Dion segera berlari sempoyongan mendekati pria angkuh yang berdiri di depannya, sesaat setelah para security yang membawanya paksa meninggalkan ruang itu.
"Sekarang apa maumu, huh?" sergah Bagas ketus.
Dion langsung merendahkan tubuhnya hingga berlutut di hadapan mantan kekasihnya itu. Membuang segala harga dirinya. Sebab memang hanya itu yang bisa Dion lakukan sekarang. Dia sudah kalah telak dari Bagas. Istrinya sudah tidak menginginkannya lagi. Dion frustasi.
"Aku mohon lepaskan istriku, Gas. Aku sungguh memohon padamu. Aku sangat mencintai dan membutuhkannya. Aku akan sangat berterima kasih bila kamu mau melepasnya."
"Itu tidak akan pernah terjadi, Dy!" Bagas menunduk ke bawah, menatap tajam ke arah Dion dengan penuh kebencian.
Dion merangkak maju, berniat mengais belas kasihan mantan kekasihnya itu. "Aku sungguh menyesal telah menyakitimu, Gas. Maafkan aku. Aku mohon, Gas. Demi hubungan kita di masa lalu. Biarkan hidupku tenang dengan istriku." Dion terus mengiba sambil mulai memegangi kaki Bagas. Dion benar-benar putus asa. Dia bahkan sampai tidak menyadari jika dia sedang menyembah pria di hadapannya itu.
"Maaf, Dy. Aku tidak bisa." Bagas bergeming sambil menghentakkan kasar kakinya agar tangan Dion terlepas. Lalu dia membalikkan badannya, memunggunggi Dion yang kini terduduk pasrah di atas lantai ruang kerjanya.
"Aku terlanjur menyukainya. Aku minta dengan sangat kamu segera menceraikannya. Aku sudah lelah bermain kasar denganmu. Jadi sekarang aku minta padamu secara baik-baik, mengingat hubungan kita di masa lalu. Anggap itu sebagai balasan terhadap perbuatanmu padaku. Aku pasti akan memaafkanmu sesudahnya. Kita impas tidak saling berhutang," lanjut Bagas dingin, masih tetap membelakangi Dion.
"Apa kamu benar-benar mencintainya, Gas? Atau ini semua hanya karena dendam yang membutakanmu? Jangan menjadikan wanita tidak bersalah itu sebagai korban kesalahan yang telah aku perbuat padamu," tanya Dion lirih.
"Kamu salah, Dy. Aku benar-benar jatuh cinta pada istrimu itu. Dia sungguh wanita yang hebat. Aku pasti merasa bahagia jika bisa bersanding dengannya. Dia adalah calon pasangan hidupku yang tepat, Dy...." Bagas menghela nafas di ujung suaranya yang mendadak bergetar, jauh dari kesan angkuh dan dingin seperti sebelumnya. Dia seperti sedang menahan rasa sakit dalam hatinya saat ini.
Dion terdiam sejenak. Kedua matanya mulai mengembun saat dia hendak meloloskan ucapan yang sungguh akan meremukkan hatinya. "Baiklah, Gas. Aku mengalah. Sudah saatnya aku membayar kesalahanku padamu. Aku tidak akan egois kali ini. Kamu berhak untuk bahagia, Gas. Maaf, jika aku pernah menghancurkan hidupmu." Butiran-butiran air mulai menitik dari pelupuk mata Dion. Hatinya sungguh terasa perih saat ini.
Dion segera bangkit berdiri sambil terus memandangi punggung kokoh Bagas, yang dulu pernah menjadi tempatnya bersandar. "Aku titip Erlina. Bahagiakan dia karena sebagai suami aku belum sempat membuatnya bahagia. Dia adalah wanita yang baik. Aku juga titip calon anakku jika memang ternyata dia adalah darah dagingku. Aku sangat yakin jika kamu akan menjadi ayah yang hebat baginya. Aku juga percaya jika kamu pasti akan merawat dan menyayanginya seperti anakmu sendiri." Dion mulai terisak sesenggukan.
"Terima kasih Bay, untuk semuanya. Semua pengorbanan yang sudah kamu lakukan untukku dan juga untuk cintamu. Aku sungguh tidak menyesal pernah mencintaimu. Kamu adalah pria terbaik yang pernah kukenal. Aku akan selalu menyimpanmu di dalam hatiku." Bibir Dion bergetar sambil air matanya terus mengalir deras. Hatinya sungguh benar-benar hancur tak bersisa. Dia telah kehilangan segala-galanya sekarang.
"Ka-kamu mau ke-kemana, Dy?"
"Aku akan menghilang dari kehidupanmu. Selamanya. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu. Selamat tinggal, Bay... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen BxB Story
عشوائيKarena aku ini penulis abal-abal yang nggak fokus, maka aku buat kumpulan cerpen ini biar bisa ngelanjutin hutang cerita yang lain hihi... Karena saking banyaknya ide yang bermunculan di otakku yang kalau nggak disalurkan bisa bikin galau gimana, ka...