Di ruang tengah Maya yang belum bisa tidur memutuskan ke ruang tengah dan menyetel TV. Saluran TV kabel menampilkan sebuah film drama Spanyol. Sebenarnya dia agak malas menonton acara drama. Tapi mau bagaimana lagi tidak ada acara yang lebih baik untuk ditonton tengah malam begini. Saat tiba di rumah setelah dari rumah sakit, Satya sudah terlelap di kamarnya.
Alasan lain drama Spanyol yang bahkan judulnya saja dia tidak tahu ini menyita perhatiannya, karena bercerita tentang seorang wanita yang tidak bisa hamil. Suaminya meminta izin untuk menikah lagi dan istri tersebut mengiyakannya bahkan membantu mencarikan istri baru untuk suaminya.
Maya sempat berpikir kalau sedikit banyak dia merasa senasib dengan perempuan pemeran utama di film itu. Tapi tentu saja tokoh bak ibu peri semacam itu cuma ada di drama. Dalam kenyataan mana ada perempuan yang mau dengan suka rela menyerahkan suaminya pada wanita lain? Setidaknya, Maya berpikir dirinya takkan sanggup.
Maya justru merasa kesal dengan suami di dalam drama itu yang sepertinya menyambut bahagia keinginan istrinya untuk menikah lagi. Harusnya kan dia menolak demi menjaga perasaan istrinya. Dasar laki-laki! Rasanya ingin melempar laki-laki itu dengan piring atau mencekiknya saja sekalian.
"Memangnya dosa besar sekali ya, kalau seorang perempuan tidak bisa hamil? Itu kan bukan kemauannya sendiri tidak bisa hamil! Menyebalkan!" Maya mengomel sendirian di ruang tengah, hingga terdengar suara deheman dari belakang sofa.
"Kapan pulang? Katanya mau menginap?" Satya tampak masih mengantuk, dia menguap sedikit lalu duduk di sebelah Maya.
"Sejam yang lalu. Pas aku masuk kamar kamu sudah tidur, aku pengin tidur tapi susah banget. Jadi nonton TV dulu deh."
"Tumben nonton drama?"
Satya masih sesekali tampak menguap.
"Ceritanya... tentang seorang wanita yang nggak bisa hamil. Terus suaminya minta izin menikah lagi. Anehnya, istrinya mendukung suaminya menikah lagi. Aneh nggak sih? Konyol kan! Memangnya segitu salahnya perempuan yang nggak bisa hamil?"
"Berarti perempuannya sangat mencintai suaminya kan."
"Hah?? Mana ada mencintai tapi menyerahkannya ke orang lain. Istrinya pasti sebenarnya sangat menderita. Meskipun dia bilang iya."
"Kalau dilihat dari sudut pandang suaminya, apa suaminya juga tidak menderita? Dia kan ingin punya anak. Mungkin... menikah lagi di satu sisi terlihat seperti solusi yang menguntungkan suaminya. Tapi, mungkin saja suami itu juga tersiksa setiap berpikir kalau dia takkan bisa punya seorang anak, jadi dia memutuskan untuk menikah lagi. Mungkin dia sebenarnya menyimpan rasa sedih karena tidak bisa mendapatkan anak dari wanita yang dicintainya. Siapa yang tahu?"
Maya diam. Dadanya berdegup kencang. Maya menyambar gelas berisi air putih di meja dan buru-buru meneguknya. Berharap bisa sedikit meredakan degup jantungnya yang serasa hampir meledak.
"Oh iya, Bella sakit apa kata dokter?" Satya bertanya.
"Kata dokter dehidrasi karena salah diet."
"Diet?"
"Iya. Biasa kan mau nikah, dia pengin nurunin berat badan gitu. Ikut program diet yang lagi heboh di Internet, tapi... bukannya kurus malah masuk rumah sakit."
"Perempuan memang merepotkan, suka merepotkan dirinya sendiri."
"Jadi menurutmu aku merepotkan?" Entah mengapa Maya merasa sedikit tersinggung. Apalagi dia masih sedikit kecewa dengan tanggapan Satya soal drama rumah tangga yang baru dia tonton tadi.
"Kok marah sih?" Satya memeluk Maya dari samping. "Kurang tidur bisa bikin emosi lho. Sudah yuk, tidur. Aku masih ngantuk nih."
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Datang Cinta
RomantizmSELAMAT DATANG CINTA - benarkah cinta bisa hadir belakangan? -- sebuah cerita karya Juwita Purnamasari -- Sinopsis : Bahkan, sehari sebelum hari pernikahannya, Maya belum tahu seperti apa warna mata laki-laki itu, bagaimana suaranya, apa makanan k...