2003 : Cinta Monyet

965 29 0
                                    

Semenjak kecil aku terbiasa bermain dengan anak laki-laki di komplekku. Karna itu lah aku tomboy sejak kecil. Ditambah dengan kesibukan kedua orang tuaku yang sama-sama bekerja sehingga aku menjadi anak tomboy yang urakan.

Tapi hey..jangan berpikir si anak tomboy ini hanya tau main layangan dan manjat pohon mangga. Karna kenyataannya aku juga tau cinta monyet.

Bagiku saat itu cinta monyet adalah dia yang dengan suka rela mengajakku ikut bersembunyi ketika bermain petak umpet bersama. Cinta monyet itu muncul ketika kami sama-sama main hujan-hujanan di sepanjang jalan komplek bersama-sama.

Dia bukanlah sosok asing di keluargaku, begitu pula keluarganya. Keluarga kami dekat, teramat dekat seperti saudara. Rumah kami hanya berbeda lima petak. Ketika aku masuk SD dulu, Ibunya lah yang mendaftarkanku. Saat itu ibuku baru saja melahirkan adik kecilku.

Ketika SD dulu, kami selalu memperebutkan juara kelas. Kami adalah rival sejati. Mungkin sudah takdirku untuk selalu berada dibelakangnya hingga aku tak pernah bisa menyabet juara pertama dan harus selalu puas ditempat kedua.Menjadi peringkat kedua tidak pernah membuatku menyesal, karna itu berarti dia bisa puas tertawa sambil mengejek ku.

Kami selalu bermain bersama, tak hanya berdua tapi juga bersama anak anak komplek lainnya. Hingga kejadian di waktu kami duduk di kelas enam itu muncul.

Hari itu entah mengapa langit terlihat sangat mendung. Padahal ini masih berada di awal bulan November. Saat tiba waktu ku untuk berangkat sekolah gerimis kecil pun turun. Aku selalu suka hujan karna itu berarti aku bisa bermain air sepuasnya. Tapi hujan ini berbeda. Hujan di pagi hari sama artinya dengan pergi ke sekolah dengan rok merah yang basah terciprat air dan sepatu basah kemasukan air. Aku paling benci dengan sepatu basah. Karna itu akan membuat jari jari kakiku mengkirut, pucat dan jelek.

Aku ingin meminta ibu atau bapak ku mengantarkan ku ke sekolah naik motor, Biar sepatu ku tak perlu basah. Tapi aku melihat ibuku sedang menimang adikku yang rewel dan sepertinya bapak ku belum pulang karna dinas malam.

Aku pun mengambil payung yang biasa digantung dibelakang lemari makan. Terpaksa aku harus berjalan ke sekolahku. Jarak sekolahku memang tidak jauh, hanya sekitar 100 meter dan setiap harinya pun aku terbiasa berjalan kaki ke sekolah.

Mungkin kalian bertanya mengapa dalam jarak yang tak sebegitu jauhnya, dengan jalanan yang beraspal mulus sepatu ku bisa basah. Sepatu ini masih baru, baru dibelikan bapak saat aku naik kelas Juli lalu. Tapi seperti yang ku bilang diawal, aku suka hujan dan itu berarti ketika hujan turun aku akan berjalan di pinggir selokan mengamati aliran air berwarna coklat itu mengalir dan sesekali meletakkan  kakiku diatas aliran air itu. Aku benci Sepatu ku basah tetapi aku tak bisa menolak godaan hujan.

...........................

Ruang kelas hari ini penuh akan payung warna warni, bahkan salah satu temanku yang anak petani membawa caping ke sekolah. Caping itu sedang dipermainkan oleh para anak lelaki di kelasku. Biasanya aku akan ikut main, tapi karna sepatu ku masih basah aku hanya duduk saja. Aku pun mencopot ke dua sepatu ku, memeras keduanya dan menyadarkannya di kolong meja. Begitu pula kedua kaos kakiku, ku sampaikan keduanya di kolong kursi. Senang rasanya terbebas dari sepatu basah. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling kelasku. Ku lihat ada seorang penghuni baru di kelasku, aku berjalan mendekatinya.

" Kamu siapa? Kenapa ada di kelasku?" Tanya ku.

Anak lelaki itu, yang sedang mengamati hiruk pikuk teman teman sekelasku menoleh dan memfokuskan perhatiannya padaku.

" Aku baru pindah kesini. Namaku Danu. Kamu siapa? Kenapa tidak memakai sepatu? " ucapnya

Aku hanya nyengir dan tak memperkenalkan diri padanya. Aku malah berteriak pada gerombolan yang masih bermain caping.

" HEY. Ada teman baru. Kalian udah pada tau? " teriakku.

Salah satu dari gerombolan itu yang tak lain adalah dia menoleh sambil menatapku kesal.

" Berisik kamu Ken, kita tadi udah kenalan. Namanya Danu, pindahan dari Lamongan "

Aku kembali nyengir dan menatap Danu si anak baru. Danu menatapku aneh, aku mengulurkan tangan.

" Aku Niken. Kamu boleh main sama aku "

Danu menyambut uluran tanganku. Mulai hari itu aku punya teman manjat pohon baru bernama Danu.

..................................

Tiga bulan sudah Danu resmi menjadi teman baruku. Kami sering bermain bersama, bahkan sekarang aku lebih sering bermain bersama Danu ketimbang dia. Layaknya anak kecil pada umumnya, aku cenderung melupakan mainan lama ketika memperoleh mainan baru.

Setelah sebulan berteman aku sekarang tau kalau Danu tinggal bersama Budenya yang tak lain adalah ibu RT di komplekku. Danu bilang sekarang ayahnya ada di Solo dan ibunya ada di Lamongan. Saat itu kami belum tau kalau kedua orang tua nya yang tidak tinggal bersama itu sebenarnya bercerai.

Hari itu aku berangkat bersama Danu, ia menghampiri ku kerumah karna rumahnya lebih jauh dari rumahku. Kami berangkat bersama sambil berlari-lari. Ditengah jalan kami bertemu dia yang berjongkok dipinggir jalan. Aku menghampirinya.

" Kamu sedang apa? " tanyaku
" Nungguin kamu sama Danu. Ayo berangkat " ucapnya sambil bangkit berdiri

Kami berjalan beriringan, sesekali berlari dan aku terjatuh. Danu langsung membantuku berdiri sedang dia hanya menertawaiku seperti biasanya.

" Gak usah dibantuin Dan, dia kan emang biasa tukang jatuh gitu " ucapnya tanpa belas kasihan

Danu tak menghiraukannya dan tetap membantu  ku berdiri. Sekalipun sebenarnya aku memang tidak membutuhkan bantuannya untuk berdiri.

" Danu sama Niken pacaran ya.. " ucap seseorang dibelakang ku.

Aku menoleh kebelakang dan melihat gerombolan murid centil di kelasku. Mereka ber enam, dan sudah kelihatan bakat centil dan tukang gosipnya sejak dini.

" enggak " jawabku
" cieee..Niken Danu pacaran. Niken Danu pacaran. Niken Danu pacaran " koar mereka kompak seakan-akan telah menyiapkan kata-kata untuk kejadian ini sejak lama.

Aku marah dan menjeritkan kata tidak sekeras mungkin. Membuat kami menjadi pusat perhatian di lapangan sekolah.

" Kalian kan selalu bareng terus. Berarti kalian pacaran. Kata kakakku kalo orang pacaran itu selalu kemana-mana bareng " kata si murid paling centil itu.

" enggak. Aku enggak pacaran sama Danu. Aku kan sukanya sama Banyu " ucap ku kemudian sambil menoleh kearah dia.

Aku melihatnya mengeluarkan tatapan ngeri sambil melihatku, seakan-akan aku adalah hantu bukannya Niken sahabatnya dari kecil.
" Aku nggak suka "

Dia hanya mengucapkan tiga patah kata itu dan pergi, meninggalkan ku bersama gerombolan centil yang kini memiliki gosip baru tentang ku.

Tuhan, di usiaku yang baru mau menginjak dua belas aku ditolak di depan umum. Apakah ini asal dari segala kisah menyedihkan itu?

.....................................tbc

Note:
Terima kasih untuk semua komen dan vote-nya.
Gak nyangka kalo ada yang mau memberi perhatian ke cerita ku ini. Matur nuwun ;)

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang