Di tempat ini sudah banyak sekali tamu-tamu yang hadir. Memenuhi undangan yang sudah mereka terima sebelumnya.Gedung ini didekorasi dengan tampilan mewah dan glamour. Tentu saja, karena sang pengantin menginginkan acara yang mewah dihari pernikahannya. Hanya salah satu mempelai yang menginginkannya, tidak keduanya.
Gadis itu menatap pantulan dirinya dicermin. Merasa takjub dengan pantulannya yang terlihat sangat cantik. Dia mengamati pantulan dirinya yang mengenakan kebaya modern berwarna putih. Kemudian dia beralih ke wajahnya yang sudah tertutup oleh riasan yang membuatnya tersenyum.
'Dia pasti terpesona sama gue'
Tok
Tok
Tok
Ketukan pintu beberapa kali membuat gadis itu sedikit terkejut, setelah itu pintu terbuka dan seorang gadis lain menghampiri dirinya dan mengatakan sesuatu.
"Lo cantik, dia pasti pangling. Ayo turun, bentar lagi ijab qobul." Gadis itu memeluknya dan mengucapkan kata terimakasih. Setelah itu mereka turun kebawah, ijab qobul dilaksanakan di lantai satu gedung itu.
Gadis itu menuruni tangga dengan anggunnya, ia didamping ibunya dan juga dua orang sahabatnya.
Disana sudah duduk seorang pria yang tengah membelakanginya. Di hadapan pria itu ada seorang pria paruh baya yang sangat ia kenal yaitu ayah dari gadis itu. Lalu ada tiga orang pria lagi yaitu Alvaro, Adi dan yang satunya lagi adalah penghulu. Adi merupakan om dari gadis itu ia disini sebagai saksi dari mempelai perempuan. Sedangkan Alvaro adalah saksi dari pihak laki-laki.
Gadis itu berjalan menuju tempat ijab qabul. Ia pun duduk di samping mempelai laki-laki yang nantinya akan menjadi suaminya.
Pemuda itu sangat tampan dengan setelan jas yang melekat di tubuhnya dan juga sebuah peci hitam. Gadis itu sangat bahagia, sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri. Istri dari pemuda tampan dan kaya.
Alfath Raharjo.
Semuanya nampak bahagia, mungkin hanya segelintir orang yang menatap sambil tersenyum sinis kepada kedua mempelai. Tidak, bukan kepada kedua mempelai tapi hanya kepada mempelai wanita.
"Mari kita mulai ijab qobulnya, silakan Pak." Ucap si penghulu
"Tunggu. Sebelum pernikahan ini berlanjut, saya ingin kalian semua mendengar ini." Gadis itu menoleh kepada pemuda di sampingnya, sebenarnya apa yang ingin diperdengarkan. Setelah mempelai pria berbicara seperti itu, tiba-tiba saja terdengar sebuah percakapan antara beberapa gadis.
"Wih muka lo berseri-seri banget."
"Iya donggg.. Gue kan bentar lagi bakal jadi nyonya Raharjo."
"Iya Cin muka lo seger bangett kaya orang gak sakit."
"Yaiyalah. Gua kan emang ga sakit, eh?"
'Inikan..... Shit!' Geram gadis itu di dalam hati
"Maksud lo?"
"Bu- bukan apa-apa."
"Ayolah Cin masa udah mau nikah masih gamau jujur sama kita,"
"Ehm.. Sebenernya gue ga sakit."
"Maksud lo, soal penyakit lo yang leukimia, itu cuma ngada-ngada?"
"Iya."
"Sumpah?! Gila, bokap nyokap lo tau?"
"Tau. Bahkan mereka bantuin gue nyogok pihak rumah sakit buat palsuin surat hasil pemeriksaan itu."
Semua yang hadir disitu terkejut tidak terkecuali orang tua Alfath, mereka merasa dibodohi dengan semua ini. Alfath, pemuda itu tersenyum sinis melihat Cindy dan juga orang tuanya. Wajah mereka memerah, dia yakin mereka menahan malu dan mungkin juga kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlambat? ( Completed )
Fiksi Remaja"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Jangan berjanji jika kau tidak bisa menepatinya. Jangan pikirkan aku, kembalilah jika hatimu memang masih untukku."