Bulu kudukku langsung merinding, itu adalah boneka merah yang pernah kulihat. Wajahnya putih pucat tanpa ekspresi membuatku sangat takut.
Boneka merah itu benar-benar hidup dan berjalan-jalan, bahkan membawa pisau ditangannya dengan wajah datar. Pisau itu kelihatan tajam sekali. Ingin sekali aku pingsan di sana, tetapi boneka itu mulai berjalan ke arahku.
Aku sangat merasakan aura jahat dari boneka merah itu hingga aku memutuskan untuk bersembunyi di balik sebuah batu besar.
Aku berdoa berulang-ulang supaya boneka itu tidak menemukanku dengan tangan gemetar. Bisa-bisa aku ditusuk pisau olehnya.
Aku memberanikan diriku mengintipnya setelah beberapa saat, untunglah boneka itu sudah berbalik ke arah lainnya. Aku pun langsung berjalan menjauhinya dan melanjutkan perjalananku.
Aku belum bisa bernafas lega karena ada sebuah boneka merah lagi sedang berputar-putar dengan pisau ditangannya. Entah kenapa boneka-boneka merah ini seperti sedang berpatroli di sini.
Pelan-pelan aku berjalan di belakang boneka itu, menghindari pandangan boneka merah itu. Untung saja mereka tidak menyadari keberadaanku dan membuatku cukup mudah untuk melewati mereka.
Aku melihat sebuah pintu besi di ujung gua dan memasukinya. Ternyata aku langsung berada di ruangan penjara tadi. Aku pun mengambil kunci itu dan kembali ke dalam gua.
Anehnya, aku tidak perlu bersembunyi lagi dari kedua boneka itu karena mereka sudah tidak bergerak dan terbujur kaku begitu saja. Ada sedikit perasaan senang dan lega dihatiku.
Walaupun sudah tidak bergerak, aku tetap saja takut dan memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya keluar dari gua ini.
Aku menghela nafas panjang dan beristirahat setelah berhasil keluar dari gua yang menyeramkan itu. Sepertinya jantungku harus istirahat sebentar.
Setelah aku merasa cukup tenang, aku langsung membukakan pintu untuk orang malang yang terkurung di dalam penjara tersebut.
Akhirnya orang itu keluar, mengucapkan terimakasih kepadaku lalu pergi entah kemana.
Aku pun melanjutkan perjalananku hingga sampai di ruangan seperti kapel. Banyak bangku-bangku panjang di susun, dan karpet berwarna merah membentang dari pintu masuk hingga ke sebuah meja altar.
Aku berdecak kagum, aku baru tau ada ruangan seperti ini di rumahku. Ditambah lagi, di langit-langitnya terdapat empat buah chandelier yang sangat besar. Entah kenapa, ruangan ini tampak tidak terlalu menyeramkan, berbeda dengan ruangan-ruangan lainnya.
Aku merasa agak tenang berada di ruangan ini, walaupun rasanya agak aneh ada tempat seperti ini di ruangan bawah tanah.
Kau tidak bisa lama-lama di sini, Aya. Kau harus menyelamatkan ayahmu. Hatiku mengingatkan tujuan utamaku, membuatku langsung melangkah lagi untuk mencari ayahku.
Aku berjalan mengikuti karpet merah itu hingga sampai di depan altar. Aku melihat ada 2 pintu di belakang altar. Karena pintu pertama di sebelah kiri terkunci, aku pun pergi melewati pintu yang ada di sebelah kanan.
Pintu itu membawaku ke sebuah ruangan makan yang sangat besar, bahkan lebih besar dari pada ruang makan di lantai atas.
Aku agak bingung, kenapa ada ruangan bagus seperti kapel dan ruang makan di bawah tanah rumahku. Padahal, kebanyakan ruangan di sini sangat menyeramkan, jauh dari kata indah atau bagus.
Meja makannya sangat besar, dengan delapan buah kursi. Untuk apa ruang makan sebesar ini di bawah tanah? Siapa yang akan makan di ruangan sebesar ini? Pikirku.
Aku tidak mau mempedulikan masalah meja makan itu, aku pun pergi ke arah dapur.
Dapurnya cukup bagus, ditambah lagi ada sepotong daging mentah yang sepertinya masih segar tergantung di sebuah kawat besi.
Anehnya, kompor di dapur ini masih menyala. Dengan hati-hati aku mematikan kompor tersebut. Kalau aku membiarkan kompor itu menyala terus, aku takut kompor itu akan membakar rumahku.
Setelah aku tidak dapat menemukan sesuatu di dapur, aku memutuskan untuk berjalan ke arah sebuah pintu yang aku tidak tau.
Tiba-tiba aku merasakan hawa dingin di sampingku. Refleks aku menengok ke samping dan melihat sesosok hantu yang kulitnya sudah membiru.
Begitu aku ingin melarikan diri, hantu itu terlanjur memegang kerah belakang bajuku. Aku semakin takut dan berusaha berlari, tetapi dia malah menarik kerahku ke atas, membuatku tercekik.
Kedua kakiku yang sudah tidak bisa merasakan lantai hanya bisa bergoyang-goyang memberontak, berusaha melepaskan cekikannya.
Walaupun aku sudah memberontak sekuat tenagaku, aku tetap tidak bisa melepaskan diri. Cekikan dari hantu itu terasa semakin sakit, membuatku mulai kehilangan nafasku.
Nafasku mulai sesak, bahkan aku tidak bisa memikirkan apa-apa lagi selain berusaha bernafas. Tapi, cekikan hantu ini terlalu kuat, membuatku lemas.
Aku hanya bisa pasrah ketika bayang-bayang gelap mulai memenuhi pandanganku.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad Father [Slow Update]
HorrorAya Drevis, gadis lugu berumur 10 tahun yang imut dan cantik harus berurusan dengan banyak mayat hidup alias monster di rumahnya karena ayahnya, Alfred Drevis. Ayah Aya bisa dibilang adalah seorang ilmuwan gila. Dia menggunakan hewan, bahkan manusi...