Part 1

1.4K 121 5
                                    

Aku bukanlah malaikat bersayap yang berhati baik, tapi aku adalah manusia yang dimiliki ke-egoan dan kemarahan.

= = = 

14 Februari, tanggal itulah yang membekas dalam ingatanku. Karena pada saat itu, aku bertemu dengannya untuk yang pertama kali. Waktu itu Papa memperkenalkannya padaku sebagai adik tiriku yang baru.

Namanya, Blintar.

Blintar Alvaro. Jarak umur kami terpaut cukup jauh. Dia lebih muda 7 tahun dariku. Kesan pertamaku saat melihatnya, kupikir dia adalah pribadi yang sangat dingin dan sombong. Ku akui dia seseorang yang sepertinya mementingkan fashion dan style penampilan. Terbukti dengan caranya berpenampilan yang sangat modis serta cukup mengesankan. Dia memiliki kulit yang putih dan bersih, serta tubuhnya beraroma sangat wangi.

Tapi yang membuatku terkejut adalah ketika Blintar memperkenalkan dirinya padaku dengan sangat sopan. Saat itulah aku menyimpulkan bahwa apa yang baru saja kupikirkan ternyata salah besar.

"Hallo Kak.." ucapnya mengulurkan tangan sambil tersenyum lembut.

Aku membalas salam perkenalannya. Kami berjaba tangan, setelah itu dia memeluk tubuhku sebagai ungkapan sayangnya telah memiliki saudara baru sepertiku.

Pelukan itu, akan selamanya membekas dalam ingatanku.

..............

Blintar menghentikan kegiatannya memakai dasi sekolahnya dan memilih membuka pintu kamarnya setelah mendengar seseorang baru saja mengetuknya.

Senyum merekah di bibirnya begitu tahu siapa yang bertandang ke kamarnya pagi-pagi sekali. Namun hanya sekejap, senyum itu langsung lenyap berganti dengan ekspresi wajah tidak percaya.

"Sial, kak Prada!" remaja berkulit putih itu berdecak lalu berlari masuk kembali ke kamarnya yang berantakan luar biasa. Bantal guling jatuh di kolong ranjang, lalu selimut yang teronggok di lantai.

Ia bahkan mengabaikan sosok yang berdiri di bibir pintu sambil menyunggingkan tawa geli. "Kak, Lo cepet banget sih. Ya ampun, Lo udah rapi lagi. Hah, gue belum nyisir rambut, Sepatu mana sepatu? Jam tangan gue mana lagi? Argh! Gue lupa pakai dasi. Mamapphh...." Blintar baru saja akan berteriak, tetapi teriakannya teredam oleh sebuah tangan.

Sepasang matanya menatap sosok kakaknya yang malah tersenyum setelah menarik telapak tangannya, melepas bungkamannya pada bibir Blintar. Laki-laki yang lebih tua 7 tahun darinya itu menggelengkan kepala lalu meraih kerah kemeja seragam sekolah Blintar.

"Mama lagi sibuk nyiapin sarapan. Lo ini, dasar. Nih dasi udah ngegantung di leher, sepatu ada di lemari, jam tangan di meja belajar. Seperti biasa, Lo nggak perlu nyisir rambut, begini aja udah manis kok." Senyum Prada mengembang, menggoda Blintar memang hal yang menyenangkan.

"Lah, kok manis sih kak? Dari mananya coba? Jelas-jelas gue ganteng, cakep macho begini." protesnya tidak terima. Tetapi sepasang maniknya terbelalak begitu pandangannya tidak sengaja melihat jam yang menggantung di dinding.

"Gawat.., Mama bisa ngamuk nih kalau kita nggak turun lima menit lagi." Blintar berseru lalu sedetik kemudian tersenyum saat melihat dasi yang menggantung di lehernya sudah tertata rapi oleh tangan kakaknya. Dia bergegas menuju lemari untuk mengambil sepatunya. Memakainya kilat kemudian menyambar tas serta jam tangan kesayangannya.

Baru saja ia sampai di bibir pintu ketika suara Prada menggumam. "Lo bakal bikin Mama tambah ngamuk kalau pergi sekolah nggak pake celana Tar."

Blintar melihat ke bawah. Seketika wajahnya berubah salah tingkah. Ia menoleh dan melebarkan senyumnya untuk sang kakak yang sudah menenteng sebuah celana abu-abu di tangannya. Celana sekolah Blintar. Dia memilih berbalik, kembali masuk ke kamarnya. Langkahnya berhenti tepat di depan kakaknya. Laki-laki dengan balutan jas itu berjongkok di hadapan Blintar, " Lo ini, ayo angkat kakinya." Sambil nyengir, Blintar mengangkat kaki kanannya menuruti perintah kakaknya.

I Truth, My TrustWhere stories live. Discover now