"Bibi sepertinya kita kehabisan bahan makanan,tidak ada lagi yang bisa diolah untuk makan siang kita nanti""Benarkah itu? Bagaimana ya,bibi hari ini tidak bisa pergi ke pasar karena akan mengantar hasil perkebunan kita ke pembeli"
"Tidak apa bi,biar Almas saja yang pergi sendiri"
"Maaf ya bibi tidak bisa menemanimu kepasar hari ini"
"Tenang saja bibi inikan tidak sulit"
"Bibi beruntung sekali punya keponakan sepertimu Almas"
"Dan Almas beruntung bisa dirawat oleh bibi sedari bayi"
Almas pergi ke pasar tanpa ditemani bibinya,gadis polos 19 tahun yang hidup di perkebunan.Gadis periang dan ramah dengan kesopanan luar biasa serta lemah lembut.Banyak orang dilingkungannya yang sangat menyenangi Almas,bahkan banyak sekali orangtua yg ingin menikahkan putra mereka dengan Almas namun tentu saja Almas menolaknya dengan santu karna ia masih ingin mengejar cita-citanya.Ia masih harus menunggu satu tahun lagi untuk mengumpulkan biaya agar bisa kuliah.Ia juga tidak mudah menyerah dan sangat pemberani.
"Selamat pagi bibi nur,aku ingin membeli beberapa....oh astaga apa bibi menangis?!"
"Oh Almas ternyata" bibi Nur mengusap airmatanya.
"Kenapa bibi menangis? Apa bibi ada masalah?"
"Tentu saja Almas bahkan ini bukan hanya masalah bibi tapi juga masalah kita semua"
"Maksud bibi apa? Aku tidak mengerti"
"Bibi rasa kau belum mendengar kalau desa kita dan perkebunan milik semua warga akan diratakan karna telah dibeli oleh seorang pengusaha yg akan membangun pertambangan disini"
"Oh tidak,bibi tau dari mana?"
"Bahkan semua orang sudah tau Almas"
"Tapi bibiku tidak bilang" Almas tampak kebingungan.
"Kau bisa tanya pada orang lain untuk memastikannya Almas"
Almas berkeliling pasar untuk memastikan kebenaran kabar yang ia dapat dari bibi nur,dan ternyata berita itu memang benar.
.
.
.
Sudah hampir 20 hari orang-orang berdemo kepada pihak perusahaan,namun hasilnya nihil.Bahkan alat-alat berat sudah banyak berdatangan."Tidak bisa seperti ini,kalau bukan uang dari perkebunan bagaimana bisa Almas kuliah bi?" Almas nangis sejadi-jadinya memikirkan bagaimana nasib pendidikan yg telah ia impikan.
"Kau diamlah Almas! Sekolahmu itu tidak penting kau tau! Yang penting adalah bagaimana kehidupanku selanjutnya!" Bentak paman Almas,paman Basir adalah orang yang sangat membenci Almas karna ia merasa kehadiran Almas membuat hidupnya yg semakin berat bertambah berat karna harus menampung orang lain.
"Cukup Basir,kau tidak perlu membentaknya.Dan juga uang untuk sekolahnya adalah uang yang ia hasilkan sendiri!" Bibi Aisil membela Almas.
"Jangan karna dia anak dari kakakmu maka kau terus membelanya! Kau sendiri taukan aisil,kalau hidup kita semakin susah karna anak haram itu!" Basir menendang kursi kosong yang ada disampingnya dan mengacungkan jarinya ke arah Almas saat mengatakan anak haram.
"Kumohom cukup!" Bibi aisil berteriak ke arah suaminya itu.
"Cukup mengatakan hal itu" bentak bibi aisil lagi.
"A aa aanak haram?" Almas seketika bergetar ketika mendengar ucapan dari pamannya.
"Kau dan keluargamu selalu jadi benalu bagi kehidupanku aisil!" Basir keluar dari rumah dengan emosi yang meluap-luap,ia membanting pintu dengan kasar menimbulkan suara yang memekakkan telinga.
"Bibi apa maksud dari perkataan paman tadi?" Almas meraih bahu aisil dengan mata yang sudah memerah bersiap menuangkan tetesan air mata yang akan membasahi wajah cantiknya.
"Almas dengarkan bibi" Aisil menggenggam lembut kedua belah pipi Almas sembari menatap kedalam manik mata coklat muda Almas.Mata yang indah.
"Apapun yang telah diucapkan pamanmu barusan jangan kau pikirkan dan ambil hati,ia hanya sedang emosi Almas ditambah lagi masalah yang akan terjadi dengan perkebunan.Kau tenang saja itu hanya amarah sesaat karna selama ini dia juga tetap ikut membantuku untuk mengurusmu Almas.Kau adalah keponakanku satu-satunya,dan aku telah menganggap kau seperti putri kandungku sendiri.Aku sangat menyayangimu Almas percayalah terhadap apapun yang aku katakan karna aku akan melakukan semua yang terbaik bagimu" Aisil berkata tanpa bisa menahan laju air matanya yang telah tumpah dengan deras.
"Aku tau bibi sedang menyimpan sesuatu dariku,sesuatu tentang kelahiranku.Kumohon bi tolong ceritakan padaku,cukup 19 tahun ini aku hidup dengan ketidak tahuanku." Almas berhasil menumpahkan tetes demi tetes air matanya.
"Bibi Almas mohon" Almas menatap dalam kebola mata bibi yang sangat ia sayangi ini.
"Tidak Almas,tidak ada yang perlu kau ketahui.Cukuplah,bibi sudah katakan agar kau tidak memikirkan ucapan pamanmu tadi!" Kali ini Bibi aisil sedikit menaikkan nada bicaranya.Ia melepaskan tangannya dari pipi Almas dan melangkah membalikkan badan untuk pergi dari hadapan Almas.
"Almas hanya ingin tahu seperti apa orangtua Almas,karna selama ini bibi tidak pernah menceritakan tentang mereka.Mohon bi mohon ceritakan" Almas menjatuhkan tubuhnya untuk berlutut dibawah kaki Aisil.
"Oh tidak sayangku.." Air mata aisil tidak berhenti melihat Almas yang kini tengah berlutut dibawah kakinya,ia ikut duduk dan meraih tubuh Almas lalu dipeluknya dengan lembut,pelukan yang sangat penuh dengan kasih sayang.
"Almas mohon bi" Almas berbisik lirih ditelinga bibinya.
"Ntahlah sayang,bibi tidak tahu harus menceritakannya padamu atau tidak" aisil menarik nafas dalam dan melepaskan pelukannya,ia menggenggam erat kedua tangan Almas dan menatap manik mata Almas.
------------
Maaf typo bertebaran wkwk
Jangan lupa kasih vote dan comment kalian disetiap partnya ya karna itu akan sangat berharga bagi author,trims:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamonds Woman
RomanceBagaimana ketika sang singa pemberani menghadapi pancaran cahaya berlian yang dicintai? Mohon untuk tidak mengcopas cerita ini.