Bab 1: No Focus

47 5 2
                                    

"Sampai kapan kamu mau jomblo seperti ini, Lin?"

AKU hanya menyengir dan tanpa menghiraukannya, aku melanjutkan aktivitas bermain game. Yup, aktivitas yang ku lakukan di saat aku merasa bosan.

Seorang wanita menjelang lima puluh tahun, memandangiku dengan tatapan putus asa. Keriput-keriput di wajahnya semakin terlihat ketika dia sedang memasang ekspresi masam seperti itu. Diambilnya cangkir putih dari atas meja, lalu diteguknya teh vanila yang baru saja kubuatkan untuknya. Nelly, nama wanita yang sekarang ada di hadapanku. Dia mamaku.

"Hidupku nggak akan berakhir hanya karena aku belum nikah, ma." Aku masih membela diri, tetap pada pendirianku.

Apa yang salah sih dengan perempuan berusia dua puluh tiga tahun menjelang dua puluh empat tahun yang masih single? Oh, world... tidak selamanya perempuan akan sedih, ma jika di usia matang sepertiku belum menikah-- Gumamku dalam hati.

"Sayang, kamu itu anak perempuan satu-satunya di keluarga mama yang belum menikah," Wanita itu berusaha menjelaskannya padaku. "Lihat, saudara-saudaramu. Mana ada yang menikah di atas usia 24 tahun. Rata-rata dibawah umur 24 tahun." Lanjutnya. Membuat telingaku panas mendengarnya.

Setiap hari sepulang aku kuliah, mereka selalu saja menanyakan "Apakah kamu dapat cowok? , Belum ya? Rencana kapan punya". Pertanyaan yang membosankan. Mereka bukannya bertanya bagaimana kabarku ataupun bagaimana kuliahnya tadi. Tapi ini tidak!

"Ma, please ya, kali ini aja. Jangan ngomongin urusan itu! Besok aku ada test. Jadi aku harus fokus pada persiapan test ku. Ku harap ucapan mama tadi tidak membuat fokusku buyar."

♡♡♡♡♡

RASA dingin melingkupi seluruh tubuhku. Gemetar pun terasa sampai denyut nadi ini tak mau berhenti mendenyutkannya. Serasa mau copot!

"Lo, udah belajar apa belum ya, Lin?," tanya Melody--teman sebangku ku--mungkin ia merasakan ada yang aneh padaku. Makanya ia bertanya seperti itu. "Tangan lo dingin banget dan gue rasa badan lo juga dingin banget." Lanjutnya. Maklumlah. Ia memiliki kemampuan untuk merasakan hal apa yang sedang kita rasakan dan yang sedang kita pikirkan.

"Gue udah belajar...,"

"Terus kenapa lo gemetaran begitu?" Kepo Melody tak henti-hentinya.

Mendengar kebisingan dari belakang, Sir Michael menegur kami dan hampir saja aku dan Melody kena hukuman hanya gara-gara ulah keponya Melody.

"SILENT PLEASE, GIRLSSS!!!," tegurnya dengan meninggi "Kalian harus diam, okey! Jangan kalian semua berbuat ribut. Satu orang saja yang ribut membuat kelas ini kacau.." Lanjutnya dengan logat kebule-bulean nya.

Maklumi saja. Sir Michael merupakan keturunan Prancis yang pindah ke Indonesia, setahun yang lalu. Sehingga Logat kebule-bulean nya masih terdengar.

Sedikit tentang Sir Michael. Masih jomblo berumur dua puluh enam tahun--sekitar dua tahun di atasku. Berwajah tirus dengan mata sipit tapi tidak terlalu sipit banget. Keturunan Tionghoa dari sang papa campuran Prancis dari sang mama. Merupakan anak konglomerat.

Sudah lama aku mengincarnya. Kok bisa? Yup karena ia merupakan anak konglomerat. Dia merupakan tipeku sekali. Selain dia kaya, dia juga tampan walaupun terbalut dengan kacamata. Tapi, hal itu tak membuat dirinya terlihat culun. Justru membuatnya semakin tampan dan matanya tak terlihat sipit.

"Aku kepincut cintanya! Oh Tuhan berikanlah dia untukku!", gumamku.

"Hey, Lindy! Apa yang sedang kau lakukan?" Suara itu tiba-tiba saja membuatku terkejut. Membuat lamunanku buyar. Suara dengan nada meninggi itu tak salah lagi pemiliknya Sir Michael.

"Sorry, sir." Ucapku tersipu.

Melody hanya tertawa saat mengetahui tingkah konyol ku itu dan aku hanya bisa tersipu malu dengan ulahku sendiri.

Hanya butuh waktu 15 menit saja aku menyelesaikan 80 soal dari mata pelajaran Bahasa Inggris--pelajaran yang paling mudah buatku.
♡♡♡♡♡

Antara Harta dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang