Warning![18+]
Adek-adek menjauh ya.2015, sekarang.
Gadis itu terlihat sangat sibuk mencatat apa yang dijelaskan oleh dosen mata kuliahnya. Walau kenyataannya, dia sendiri tidak terlalu paham apa yang dijelaskan dengan dosennya itu. Mungkin nanti dia bisa menanyakannya pada Jiyong. Biarpun, bertanya pada Jiyong juga tidak akan menjawab pertanyaannya karena jawaban Jiyong akan selalu dan selamanya ngelantur.
"Ya, saya kira cukup sampai disini pertemuan kita kali ini. Minggu depan, ada tes." Ucap dosen itu dingin lalu meninggalkan kelas setelah beberapa mahasiswa-mahasiswi mengucapkan terimakasih.
"Ahri, nanti aku pinjam catatanmu ya." Ucap gadis yang dududk tepat disebelah Ahri, namanya Yaebin. Salah satu primadona di kampus ini.
"Ergh, tapi Yaebin, kalau kamu pinjam nanti kalau aku mau belajar buat tes minggu depan bagaimana?" Tanya Ahri ragu dengan nada takut.
"Jadi kamu gak mau minjemin?!" Tanya Yaebin sambil menggebrak meja membuat Ahri terlonjak kecil.
"Kalau bukan karena-"
"Karena apa?" Potong seseorang membuat Ahri, Yaebin dan beberapa anak yang masih berada dalam kelas menoleh kearah pintu.
Disana, sosok pria dengan tampilan urakan dengan rambut berantakan menatap Yaebin dengan pandangan membunuh. Bahkan melipat tangan didada, bersandar pada kusen pintu dan mengangkat dagunya seakan menantang. Dia, siapa lagi kalau bukan Jiyong.
"Karena apa, Cho Yaebin?" Ulanhg Jiyong sambil melangkah masuk ke dalam kelas dan berdiri tepat disamping Ahri.
Yaebin melunak, bahkan barang menatap mata hitam legam Jiyong saja tidak berani. Jiyong, dalam sekali gerakan mengambil catatan Ahri yang berada dalam genggaman Yaebin.
"Terimakasih, sudah mengembalikannya." Ucap Jiyong dingin dengan pandangan menusuk. Membuat siapa saja disana bisa merasakan aura gelap yang sangat kental. Namun Jiyong, lebih suka menyebutnya kharisma ketimbang dengan sangar.
"Ayo, Ahri." Ajak Jiyong sambil menautkan jarinya diantara jari Ahri. Dengan menunduk, Ahri melewati beberapa pasang mata yang menatapnya dengan pandangan sinis.
Sudah menjadi suatu hal yang biasa bagi Ahri mendapat tatapan seperti itu. Menghina dan sinis.
Jiyong mendudukan Ahri di kantin, lalu duduk dihadapannya dan bertingkah seakan tidak ada sesuatu hal yang aneh disekitar mereka. Selain, beberapa pasang mata yang menatap mereka penuh dengan kecurigaan. Tak lupa dengan bisikan beberapa mahasiswa-mahasiswi yang seperti;
"Apa mereka pacaran?"
"Kau yakin? Jiyong, cucu dari pemilik universitas ini suka dengan perempuan seperti Ahri?"
"Kenapa Jiyong tidak dengan Daybi? Padahal mereka terlihat cocok."
"Mungkin Ahri sirik dengan Daybi."
Ahri semakin mengepalkan tangannya erat diatas pahanya. Bahkan ia tidak berani untuk mengangkat wajahnya selain menatap lantai keramik juga sepatu kets lusuhnya yang terlihat lebih menarik.
"Angkat wajahmu." Titah Jiyong membuat Ahri mengangkat wajahnya. Lebih tepatnya terkesiap dengan ucapan Jiyong.
"Maaf, selalu menyusahkanmu." Lirih Ahri dengan pandangan sedih.
Satu yang Ahri tidak tahu, Jiyong benci ketika melihat Ahri sedih. Jiyong merasa dirinya menjadi tidak berguna ketika Ahri bersedih dihadapannya. Lebih tepatnya, hingga saat ini ia belum menemukan cara yang tepat untuk membuat Ahri tersenyum ketika sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, STAY [ BIGBANG FF]
FanfictionNO CHILDREN (NC) **info** BEBERAPA PART YANG MENGANDUNG UNSUR 17+ DIPROTECT, HANYA FOLLOWERS YANG BISA MEMBACA. cerita ini pernah di publish sebelumnya dengan judul yang sama. namun terjadi perubahan plot secara besar-besaran, tapi sama sekali tidak...