1

34K 223 6
                                    

STELLA

Seumur hidupku, aku belum pernah menemukan seorang lelaki tampan sepertinya.

Terdengar klasik dan mirip dengan kisah di novel-novel yang sering kubaca.

Ada seorang lelaki yang resmi menjadi murid baru di kelas kami hari ini. Dan dia sangat tampan. Kurasa bukan hanya aku seorang yang menyetujui hal itu, karena saat dia memperkenalkan dirinya dengan bahasa formal, perempuan-perempuan di kelasku mulai berbisik-bisik antusias.

"Nama saya Xylvero Al Lockhatt," ucap lelaki itu dengan senyuman tipis yang menambah kesan menariknya. "Panggilan saya Xylver."

Sontak mata kagum para muda-mudi tak terelakkan. Aku tidak bercanda. Bahkan anak cowok pun memasang matanya lebar-lebar karena murid baru itu. Kuakui, dia memang sangat menawan dan tentu saja sanggup untuk menarik perhatianku yang notabenenya bukan tipe cewek penyuka cogan.

"Xylver, kamu boleh duduk di sana, ya," kata Miss Watson sambil menunjuk tempat duduk di samping David.

Semua mata sontak menatap waswas ke arah David. Semuanya tahu bahwa David merupakan seseorang yang sangat sensitif dengan sesuatu yang cantik atau tampan, mengingat David sudah ditolak oleh semua gebetannya semasa hidupnya.

Ada alasan di balik semua itu; David seorang pembully, dan kupikir semuanya lebih setuju untuk membiarkan Xylver duduk di samping Narry yang merupakan seorang cowok nerd yang hobi menyendiri di kelas. Setidaknya, tidak akan ada yang melihat anak baru itu diganggu.

Xylver menurut. Dia melangkah mendekati meja David. Saat melewati tempat duduk Jack, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana Jack memanjangkan kakinya secara tiba-tiba, dengan harapan bisa membuat Xylver terjatuh.

Semuanya juga tahu alasan Jack melakukan itu. Itu karena Jack adalah sobat baik David.

Namun semuanya ternyata berjalan lebih baik dari dugaanku. Tepat saat Xylver berjalan dan tersenggol oleh kaki Jack, alih-alih melihat Xylver terjatuh, kami semua mendengar suara yang lebih mengerikan.

"KREKK!"

Sedetik kemudian, Jack berseru histeris. Kami semua pun ikut panik lantaran mendengar dengan jelas bahwa suara itu berasal dari tungkai Jack.

Jack dibawa ke UKS dan mengalami patah kaki yang cukup serius.

Sedangkan Xylver tak henti-hentinya meminta maaf kepada Jack. Dia jugalah yang membopong Jack sampai ke UKS begitu insiden terjadi.

Pada akhirnya, Xylver tetap duduk di samping David. Namun rasanya kami tidak lagi khawatir bahwa dia akan dibully, karena David juga jelas-jelas menjaga jarak darinya.

Kupikir dia akan menjadi anak baru yang aktif dan ramah, lalu pelan-pelan berbaur dengan kelas tanpa disadari. Tetapi, ada hal yang lebih mencegangkan terjadi.

Sylver berdiri di depan mejaku.

"Hai. Nama Anda siapa?" tanyanya dengan bahasa formal.

Aku melirik beberapa teman yang duduk di sekitarku dan memperlihatkan wajah cengo mereka. Tentu saja aku bingung dengan pilihan yang dilakukan Sylver. Aku bukan gadis yang menarik di kelas, ada gadis lain di kiri dan kananku yang jauh lebih cantik dan menarik.

Tidak ingin membuat Xylver merasa terasingkan  karena kuabaikan, akhirnya kujawab dengan senyuman.

"Aku Stella."

Xylver menyambut senyumanku dengan senyuman yang lebih lebar.

"Senang bisa bertemu dengan Anda lagi."

Ucapannya membuatku bingung. Kuputuskan untuk mengabaikan kata-katanya, karena orang-orang mulai memandangiku dengan tatapan memusuhi. Kutatap balik saja mereka dan melemparkan kode bahwa Xylver pasti akan berbicara dengan mereka nanti, tetapi rupanya ramalanku salah. Xylver tampaknya tidak tertarik untuk berbincang dengan mereka.

"Apakah nanti Anda bisa membawa saya berkeliling setelah pulang sekolah?" tanya Xylver.

Tatapan dalamnya membuatku sontak memalingkan wajah. Astaga, dia benar-benar tampan sekali dan mataku pasti telah tersucikan setelah bersitatap lumayan lama dengannya.

"Sayangnya Stella punya kegiatan klub setelah pulang sekolah, iya kan, Stell?" Suara Elisabeth dari sebelah kananku membuatku menatapnya datar.

"Iya, aku punya kegiatan klub," jawabku, mengiyakan perkataan Elisabeth.

Memang benar katanya. Kalau pun aku memang ingin menemaninya, aku tetap harus menolak, karena klub yang kuikuti memang agak keras. Tentu saja aku tidak boleh absen.

Xylver menatap ke arahku, "Klub apa yang Anda ikuti?"

"Klub renang," balasku pendek. "Kalau kamu memang mau berkeliling hari ini, ajak saja yang lain."

"Saya bisa menunggu sampai Anda selesai," kata Xylver sambil tersenyum lembut. "Kebetulan, saya senang melihat orang berenang."

Elisabeth dan aku saling bertukar pandang setelah saling mengerjap beberapa kali. Aku bingung bagaimana cara meresponsnya.

"Uhm, baiklah kalau begitu," balasku pada akhirnya.

Saat Xylver sudah kembali ke tempat duduknya, Elisabeth berbisik sinis kepadaku, "Kelihatannya dia nakal, tapi mencoba untuk tetap sopan."

Aku mengendikkan bahuku, bingung. Sejak awal aku memang tidak mengerti maksud dan tujuannya berbicara denganku.

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Demon's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang