"Laut? Ikut dong!" Nova langsung bersemangat mendengar kata 'laut'.
"Aku ke sana bukan bersenang-senang! Kau pikir liburan?" Tukas Euphy kesal.
"Liburan atau tidak aku mau ikut!" Seru Nova.
Euphy mulai tidak enak melihat gaya memelas Nova, di tengah jalan pula. "Terserah kau saja."
Akhirnya Euphy berjalan cepat pergi. Walau begitu Nova dengan setia mengikutinya ke mana pun ia berderap. Ke stasiun, berganti-ganti kereta, toko bunga, terminal, dan lain-lain. Mereka sampai di pantai saat hari sudah siang.
"Wah, panas!" Seru Nova.
Euphy mengabaikan semua komentar Nova dan terus berjalan menyusuri jalan. Tujuannya ke laut bukan untuk pantainya sehingga apapun yang dikatakan Nova hanya sekedar lewat di telinganya.
Di sekitar situ ada taman yang dikelilingi pohon lebat. Nova begitu heran ketika melihat Euphy masuk ke dalam pepohonan itu.
"Hei, kita mau ke mana ini?" Tanya Nova bingung.
"Laut." Sahut Euphy.
"Dari tadi kau bilang begitu, tapi masak ada..." ucapannya terputus karena mereka sudah keluar dari pepohonan itu.
Euphy heran kenapa komentar Nova tak terdengar. Begitu ia menoleh, wajah Nova sangat tercengang. Ekspresinya begitu lucu hingga membuat Euphy tertawa.
"Tidak usah begitu juga mukamu." Ujarnya di sela tawanya.
Nova makin terkejut. "Kau ini selalu tertawa di saat yang aneh ya."
"Apa maksudmu?"
"Kalau kau tertawa, selalu menertawakanku. Sisanya tak pernah tertawa lagi." Gerutu Nova.
"Oh, kau sadar? Kupikir tidak." Kembali Euphy tertawa.
"Jadi apa tujuanmu kemari? Kalau bukan untuk menikmati pemandangan ini?" Yang dikatakan Nova itu masuk akal. Mereka dapat melihat garis cakrawala dari atas tebing tempat mereka berada.
"Kau tahu istilah 'ziarah'?" Sahut Euphy.
"Hah? Siapa yang meninggal?"
"Papaku." Euphy berjalan ke ujung tebing diikuti Nova.
Nova memperhatikan Euphy menaburkan bunga dari tebing dan bunga-bunga itu jatuh menghiasi laut. Keheningan menyelimuti mereka. Nova tidak tahu kapan harus mulai berbicara. Ia tidak ingin mengganggu Euphy yang sedang serius.
Tiba-tiba Euphy duduk dan mengeluarkan HP-nya. Ia memutar lagu Minuet no. 3. Hal ini semakin membuat Nova terkejut walau ia tetap membisu.
"Kau pasti heran kenapa aku memutar lagu, apalagi permainan piano." Ujar Euphy tiba-tiba.
"Iya." Nova ikut duduk di sebelah Euphy.
"Aku selalu melakukan ini tiap tahun. Sebenci-bencinya aku pada musik, hal ini yang tidak bisa kuhindari."
"Karena itu kau tidak mau aku ikut?" Tanya Nova.
"Ya, tapi tidak hanya itu." Sahut Euphy.
"Maaf, tapi aku ingin tahu bagaimana papamu..."
"Kanker, sudah akut, tak tertolong. Setelah tahu, waktu hidupnya tersisa 1 tahun." Jawab Euphy.
"Mamamu?"
Euphy terdiam. Lalu lagi-lagi mulutnya berbicara seenaknya, "Segala sesuatu harus didapatkan dengan usaha. Kalau kau bisa mengalahkanku di ulangan Matematika berikutnya, akan kujawab 1 pertanyaanmu. Apapun itu."
"Apa?" Nova tercengang. "Mengalahkanmu sama saja harus dapat nilai 100!"
"Aku bilang kalahkan, bukan seri. Kalau kau dapat 100 pun, percuma saja kalau aku juga dapat 100." Balas Euphy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hearts' Resonance
Teen FictionBagai bumi dan langit, seperti Kutub Utara dan Selatan, laksana Merkurius dan Neptunus. Begitulah hubungan Euphonia dan Valent. Hanya karena Valent meminta Euphonia bermain piano dalam pentas kelas, gadis itu jadi membencinya dan bahkan untuk menyeb...