Part 1

2K 109 43
                                    

Ini pertama kali aku bikin fanfiction, jadi maaf yaa kalo masih berantakan, kurang greget, atau apapun.

Oh ya, untuk kosa kata dialognya ada di bawah ya :)

Happy reading guys ^^

[Jangan lupa Vote sehabis baca]

------------------------------------------------

Meera's POV

Main karwaan.. manzil ho tum.. (Aku adalah pengelana.. dan kau tujuanku..)
Jaata jahaan ko.. Har raasta.. (Semua jalan mengarah padamu..)
Tumse juda jo dil zara sambhal ke.. (Setelah kupulihkan hati ini dengan bersatu denganmu)
Dard ka wo saara, kohra chhan gaya.. (Dan sekarang semua kabut deritaku telah menghilang)

(Gerua - Dilwale (2015))

"Didi 1.. Aku tahu suaramu bagus! Tapi jangan menyanyi terus! Aku bisa terlambat nanti!!" Teriak Ishita dari bawah. Aku mendengus.

"Duh! Iya iya! Sabar!" Aku tak kalah keras berteriak. Aku segera mematikan lagu di iPad dan turun. "Masih asyik menyanyi juga," gerutuku. Dia sudah siap di mobil.

"Kalau aku dimarahi guru gara-gara Didi, awas ya!" Ancam Ishoo -- panggilan kecil Ishita. Aku mencubit pipinya gemas dan bergegas tancap gas ke sekolah.

"Alvida 2, adikku sayang. Belajar yang rajin," pesanku. Dia cuma menjulurkan lidah mengejekku kemudian berlari menyapa 2 temannya -- si kembar non identik Veer dan Veera.

Namaku Meera Sharma. Aku memilih bekerja di butik milik tetanggaku untuk belajar mandiri. Ayahku -- Yash Sharma -- pemilik salah satu bank swasta di Mumbai. Sementara Ibuku -- Javeda Sharma -- seorang desainer interior kelahiran Kashmir. Ishita adalah adik pertamaku, adik keduaku meninggal saat berusia 5 tahun karena leukemia. Ishoo sendiri akan lulus SMA beberapa bulan lagi.

"Duh.. pakai macet segala!" Dengusku menatap jalanan. Di India, sudah biasa jika jalanan penuh dengan sapi dan beberapa hewan ternak macam ayam, kambing, atau bebek berkeliaran bebas. Tapi kali aku benar-benar tak sabar karena aku sedang mengejar waktu. Maklum, ini karena aku tidak mau mendengar bosku mengomel sepanjang hari.

"Darimana saja kamu?!" Tegur bosku dengan lantang -- sesaat setelah aku masuk butik.

"Tentu saja dari rumah," jawabku sinis.

Untitled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang