Prolog

84 9 14
                                    

Kejadian mengerikan itu tidak bisa hilang dari ingatanku. Tidak. Ini tidak bisa diterima. Semua yang ada padaku telah direnggut olehnya. Jangan salahkan aku yang dulunya selalu menangis meminta mohon padanya agar menyudahi "pekerjaan" yang selalu memeras keluargaku. Setelah semua yang telah dilakukan, dengan semua sikap yang telah merebut perhatian kami, dan dengan seenaknya dia mencampak kami seperti sebuah sampah makanan yang tidak berguna.

(*) Flashback

"Jangan!! Jangan sakiti dia, Zyan!! Tolong jangan!!!"

Suaraku mulai serak. Percuma saja aku berteriak dari tadi. Dia tidak akan mendengarkan isakan ku yang semakin menjadi. Dengan tangan dan kaki yang diikatkan dengan kawat di sisi-sisi kasur, serta pemandangan mengerikan yang disediakan memang khusus untukku. Diiringi teriakan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.

Ibuku. Berdiri lemah dengan tangan dan kaki yang diikatkan di kayu yang telah disediakan oleh "iblis" yang sedang haus akan darah manusia. Entah mengapa dia tega melakukan hal sekeji ini.

"Kau! Mengapa kau melakukan ini nak??! Apakah belum cukup semua yang telah kami berikan padamu?!" ujar ibuku disela-sela tangisnya.

"Haha! Mengapa pertanyaan bodoh itu terlontar olehmu? Hah?! Tutup mulutmu, ibu tua!" jawab Zyan sembari mengasah pisau besar di samping tempat aku diikat.

"Keparat kau! Apa harus ibuku yang menjadi korban atas pelampiasan terhadap nafsu jorokmu itu?! Mengapa tidak orang lain saja Zyan?? Mengapa??!" Ujarku sambil merota ronta di atas tempat tidur kayu yang menjadi alas untuk badanku. Semakin aku meronta, semakin banyak darah yang keluar dari pergelangan tanganku.

Zyan hanya tertawa mendengar perkataanku. Iblis memang telah mengambil alih jiwa dan raganya.

"Selesai!" ujar Zyan sambil berbalik badan dan dengan mengangkat pisaunya.

Ibuku hanya menangis mendengar perkataan Zyan, yang berarti pula nyawanya akan meninggalkan raganya yang telah lemah atas permainan yang dibuat oleh bajingan itu. Sedangkan aku? Hanya tetap meronta dan menangis menunggu kenyataan pahit yang segera diberikan padaku.

"Bersiaplah menghadapi kematian, ibu malang!" Zyan menyeringai memperlihatkan senyumannya yang menjijikkan tersebut.

Zyan pun memulai aksinya. Perlahan ia membelai leher ibuku dengan pisaunya. Jangan salah, pisau tersebut telah dipanaskan dahulu dan ntah kapan ia melakukannya. Ibuku menjerit menahan sakit.

"ZYAN!! SAYA MOHON JAUHKAN PISAU ITU! AGHHHH!!! PANAS!!! YA TUHAN!!!" Kira-kira seperti itulah jeritan yang terdengar olehku. Aku menangis melihat ibuku yang tersiksa.

"Ibu!!! Ibu bertahan bu!!" aku pun melempar pandangan pada Zyan. "Tidakkah kau punya perasaan iba sedikit saja pada ibuku? Tidak perlu kau menyakitinya. Seharusnya aku yang kau siksa, bukan ibu!". Aku menjerit meneriaki nama ibuku berulang kali. Ia mengendahkan perkataanku dan terus menyiksa ibuku.

Sebelum ia merenggut nyawa ibuku, dengan lirih aku ucapkan lewat mulutku yang sudah pucat.

"Bu.. Maafkan aku bu. Tolong jangan tinggalkan Gaby. Gaby sayang ibu.." Mataku panas, tidak bisa membendung air yang akan turun dari kedua mataku. Betapa menyedihkan nya keadaanku saat ini.

"Maafkan ibu juga, sayang. Ibu tidak bisa menolong kamu. Maafkan ibu,nak. Ibu sayang padamu". Ibuku menjawab dengan suara yang sungguh membuatku tersiksa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DARK INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang