Cinta untuk Dinda

345 12 0
                                    


Seorang gadis bergamis abu-abu, berjilbab biru, duduk manis membaca buku di teras rumahnya. Sesekali ia menyapukan pandangannya ke sepanjang jalan setapak di depan rumahnya. Segelas es teh di hadapannya dibiarkan mengembun tak disentuhnya. Perasaannya sangat gugup karena satu jam sebelumnya ia mendapat pesan singkat dari seseorang yang telah lama tak ditemuinya.

Siang ini saya mau bersilaturahim ke tempat Ukhti.

Pesan singkat yang cukup formal namun memberikan efek yang luar biasa bagi sang penerima.

"Masih tiga jam sebelum adzan dzuhur berkumandang." Gumam sang gadis ketika melirik ke arah jam tangan yang dikenakannya.
Sembari melanjutkan bacaannya, ingatan sang gadis melayang ke kejadian beberapa tahun silam saat dirinya baru menginjak masa kuliah.

***

Seorang pemuda sederhana telah lancang menyatakan kekaguman dan rasa sukanya pada sang gadis. Sebuah pernyataan yang membuat sang gadis syok dan bingung untuk menanggapinya. Entah karena pikirannya yang menjadi sedikit kacau ataukah karena dia masih terlalu polos sehingga membuat sang pemuda menjadi canggung dan harus mengulang-ulang pernyataannya berkali-kali pada sang gadis.
Masa penyesuaian pun berlangsung selama beberapa bulan sebelum akhirnya sang gadis memberikan tanggapan atas pernyataan sang pemuda. Selama beberapa bulan itu, komunikasi antara sang gadis dan sang pemuda terjalin sederhana dan terbatas. Ini merupakan pertama kalinya bagi sang gadis mendapat pernyataan kekaguman dari lawan jenisnya. Lalu sang gadis pun meminta saran dari ibunda dan Pembina kerohaniannya. Setelah memantapkan hati, sang gadis menjalankan 'misi' sesuai kata hatinya.

Hubungannya dengan sang pemuda semakin dekat namun terkesan biasa. Dalam kedekatan itu, sayangnya sang pemuda harus pergi ke luar kota dan pindah ke pulau seberang untuk bekerja. Awalnya biasa saja bagi sang gadis untuk melepas kepergian sang pemuda yang telah menjadi teman masa kecilnya sejak sekolah menengah pertama. Lagi pula mereka jarang bertemu. Namun pada akhirnya ia merasa kehilangan juga.
Komunikasi yang terjalin selama ini hanya melalui surat, sms, telfon, dan jejaring sosial. Biasanya mereka bertemu seperlunya saja, dan itu sangat jarang. Pada masa-masa itu, sesekali terlintas pikiran mengusik perasaan di benak sang gadis.

"Sepertinya aku ini bodoh sekali. Membiarkan orang menyukaiku, mengagumiku, dan banyak membantuku namun akhirnya pergi meninggalkanku. Perasaan menyebalkan macam apa ini??! Apa aku mulai menyukainya?? Nggak, belum saatnya!! Nggak masalah kalaupun dia pergi. Itu kan cita-citanya! Aku nggak berhak melarangnya pergi. Lagipula kalaupun aku ada hak, aku sama sekali tak keberatan ia pergi."

Mata sang gadis berkaca-kaca. Ingatan tentang sang pemuda membuatnya semakin terluka. Ia merasa imannya telah goyah akibat terjalinnya hubungan dekat yang tidak semestinya. Ia ingin mengakhiri komunikasinya dengan sang pemuda, namun ia tak tega membuat hati orang lain terluka. Ia khawatir kalau sikap dan atau pernyataannya menimbulkan salah paham dan berakhir dengan konflik berkepanjangan. Hanya dengan memberikan jawaban secukupnya bila ditanya dan memperbanyak aktivitas di organisasi yang diikutinya ia mampu membuat jarak dan kedekatannya dengan sang pemuda. Kesibukan sang pemuda dalam pekerjaannya sangat membantu terciptanya jarak di antara mereka. Akhirnya sang gadis dan sang pemuda kembali berkomunikasi untuk menciptakan sebuah kesepakatan dan komitmen demi menyelamatkan iman mereka.

"Sesungguhnya aku malu jika harus membuatmu lebih mengingatku daripada mengingat-Nya." Ucap sang gadis.
Sebuah pernyataan yang selama ini tertahan dalam mulut sang gadis karena takut melukai perasaan sang pemuda yang telah sejak lama memendam perasaannya pada sang gadis. Dan saat itu akhirnya pernyataan tersebut tersampaikan juga.
Setelah berdiskusi cukup lama melalui telefon, akhirnya mereka sepakat untuk menyimpan perasaannya masing-masing dan memendamnya kembali di sudut hati yang terdalam, khususnya bagi sang pemuda. Dalam diskusi tersebut, orangtua sang gadis menjadi saksi perbincangan mereka.
Meskipun menghasilkan keputusan yang cukup berat, mereka harus mampu memikul semuanya dengan tegar. Mengutamakan aturan agama di atas nafsu dunia. Menyerahkan segalanya pada Sang Pencipta.

"Allah is the best of planners."

"Kalau kita berjodoh, semoga kelak kita dipertemukan kembali oleh-Nya ketika iman ini telah mengimbangimu dan aku telah mampu untuk memperlakukanmu dengan layak. Kalaupun kita tidak berjodoh, semoga kelak kita mendapat pengganti yang lebih baik lagi membaikkan."

Itulah kutipan komitmen yang mereka bentuk. Setelah itu, sang gadis dan sang pemuda kembali menjalani kehidupan masing-masing meski harus tertatih-tatih sementara karena kejadian yang cukup membuat luka perasaan mereka. Mereka sama-sama berjuang untuk meraih cita-cita dan target mereka. Dan sejak saat itu hampir tak ada komunikasi lagi di antara mereka.

***

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Seru sebuah suara dari balik gerbang pintu masuk rumah sang gadis. Suara tersebut membuyarkan sang gadis dari kenangan akan masa lalunya dengan sang pemilik suara.
Begitu melihat sang pemilik suara, ekspresi sang gadis berubah atara terkejut dan gugup.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
Jawab sang gadis seraya menghapiri tamu yang telah membuatnya ling-lung sepanjang pagi.

"Aku datang untuk memenuhi janjiku. Aku kembali untukmu. Bersediakah kau menjadi pendampingku, Dinda?? ^^" Ucap sang pemuda yang sejak tadi berkeliaran dalam benak sang gadis yang memiliki nama lengkap Syarifah Dinda Aisyah.
Perasaan sang gadis yang biasa disapa dengan sebutan dinda oleh sang pemuda itu seketika membuncah. Pikirannya mendadak blank. Tanpa dinyana air mata mengalir membasahi pipi manisnya. Pandangannya tertunduk dalam. Apa yang dinantikannya sejak beberapa tahun yang lalu menjadi nyata.

"Lho, kok Dinda malah nangis?? Kenapa??" Sang pemuda kebingungan dan jadi salah tingkah.
Namun yang ditanya tetap bungkam. Ia membalikkan badan dan menutup muka dengan jilbabnya. Sambil menguatkan diri dan menghapus airmatanya, ia berkata,
"Masuk dulu, Akh. Ijin dulu sama orangtua saya."

-end-

Cinta untuk Dinda (Cerpen, One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang