Hai ... hai ...
Hari kedua nih. Di hari kedua ini aku akan menceritakan pengalamanku cara makan mie (soba) di kedai mie milik sensei.
Entah keajaiban dari mana, hari-hariku terasa semakin konyol.
Tapi aku suka kok, tetep have fun.Jadi, begini ceritanya ...
Masih seperti hari sebelumnya, aku menolak jalan-jalan dengan yang lain dan aku juga sengaja minta agar tidak perlu ditemani oleh Mayumi neechan.
Perlu usaha yang besar untuk meyakinkan keluargaku kalau aku akan baik-baik saja meskipun pergi sendiri. Berbagai alasan kusampaikan dengan tampang sok meyakinkan. Akhirnya aku diizinkan pergi sendiri. Yey!!!Apa kalian tahu betapa menyenangkannya pergi sendiri?
Bagiku jalan-jalan sendiri tidaklah semenakutkan seperti yang dikatakan saudara-saudara maupun teman-temanku. Toh selama ini aku belajar karate memang untuk mengantisipasi kekhawatiran mereka. Well, meskipun penyakit buta arah dan short term memory-ku cukup mengganggu dan membuatku sering nyasar sih ... Tapi jaman sekarang kan sudah maju, berbagai alat canggih juga sudah tercipta. Gaptek dikit juga ndak apa kok. Toh kita bisa tanya orang. Ujung-ujungnya paling pake bahasa isyarat kalau ada di tempat yang kental penggunaan bahasa daerahnya. The power of kepepet. •̀.̫•́✧Pergi sendiri itu, kita bisa merasa bebas. Nggak ada yang rese' ngajakin buru-buru pulang, ingin ke sana-sini, nggak perlu tuh ngeributin harus makan ini atau itu, ga ada acara jam karet, karena pergi sendiri jadi bisa on time, mandiri, bikin kita lebih berani plus percaya diri, dan yang jelas membuat kita lebih bebas berekspresi sekaligus memperluas komunikasi dengan orang lain.
Ya, nggak?! ^^Siang itu aku mengekor pada sekelompok rombongan turis beranggotakan empat orang bule plus seorang penerjemah berwajah Asia yang masuk ke kedai soba. Karena bahasa jepangku belum begitu fasih, aku ikut mencuri dengar apa yang penerjemah itu sampaikan pada keempat orang bule tadi.
Oh, intinya mereka di bawa ke sini untuk melihat proses pembuatan soba sekaligus akan diajari cara makan soba dengan benar. Aku tidak bisa bilang cara makan soba dengan baik karena apa yang kualami setelah mempraktikkannya ternyata tidak berjalan dengan baik. Hahaha (tutup muka).Well, aku meminta bantuan sang penerjemah yang kece itu untuk menyampaikan pada sensei kalau aku juga ingin belajar seperti rombongan tour itu. Hanya saja aku tidak ingin bergabung dengan mereka dengan dalih malu dan ingin belajar secara khusus karena sedang mengerjakan tugas observasi. Hehehe ...
Penerjemah kece itu pun akhirnya mengerti keinginanku, tapi entah apa dia paham dengan maksudku atau tidak, itu tidak masalah. Yang jadi masalah adalah, aku penasaran dengan jenis kelamin penerjemah tersebut. Dia perempuan atau laki-laki, ya? Imut, putih, kece, bening gitu kalau dilihat. Cewek tomboi kah? Atau cowok yang kalem? Penampilannya ambigu gitu sih ... .
Tau sendiri kan orang jepang sama korea kadang wajahnya hampir sama rata? Cantik semua! Aku aja kalah cantik dibanding cowo jepang dan korea yang sering berlalu-lalang di sepanjang jalan.
Masa' iya aku mau merhatiin dadanya?! atau mungkin aaaaa!!! Tidak! Kan ga sopan. Hadeuh, bikin puyeng aja deh. Oke, lupakan. Nggak usah bahas yang ini.Akhirnya tiba giliranku untuk belajar privat makan soba. Aku duduk di kursi di seberang panci-panci pengolahan soba. Sensei menyajikan satu nampan berisi satu porsi Zaru Soba (mie dengan potongan rumput laut yang ditabur di atasnya), satu cawan kecil berisi potongan sayur-menurutku itu mirip dengan potongan daun bawang yang banyak-, wasabi, dan secangkir kecil cairan hitam -mungkin itu kecap asin-.
Sebenarnya Sensei menjelaskan padaku, yang dihidangkan itu apa saja, tapi yang sampai di pikiranku cuma gerakan-gerakannya saja. Kepalaku sudah roaming dengan bahasa jepang tentang per-e-mie-an, belum kupelajari soalnya. Dan seperti yang telah kalian duga, aku hanya menanggapinya dengan anggukan-anggukan kecil sambil cengar-cengir nggak jelas. Hahaha ...Sebelum kusantap mie-ku, Sensei dengan seragam dan segenap atribut yang menunjukkan kalau dia seorang koki, tampak bersemangat mengajariku langkah-langkah dan aturan makan zaru soba.
Pertama-tama, aku disuruh menyeruput atau mencicipi cairan hitam yang ada di cangkir dan merasakan rasanya.
Kemudian kita ambil mie secukupnya dengan sumpit dan mencelupkannya ke dalam cangkir berisi cairan hitam yang harus kita pegang dengan tangan kiri.
Cara makan mie yaitu dengan menyeruput ujung mie yang ada di sumpit hingga seluruh mie yang kita celupkan ke dalam cangkir berpindah ke mulut kita.Srupuuuttt!!!
Sslllrrrrppp ... !Sensei menyeruput mie-nya dengan cepat dan bertenaga dalam satu tarikan nafas sehingga pipinya tampak kempot dan menghasilkan bunyi yang keras. Aku pun mencoba mengikuti cara yang diajarkannya, namun ternyata menyeruput mie tak semudah yang kubayangkan selama ini. Aku sampai tersedak dan terbatuk-batuk karena gagal menyeruput mie-ku.
Gila! Ga bisa kah kita makan dengan tenang?? Tanpa acara sruput-sruput-an?! Bikin tersedak aja! Untung aku nggak kelolodan mie-nya. Kalau iya kan bisa berabe. Hadeuh ... .Seperti tak mengerti penderitaanku, Sensei masih dengan mata berbinar, bersemangat, setia menungguiku hingga aku berhasil memindahkan semua mie yang ada di cangkir ke dalam mulutku. Sensei juga menambahkan daun bawang dan wasabi ke dalam cangkir kecapku.
Lengkap sudah penderitaanku tersedak dengan berbagai material aneh yang menyangkut di saluran antara rongga hidung dan tenggorokanku.
Aku segera izin ke belakang.
Saat aku bersin, tiba-tiba dari hidungku keluar potongan mie yang kuseruput tadi. Aji gile ... Serem, Coy!!
Mau makan aja ribet bener deh, sampai berasa mempertaruhkan nyawa!
Ga lucu dong kalau di koran muncul berita "Seorang gadis meninggal karena hidungnya tersumbat soba mie." Ngga lucu (¯―¯٥)Ketika aku kembali ke meja makan, Sensei sudah tidak tampak, mungkin sibuk dengan pelanggan yang lain. Yes!! Kurasa setelah ini aku dapat makan dengan tenang. Dengan segera kulahap mie soba hambar dan sesekali meneguk sedikit cairan kecap asin sebagai kuah dan mencampurnya dalam mulutku. Lumayan, jadi ada rasanya.
Baru dua suapan masuk ke dalam mulutku, tiba-tiba Sensei datang membawa gayung kayu kotak, bertutup, dan ada bagian mirip kerucut menyembul di salah satu sudut gayung aneh tersebut.
これをのまないとおそばたべたねうちがない。
Seingatku sih itu yang diucapkan Sensei, tapi entah artinya apa. Lalu Sensei meletakkannya di meja.
Itu namanya Soba yu(そばゆ).
Kali ini aku paham apa yang dikatakan Sensei. Well, mungkin hanya perasaanku saja. Karena berikutnya aku memahami yang Sensei jelaskan dengan bahasa tubuh, isyarat.
Ditunjuklah asal cairan dalam gayung kotak yang baru saja dibawanya. Dari yang kulihat, aku yakin itu adalah air rebusan mie. Bisa dilihat dari sumber panci berisi air mendidih di sudut tempat masak.
Beberapa saat kemudian Sensei menuangkan cairan dalam gayung ke dalam cangkir kecapku lalu aku diminta untuk meminumnya.Buset dah, ini sih bukan minuman! Ini lebih seperti kuah mie yang dipisah dari mie-nya. Rasanya, mirip kayak air kaldu gitu. Entahlah cairan apa itu sebenarnya. Aku terlalu bingung mendeskripsikannya karena orang yang sedang bergerak-gerak di depanku ini.
Dengan semangat menggebu, Sensei menyodorkan cangkir ke hadapanku. Aku pun mau tak mau meminumnya. Tuh, kan?! Ini namanya kuah mie yang endingnya kita minum. Ampun, dah ... Nggak bisa kah Sensei memberiku air mineral saja? Atau mungkin minuman lain yang lebih normal?
Aku berusaha menyampaikan itu semua melalui mimik wajahku karena aku kurang paham menyampaikannya dalam bahasa Jepang yang baik dan benar.
Sialnya Sensei tak mengerti maksud ekspresi wajahku. Dan aku hanya bisa berdoa agar Sensei tak memberiku yang aneh-aneh lagi.つづく
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
私の日記 (Buku Harianku)
Historia Cortaこれは物語りじゃないよ~ 今私は日本語を勉強しています。 本当は漢字がまだ分かりません、まだ読みません。 ヘヘへ これからひらがなとカタカナでかきます。 じゃ、宜しくお願いいたします。 Note : Bagian pertama merupakan rincian kegiatan sehari-hariku. Namun karena malu menceritakannya, maka kutulis dengan hirakata dalam bahasa Jepang. Bagian...