PART 21

336 23 0
                                    

Rachel mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha mengembalikan pandangannya yang sedikit buram. Ia memandangi sekelilingnya, berharap kehadiran seseorang disisinya.

Harapannya hilang ketika ia tidak melihat sedikitpun tanda-tanda dari pria itu, ia justru mendapatkan Valeryan yang tengah menatapnya cemas saat ini. Membuat harapannya hancur dan puput sedemikian rupa.

"Ngapain lo disini?" tanya Rachel datar.

Valeryan mengernyit. "Ngapain? Ada geh lo yang ngapain di sini." Ucapnya. "Kayaknya, pingsan udah jadi hobi lo deh sekarang."

Rachel mengangkat tubuhnya dan merubah posisinya hingga ia terduduk dengan mantap meskipun harus menyender di tembok sebagai penyangga tubuhnya. "Apaan sih kak, baru juga sekali." Dustanya.

"Sekali apanya? Julian sendiri yang bilang kalau ini kedua kalinya." Protes Valeryan. "Gua kan udah pernah bilang sama lo, boong lo tuh gak jago Hel."

Ya. Rachel akui jika dirinya memang payah dalam hal menipu, namun bagaimana lagi? Image baiknya akan jatuh dimata Valeryan jika ia mengakui hal itu. Dan untuk Julian, ia tidak ingin membahasnya saat ini. Jadi maafkanlah dirinya.

"Iya, iya. Terserah lo deh." Ucapnya. "Kok lo gak ke kelas sih? Dari tadi di sini?"

"Iya, iya!" seloroh Valeryan. "Gua rasa lo deh yang harusnya olahraga naik sepedah, buka gua."

"Ish, yaudah sih. Lagian, siapa sih yang kuat berdiri ditengah lapangan siang bolong begitu? Gak ada kan?"

"Halah, alesan aja lo." sanggahnya. "Gimana keadaan lo? Udah baikan kan? Bentar lagi balik nih." Ucap Valeryan santai.

Kedua bola matanya membesar seketika saat mendengar 'bentar lagi balik nih.' Memangnya seberapa lama ia pingsan? Setahunya, baru saja ia memejamkan mata. Namun mengapa rasanya cepat sekali.

Rachel merubah posisinya. "Serius? Jam berapa sekarang?" Matanya mengedarkan pandangannya ke sisi ruangan mencari keberadaan benda yang dibutuhkannya.

3:40

"Kenapa gua lama banget pingsannya?" Tanyanya. "Ini gak ada yang bangunin gua, gitu?"

Valeryan terkekeh. "Siapa sih yang tega bangunin pujaan hatinya yang lagi sakit?"

"Gua pujaan hati lo, gitu?" Tanya Rachel heran. "Ish, kok kayak aneh ya gua dengernya."

"Ya enggak lah, bodoh." Ucapnya. "Julian noh yang nungguin lo."

Rachel tercengang. "Julian yang nungguin gua di sini?" ia mengecek keadaan tubuhnya, khawatir jika pria itu tiba-tiba kalap dan menyayati kulitnya secara perlahan, apalagi baru saja ia mendapatkan sebuah pisau ada di nakas samping ranjangnya.

"Biasa aja kali. Mana mungkin dia mutilasi lo disini." Ucap Valeryan santai.

"Kok lo tau fikiran gua? Belajar baca fikiran dimana lo?"

"Ya elah, otak lo kan dangkal, dek. Lagipula siapa sih yang gak bisa nebak fikiran lo? Curut aja bisa. Fikiran lo kan selalu yang enggak-enggak, makanya gua bisa nebak lo mikir begituan, apalagi ada piso disamping lo."

Rachel mengerucutkan bibirnya. "Ish, otak gua kan gak sedangkal itu. Gua pinter kok."

"Ya, terserah lo lah. Dangkal mah dangkal aja, gak usah sok pinter gitu." ucapnya. "Lo tau gak, dia itu jagain lo dari awal lo pingsan. Dia yang ngusapin minyak kayu putih ke kening lo berulang-ulang, mijitin jari-jari lo, dan pokoknya dia lah yang ngurusin lo tadi." Jelas Valeryan. "Baru aja gua suruh dia balik ke kelas. Untungnya dikelas lo ga ada guru. Jadi kalian aman-aman aja tadi."

Rachel Dan JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang