"Kakakk....ayo mainnn!!"
Tepat setelah aku membuka gagang pintu putih gading,suara manis itu menggema di seluruh rumah.
"Aku dan Charlotte sudah menunggumu dari tadi,sekarang pesta minum tehnya sudah akan dimulai. Cepat...cepat!!"
Kelima jarinya yang kecil itu meraih lalu menarik-narik ujung baju seragamku yang berwarna putih,memperparah setiap tekukan yang ada.
"Tidak sekarang....aku masih capek.." Dengan lunglai aku mengentakkan kakiku untuk melangkah lebih dalam lagi ke ruang tamu. Namun rengekannya yang sumbang itu tetap mengikuti.
"Ahh...kakak harus ikut!! Aku dan Charlotte sudah bersusah payah menyiapkan teh untuk kita. Selain itu Mr.Ted dan Little Pinky juga sudah datang." Tangannya masih menggenggam bajuku,lebih erat malah. Matanya memohon dengan sangat,seperti memancarkan gelombang yang dapat meluluhkan hati semua orang.
Hampir semua orang.
"Aku tidak peduli...apa kau tidak tau aku benar" lelah sekarang? Latihan fisik sepulang sekolah dari Pak Welt memang yang terbaik,dan rasanya menjadi dua kali lebih berat karena aku dimasukkan dalam tim untuk pertandingan 2 minggu lagi. Belum lagi aku harus mengikuti bimbingan belajar nanti sore. Dan bagian terbaiknya,besok aku harus hadir pagi-pagi sekali karena jadwal piket."
Merasa laju langkahku semakin cepat dan keras,dia berhenti dan melepaskanku. Namun langsung dengan sigap maju menghadangku dengan tubuh mungilnya sambil merentangkan tangan seakan mau memelukku.
"Cuma sebentar,kak. Lima menit saja,apakah kau sama sekali tidak ingin meluangkan waktu sedikitpun demi adik perempuanmu ini? Pretty please....."
"Tidak"
Aku menatapnya sejenak dan dia balas menatapku. Kemudian aku berjalan lurus sambil menghindari badannya menuju kamarku. Aku masuk ke dalam kamar yang sengaja didesain simple itu untuk meletakkan tas berat yang berisi benda-benda terkutuk, kemudian mengobrak abrik lemari baju sampai menemukan baju dan celana serta handuk berwarna pastel.
Kututup lemari itu dengan perlahan kemudian aku melonggarkan ikatan dasi yang melingkari leherku lalu melemparnya ke atas ranjang,begitu pula yang terjadi dengan sabuk serta jam tanganku. Tapi aku tetap menyimpan smartphoneku di dalam kantong celanaku dengan alasan bila aku meninggalkannya adikku akan mengambil lalu menyembunyikannya lagi seperti ketika dulu aku menolak untuk dijadikan kelinci percobaan peralatan make upnya yang baru.Dengan pakaian bersih di tangan kananku,aku akhirnya keluar dari kamar.
Dan saat aku membuka pintu,yang pertama kali kutemukan adalah adikku,dengan mata menajam yang menandakan bahwa ia marah. Kedua tangannya dilipat di depan dadanya,pipinya memerah,dan bibir pinknya mencibir. Diam-diam,harus kuakui bahwa bila dia berpose seperti itu pertahananku menjadi sedikit goyah.
"Kakak jahat! Masa menemani adiknya untuk bermain saja tidak mau? Huh,kakak jahat." Bibirnya semakin melengkung dan alisnya tambah mengkerut. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi kadar keimutan adikku. Namun setinggi-tingginya level ke moe-an nya,masih lebih tinggi tingkat kelelahanku.
Lagi-lagi aku cuma memandangnya dan berlalu begitu saja menuju arah kamar mandi. Tapi tidak sampai di situ saja,dia tetap terus mengikutiku seperti lumut yang menempel pada batu. Begitu sampai di depan pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca buram yang dibingkai dengan logam anti karat,aku masuk dengan perlahan. Sehabis menaruh baju bersih dan handuk di atas gantungan,satu-persatu pakaian yang melekat di tubuhku kulepaskan lalu aku memutar pegangan shower yang dinginnya menyetrum kulitku.
Air mulai mengalir,aku menggosok badanku dengan sabun sambil sesekali melirik ke arah pintu kaca buram. Di luar sana,walaupun dengan samar,aku dapat melihat sosok adikku sedang berdiri menantiku untuk keluar dan kuyakin dia akan langsung mencoba mengajakku lagi untuk menemaninya. Walaupun aku sengaja mengulur waktu agar dia bosan lalu pergi,itu tidak berhasil. Kenyataanya dia juga sama keras kepalanya seperti kakaknya,sama sekali tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya.