan hanya ingin membuat kakakmu lebih santai dan tak begitu serius dengan urusannya."
"ya kaaaaaan? aku pikir juga begitu! huuuh~ kakak payah!", katanya masih mencomot rotinya.
Nakajima memperhatikan itu. ia kagum pada kepolosan anak itu. anak itu terus berkomat-kamit sebal membicarakan kakaknya sambil terus memakan rotinya. pipinya membulat sempurna, dan beberapa sisa roti berada di bibir dan pipinya.
manis sekali...
..setidaknya itulah yang ia pikirkan tentang Chinen Yuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment
Fanfictionsebuah keluarga kecil hidup bahagia dalam rumah kesayangan mereka, namun pada suatu malam datang sekelompok orang tak dikenal menghancurkan seisi rumah. adu cekcok terdengar antara Chinen Misaki sang ibu dengan seorang pria bersuara berat dan garang...