Senja, andai saja menunggu secepat kepergian mu
Maka, aku bersedia untuk menunggu lebih lama lagi
Senja, jangan kau tipu aku dengan jingga mu,
Jika setelah itu kau berubah menjadi kelam di hidup ku
Senja, bukan kah kau mengetahui semua cerita hidup ku?
Semua pertemuan, bahkan semua perpisahan yang sudah sudah
Senja, kau adalah teman setia ku
Tidak seperti semua orang yang menghampiri ku, lalu pergi
Hanya kepada mu, senja, aku bercerita
Sebab kau menjadi saksi bisu atas segala cerita.
Belum sempat aku mengiringi kepergian matahari, tapi ia sudah terlebih dahulu pulang ke peraduan nya. Jingga perlahan memudar, berubah menjadi gelap malam. Para nelayan pun pergi untuk mencari nafkah, lalu kembali keesokannya. Hamparan pasir putih, desiran air, serta hembusan angin seolah menyapa ku. Angin ber hembus lembut membelai rambut ku. Aku berjalan menuju bibir pantai. Membiarkan kaki ku ter hempas oleh air laut. Lalu aku terduduk, sendiri. Pantai ini sungguh sepi. Seolah ikut mati bersama kepergian mentari. Ah, sekarang aku teringat dirimu, lagi. Semua tempat ini seolah menyimpan cerita. Di setiap sudut pantai ini seolah menyimpan tawa. Masa masa kecil yang selalu bahagia. Kini hanya tinggal menjadi deraian air mata. Aku tak percaya, seseorang yang selalu menjaga ku, mengisi hari - hari ku, kini meninggalkan ku. Selalu ada bayangan masa lalu saat aku terduduk di pantai ini.
Terkadang, aku teringat perbincangan kita dulu.
“Mengapa kenangan itu tidak saja pergi bersama mentari, ya?” Tanyaku kala itu.
“Untuk apa? Toh, dia akan kembali lagi esok hari. Karena matahari masih melaksanakan tugasnya, kan?” jawabmu. Ya, benar sekali katamu. Aku rindu padamu. Aku selalu berharap kau kembali, tapi, sampai saat ini, kata ‘pulang’ untuk dirimu tak kunjung ku temukan.
Janji janji yang pernah kau beri ter lontar begitu saja tanpa adanya kepastian. 2 tahun. 2 tahun aku menanti. Tapi yang aku dapatkan hanya sakit hati. Apa kamu bahagia dengan wanita itu, ya? Pikir ku. Tentu saja, buktinya kau bisa melupakan ku begitu mudahnya.
Kenangan kenangan manis yang kau beri rasanya menghantui hari hari ku. Rasa gembira sekaligus sedih selalu tercipta untuk kenangan kita. Aku terdiam. Hanya ada seruan ombak yang menghempas batu karang. Seolah sumber suara satu satunya di pantai ini.
Tiba tiba, aku merasa ada seseorang yang menepuk punggungku. Aku lantas menoleh. Samar samar aku melihat pria itu. Pria yang hmm…, cukup tampan. Dengan rahang nya yang kokoh, alis yang tebal, bibir yang tipis, serta rambutnya yang lebat. Pria ini tidak terlihat mencurigakan. Bukan pula wajah para penjahat seperti yang ditayangkan di film film. Justru, pakaiannya sangat rapi hanya untuk ke sebuah pantai.
“Boleh aku duduk di sini?” Tanya pria itu dengan se ulas senyum yang terbentuk di bibirnya, membuat pipi tirus nya terangkat.
“Silahkan,” jawab ku.
Pria itu lantas duduk di samping ku, ia melempar tas nya ke pangkuannya.
“Sedang apa kau disini?” Tanya pria itu lagi
“Menunggu,”kata ku sekenanya. Dan memang itu benar adanya.