Part 1 [REVISI]

37 2 0
                                    

Pov Khiera^

Yah. Disinilah aku.
Bersama dengan mesin penghisap debu yang baru baru ini kugunakan.
Tidak. Aku bukanlah pembantu atau bahasa kerennya 'housekeeping'.

Aku adalah aku, Khiera.

"Cepatlah. Sebentar lagi dia datang. Saya tidak ingin kamu sampai terlihat seperti ini. Bersihkan dirimu."
"Baik ma."

Dialah mamaku. Lebih tepatnya adalah mertuaku.

Aku sudah menikah 2 minggu yang lalu. Dan sebaiknya aku segera membersihkan diriku karena tugasku sekarang sudah selesai.

"Sore non. Maaf tadi saya tidak bisa bantu. Saya takut sama nyonya." Bi Mar berdiri di depanku dengan muka bersalahnya.
Aku membalasnya dengan tersenyum mengatakan 'tenang saja. Aku senang melakukannya.' Sambil mengusap tangannya dan kemudian pergi ke kamarku.

#######

"Ayah.." Seorang bocah laki-laki berlari menuju pintu besar sebuah rumah yang tak kalah besarnya.

"Hai nak. Tumben pulang cepat?" Tanya seorang lelaki berwajah tampan sambil menggendong bocah tersebut menuju kamarnya.

"Iya, yah. Dia menjemputku sangat tepat waktu." Bocah itu memberenggut kesal. Ayahnya pun menatap tajam.

"Dia bukan dia. Dia adalah bundamu, Ken. Sopanlah sedikit." Bocah itu pun menunduk ketakutan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Khiera yang melihatnya pun dengan cepat menghampiri mereka di ujung tempat tidur dan mengusap bahu lelaki tersebut dengan lembut sambil tersenyum.
"Sudahlah. Jangan memaksanya." Dan kemudian tatapannya pun beralih pada bocah yang menatapnya marah, "Kau boleh memanggilku apa pun sesukamu. Aku tak marah. Aku tak ingin membuatmu tak nyaman. Okay?" Bocah itu hanya menatapnya datar dan kemudian segera turun dari pangkuan ayahnya dan pergi.

"Maafkan aku. Kau tahu dia sangat keras kepala." Lirih Bian, ayah Ken.
"Hei dia putramu. Tak seharusnya kau mengatakan seperti itu. Bahkan lebih keras kepala kamu daripada Ken." Jengah Khiera melihatnya. Padahal Ken masih kecil, pasti sulit untuk menerima semua ini.

Flashback^

Dimana di malam pernikahan, mereka harusnya melakukan kewajiban mereka sebagai suami istri. Tetapi sang lelaki pergi meninggalkan sang wanita sendiri.

"Bukankah kau yang memintaku untuk mencari wanita lain?" Ucap lelaki tersebut ketika sudah mencapai ruangan yang dituju.
Terdengar isakan yang semakin kencang di dalam selimut.

Lelaki itu pun menghampirinya.
"Lihat aku. Aku sudah mengabulkannya. Kenapa kau malah seperti ini?"
"Tapi bukan seperti ini yang kuinginkan!" Bentaknya sambil membuka selimut dengan hentakan yang tak terlalu kuat.

"Kau tahu? Hikss.. Kau hikss.. Jahat." Lirihnya sambil mengelap ingusnya yang turun.
"Apa kau harus menikahi dia? Jika kau harus menikahinya aku tak mungkin mengijinkannya."

'Sepintar apapun dia, dia tetaplah bocah.' Ucapnya lelaki tersebut, Bian, dalam hati.

"Baiklah. Sekarang terserah padamu. Bagaimanapun semua sudah terjadi. Dan aku tetap memintamu, ah tidak, menyuruhmu untuk memanggilnya bunda. Dan sekarang dia adalah istriku dan juga bundamu." Ucap Bian sambil berlalu pergi.

"Ayah... Ayahh... Kau jahat!! Akan aku adukan pada mama." Teriak bocah lelaki, Ken, dengan tangisannya yang semakin kencang.

Klik. Bian segera menutup pintu. Dia tak akan tega melihat anaknya menangis.

Keras kepala dibalas keras kepala.

#########

Dengan perlahan Bian membuka pintu di depannya, seharusnya dia menemani sang istri (yang baru dinikahinya) yang sedang tidur. Tapi sepertinya si manja jagoannya baru bisa ditinggalkan. Tatapannya yang sedang fokus pada istrinya, kini menatap sebuah kertas yang berada di samping kepala istrinya.

Bian mengambil kertas itu dan tersenyum membacanya,

'Maaf, mungkin tidak hari ini ^-^

aku belum siap, Maaf'

Bian segera membaringkan tubuhnya di samping istrinya kemudian mengecup pelan keningnya.

"terimakasih."

############%%%%%%%%%%%%%

Ini First Story aku,

Vommentnya ya pliss..

Tapi kalo ga vomment juga gapapa tapi kasih tau pengguna wattpad lain yaa biar pada baca ceritaku.. Hehehe☺️☺️☺️

Makasih yang udah mau baca❤️❤️

A Little Happiness [Repost The Reason]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang