"Refan.." Teriak seorang wanita memanggil nama Refan. Refan pun menoleh mendengar namanya di panggil. Lalu menyipitkan matanya untuk mengenali siapa wanita yang kini tengah berjalan pelan menghampirinya.
"Ehh Seina, ada apa Sei? Soal kerja kelompok nanti ya? Di rumah gue kan? Gue bisa kok. Tenang ajaa" Cercah Refan ketika Seina -nama wanita itu- sudah berhasil ada di hadapannya. Seina mengangguk pasti menjawab pertanyaan sekaligus jawaban dari Refan.
"Em, tapi Fan.. Bukan itu yang mau gue omongin ke lu" Jawab Seina to the point dan sedikit gugup.
"Terus mau ngomong apa Sei? Sampe kikuk gitu sih, tumben. Haha" Refan sial Pake ketawain gue segala lagi. Pekik Seina dalam hati.
"Ihh, Refan." keluh Seina.
"Yaudah-yaudah. Mau ngomong apaan sih?" Refan tersenyum hangat sambil menyandarkan tubuh bagian kananya ke dinding.
"Emm gini Fan.." kok gue jadi kikuk gini sih yaa.. Maki Seina di dalam hati.
"Emm gini apa?" Refan menjawabnya terlihat sangat santai dan itu membuat Seina tambah gugup.
"Gini Fan, gu---guee... Guee.." Duhh asli ternyata susah banget ngutarain perasaan ke orang yang kita cinta yaa. Pekik Seina di dalam hati. Tingkahnya sekarang bener-bener gak banget. Badan gemeteran. Kaki gak bisa diem. Muka yang tertunduk karena menutupi pipinya yang blushing.
"Gue? Gue apa Sei? Ngomongnya jangan setengah-setengah dong Sei." Refan terkekeh dan itu buat Seina tambah gugup. Tapi kata Feli kalau kita gugup kita tutup mata aja. Oke aku bakalan tutup mata. Kini batin Seina berbisik memberi arahan.
"Gue.. -Seina pun menutup matanya karena gugup, lalu mendongakkan wajahnya ke hadapan Refan- Gue Sayang sama lu Fan, gue Jatuh Cinta sama lu, gue selalu ngerasa nyaman kalo ada di deket lu, gue gak tau kapan perasaan ini datang, dan yang terakhir. ini bukan dare." Begitu Lancar kata-kata yang Seina ucapkan dengan mata yang terpaksa di tutup dan kini Seina merasa Legaa. Tapi Seina masih takut untuk buka mata.
"Sei.." Refan kini sudah berada di dekat Seina. Ralat. Sangat dekat dengan Seina. Lalu Refan menangkup pipi Seina dengan kedua tangannya. Seina pun membuka matanya dan terbelalak karena kini antara muka Seina dengan mukanya dekat sekali. Deru nafasnya begitu terasa, mata hitam pekatnya begitu berkilat menatap manik mata Seina juga. Hanya seinici jarak hidung mereka di buat Refan lalu Refan mendekap erat tubuh Seina dan Seina pun TERPAKU.
"Sei, lu cantik. Lu manis. Dan lu baik. Makasih ya udah mau sayang sama gue Sei. Tapi Sei gue minta maaf banget, maaf ya kalo gue bukan orang yang lu cari, gue perhatian dan sayang sama lu cuma sebatas temen Sei gak lebih. Maafin gue ya Sei. Gue harap lu dapet yang terbaik dari gue. Mau kan maafin gue? Kita temenan aja gapapakan?. Menjadi teman akan lebih baik buat kita berdua. Oke?" Jlebbb. reflek. bibir Seina yang tadinya mengatup tertutup rapat kini terbuka menganga. Terkejut akan jawaban Refan. Awalannya lembut tapi akhiraannya NUSUK. Refan melepas pelukannya dan tersenyum miris sambil menyelipkan anak rambut ke daun telinga Seina. Mengusap pipi Seina perlahan lalu berjalan santai meninggalkan Seina yang terkejut sendirian. segampang itu Refan jawab, semudah itu Refan memutuskan. Secepat itu Refan pergi tanpa menanyakan dan memastikan keadaan ku apakah aku baik-baik saja atas jawaban dari mulutnya?. Makian dari batinnya menyatu dengan Air mata yang turun dengan perlahan.
Seina terpaku di tempatnya berpijak. Dengan tatapan nanar mengiringi kepergian Refan dari lorong gedung A. Mata yang tadi terbelalak kini meredup. Terisak. Seina terisak. Tuhan manusia macam apa yang aku cintai sedari lama ini? Apa Refan gak punya hati? Seharusnya aku sadar dari dulu. kalau yang namanya REFAN RAHARDIAN. MEMANG GAK PUNYA HATI KHUSUS UNTUK DIRIKU DIA GAK PUNYA HATI. Seina memaki dirinya di dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet.
Short StorySakit. Nyeri. Nyesek. Perih. Luka. Patah begitu aja. Tapi gak berdarah. Gak memar. Gak keliatan. Terus apa pantes ini di sebut luka? Apa ini yang di sebut Patah Hati?. Tuhan sesakit ini kah rasanya patah hati?Kalau begini akhirnya aku lebih memilih...