Satu

829 40 10
                                    

"MARSSSS!!"

Aku berbalik dan mendapati seorang gadis berlari ke arahku. "Gue lulus, Mars. GUE LULUSS!" teriaknya sambil mengacungkan kertas ke arahku.

Dalam hitungan sepersekian detik, ia memelukku membuat tubuhku sedikit tertarik ke bawah. Aku tersenyum dan membalas pelukannya. "Jadi, kelinci gue lulus?"

Ia menguraikan pelukannya dan melihatku dengan ekspresi kesal. "Gue bukan kelinci lo, Pak Kambing," ucapnya kesal. She is cute.

"Jadi, gue satu sekolah sama lo lagi ya?" tanyaku sambil tersenyum. Ia semakin mengerucutkan bibirnya mendengar pertanyaanku. Ada yang salah?

"Lo kayaknya gak seneng banget satu sekolah lagi sama gue."

"Lah, Ven. Gak gitu maksud gue. Maksudnya mungkin barangkali kita jo..."

"LEOO!!" teriaknya sambil tersenyum semringah ke arahku, atau lebih tepatnya ke belakangku.

"..doh," ucapku pelan.

Semoga Venus tak mendengar apa yang ku ucapkan.

"Hai Ven," ucapnya begitu ia sampai disampingku.

"Lo lulus kuliah disini?" tanya Venus yang dijawab anggukan oleh Leo. Leonardo Gilbert.

"Lo juga?" tanya Leo sok akrab. Jujur saja, aku sebenarnya kurang suka dengan makhluk yang satu ini. Ku.rang.su.ka. Tandai itu. Bukan karena aku ehm, jealous? padanya. Aku hanya, entahlah. Perasaanku dari dulu mengatakan dia bukan orang baik.

Mereka asyik membicarakan sesuatu yang entah apa itu, tapi aku yakin itu membosankan. Ralat, sangat membosankan.

Omong-omong, ada yang jual kacang disini?

"Gue balik duluan," ucapku memotong obrolan mereka. Aku langsung berbalik dan berjalan menjauh.

"Mau pulang bareng gue, Ven?" bukan, itu bukan aku. Tapi makhluk astral itu yang menanyakannya.

"Ehm, lain kali deh Leo. Gue bareng Mars aja. Maaf ya," ucap Venus yang masih bisa ku dengar. Kalo lo mau bareng gue, harusnya lo nyusul gue Venus.

"Mars bukannya..."

"Oh iya! Sorry, g-gue balik duluan ya, Leo. See ya." Kudengar langkah kaki berlari ke arahku.

"Lo kok ninggalin gue sih, Om," ucapnya sambil menjajarkan langkahnya denganku.

"Gue udah bilang kok. Lo aja yang gak denger," ucapku acuh. Benar, kan? Jadi, dimana salahku?

"Lo lagi PMS ya, Om? Tadi lo perasaan masih cengar-cengir aja. Kenapa sekarang lo kayak ibu hamil yang ngidamnya gak diturutin?"

Aku mendelikkan mataku mendengar ucapannya. "Gue bukan om-om apalagi ibu hamil, Nus."

"Eh cumi! Nama gue Venus. Panggil yang bener. Nas nus nas nus. Lo kira gue apaan," ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

She's cute.

Tunggu, kenapa jadi dia yang marah? Kan harusnya aku.

"Nih," ucapku sambil menyodorkan helm padanya. Dia hanya mengambilnya tanpa berkata apapun. Hei, setidaknya ia mengucapkan terima kasih atau apalah itu.

Ah ya, aku lupa. Aku lupa bahwa dia adalah Venus. Felicia Venus. Si cewek tomboy yang entah sejak kapan dia bertransformasi jadi putri yang cantik, anggun, dan menawan. HAH.SKIP.

Mars And VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang