XVII

3.4K 387 11
                                    


"Kil, lo kabarin gue ya kalau lo dijahatin sama Tama,"

Aku memeluknya dengan erat. Bre membalas pelukanku sama eratnya, dan dapat kurasakan tetesan air matanya di bahuku.

"Jangan nangis dong, Bre. Gue makin sedih nih,"

"Lagipula kan bulan Juni nanti kita akan ketemu di Florence. Untuk pernikahan kamu," ujar Karin dengan nada lirih

Aku melebarkan pelukanku untuk memeluk Karin juga. Pelukan kami semakin lebar saat Dita bergabung dengan kami. Berusaha enggak makin sedih dengan perpisahan sementara ini.

"Padahal di jaman kuliah juga kita jarang ketemu ya," celetuk Dita masih dengan agak lirih

Aku terkikik mendengarnya. Aku menghapus air mata yang sudah ada di pelupuk mataku.

"Dit, gue titip perusahaan ya ke lo dan Galih. Tolong jaga dengan baik," aku memberi pesan pada Dita dan dibalas acungan jempolnya

"Bre, sementara ini persiapan pernikahan lo dilakukan sama timnya Sarah dulu ya. Dia ketua divisi persiapan acara, dan kerja timnya bagus banget," kali ini aku memberi pesan pada Bre

Bre mengerucutkan bibirnya dan menggumam pelan, "Dasar Tama nih! Bikin gue jauh aja sama lo,"

"Aku bakal kirim rekaman konser tempat kursusku ke kamu nanti. Sayang deh kamu enggak bisa nonton murid-muridku manggung," ucap Karin

"Sukses ya konsernya. Gue tunggu loh rekamannya," jawabku

"Kamu juga sukses ya disana. Kalau Tama jahatin kamu, bilang kami. Nanti kami susul kesana!" ucapnya semangat

"Wah, seru tuh. Yuk pas libur kita ke Mullingar," ujar Dita semangat

Aku sempat memperhatikan sekelilingku. Lobi keberangkatan bandara Soekarno Hatta dipenuhi oleh ucapan perpisahan. Ketiga anggota timku juga sedang melakukan perpisahan dengan orang yang mengantar keberangkatan mereka.

Iyel berjalan ke arahku dengan membawa koper seukuran pingganggku. Berpergian di musim dingin memang merepotkan karena butuh banyak baju tebal. 4/5 isi tasku adalah baju-baju musim dingin Baju musim semi dan, apalagi, panas cukup tipis-tipis.

Aku memeluk Iyel dengan erat. Ia mengecup dahiku dan memberi pesan, "Baik-baik ya disana, jeng. Kabarin gue kalau sampai ada apa-apa,"

Iyel hanya memanggilku 'jeng' disaat sifat protektifnya keluar begini.

"Liburan nanti kamu pulang ke Jogja sendiri dulu ya. Bilangin ayah dan ibu, aku bakal kesana begitu urusanku di Mullingar selesai,"

Iyel mengangguk dan mengecup dahiku sekali lagi. Jangan salah mengartikan kedekatan kami berdua loh. Kami memang kakak adik sedarah, bukan kakak adik ketemu gede. Kebiasaan yang ditanamkan ayah, kalau Iyel harus mengecup dahiku dan bunda kalau akan berpisah. Seperti perlakuan ayah kepadaku dan bunda.

Galih dan Sarah tenryata datang juga kesini. Sarah memelukku juga dan mengucapkan harapannya supaya projek ini sukses, dan supaya aku menikmatinya sebagai liburan juga. Galih juga mengucapkan harapan semoga suksesnya kepadaku dan 3 anak tim lainnya.

Sepertinya sudah waktunya untuk registrasi tiket dan koper ke dalam. Aku mengajak Arsen, Feri, dan Riri masuk ke dalam.

Kami mengantri untuk melewati detector, dan dapat ku rasakan jantungku yang berpacu. Entah karena akan pergi begitu jauh dari orang-orang yang kucintai itu, projek yang begitu besar ini, atau akan segera bertemu Tama.

***

Aku dan Riri duduk bersebelahan di ruang tunggu keberangkatan. Arsen dan Feri, partner in crime sejak bergabung di perusahaan ini, duduk di lantai sebelahku. Mereka asik mengemil sambil memandangi pemandangan di luar. Tampaknya mereka seru sekali membicarakan penataan taman itu. Padahal langit masih agak gelap saat ini.

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang