"Tiara." sahut seseorang dari belakang seorang gadis yang tengah mencari bangku kosong.
Tiara menoleh ke belakang dan mendapati seorang cowok yang tadi memanggilnya sedang tersenyum.
"Arta? Lo sekelas dengan gue?" tanya Tiara kaget sambil mendekati cowok itu. Tak urung dia juga tersenyum.
"Hah? Lo nggak liat di daftar murid baru? Tadi gue liat lo lama banget melototin kertasnya." balas Arta yang membuat Tiara berhenti sejenak untuk mengingat-ingat.
"Oh iya. Gue lupa." kata Tiara sambil nyengir, ia sudah di dekat Arta. Kemudian kembali mencari bangku kosong. Walaupun di sebelah Arta kosong, tapi Tiara mencari siapa tahu ada seorang perempuan yang suka berdiam diri. Ia lebih memilih perempuan yang pendiam daripada yang cerewet.
"Nyari bangku? Sebelah gue aja, Ra." usul Arta akhirnya. Tiara berniat untuk mengiyakan, tapi matanya menangkap sosok cewek berambut sebahu duduk sendiri di barisan keempat di barisan sebelah Arta, atau lebih tepatnya di belakang Arta barisan sebelah.
"Gue duduk di sana aja, Ta." kata Tiara sambil berjalan ke cewek tadi, Arta menoleh kearah yang Tiara maksud.
"Hai. Sebelah lo kosong? Gue duduk di sini ya?" izin Tiara pada cewek yang sedang menatapnya lekat-lekat.
"Umm... I.. Iya, silakan." ujarnya setelah menatap Tiara. Tiara tersenyum kemudian duduk di sebelah cewek itu.
"Nama lo siapa?" tanya Tiara setelah beberapa detik saling diam untuk memecah kecanggungan.
"Yani. Lengkapnya Fitriyani. Nama lo Tiara kan?" kata cewek itu sambil kembali menatap Tiara yang di balas dengan wajah bingung oleh Tiara.
"Iya. Lo tau dari mana?" tanya Tiara ingin tahu.
"Umm... Tadi cewek-cewek itu pada ngomongin lo. Trus lo juga dipanggil 'Tiara' oleh Arta." jelas Yani sambil menunjuk gerombolan cewek tidak jauh dari Tiara yang sedang asik merumpi. Tiara menatap mereka yang juga sedang menatapnya.
"Ngomongin gue? Kok bisa? Terus, lo kenal Arta?" tanya Tiara yang ke-kepo-annya sedang kambuh.
"Umm... Lo nggak tau? Mereka ngomongin lo karena lo ngobrol dengan Diky tadi pagi. Trus, hampir seluruh sekolah kenal Arta." kayaknya si Yani nggak keberatan deh ngejawab ke-kepo-an Tiara, apa karena takut ya? Haha.
Kini Tiara tak menjawab. Diky? syape tuh? Oh, yang songong tadi pagi kah? Ooh.. Nama ntu orang Diky. Eh, trus kenapa kalau ngomong sama dia? Emang dia artis? Tiara bergumam dalam hati.
"Gue Diky. Gue nggak songong dan gue emang artis. Baru tau? Dasar kuper berat lo." tiba-tiba suara tenor yang tak mungkin milik Yani membuat Tiara mendongak. Manik matanya yang hitam bening menatap sepasang manik azure. Laki-laki dengan wajah gosokannya, Datar plus panas, ngeselin lah pokoknya.
Tapi yang membuat Tiara kesal bukan karena ekspresinya itu, tapi perkataannya yang seolah membaca pikirannya.
"Apa lo? Sok banget sih lo, onta!" umpat Tiara emosi karena Diky tadi mengejeknya, serta kenyataan bahwa sekelas dengan nih cowok membuatnya makin kesal.
"Onta?" tanya Diky dan Yani hampir bersamaan.
"Dah sana pergi! Ganggu pemandangan aja." ujar Tiara lagi sambil menatap Diky sinis.
Diky hanya menggidikkan bahu dan berjalan selangkah ke depan. Ia duduk di samping Arta yang masih kosong, karena dekat dengan tempatnya berdiri. Sekilas, Tiara melihat mereka berdua tidak berbincang sama sekali.
•••
"Tiara Salsabila."
"Hadir."
"Tiara Komala."
"Hadir."
"Ulfa Adinia."
"Hadir."
Tiara sedang menopang dagu dan melamun setelah tadi selesai di panggil. Sekarang para murid sedang diabsen oleh para OSIS. Sebentar lagi juga perkenalan diri.
"Tir, ngomong-ngomong kenapa lo manggil dia onta?" Yani sepertinya masih penasaran kenapa Tiara memanggil most wanted dengan panggilan onta.
"Onta itu lucu loh, Yan. Tapi sayang, bau. Gue pernah sekali naik onta, tau nggak, kaget banget gue waktu si onta mau berdiri, karena dia nungging! Persis kayak Di—ahahahahh. " jawaban ngasal Tiara dipotong oleh cubitan kecil yang terasa geli di pinggangnya.
"Seriusan dong, Tir." rajuk Yani. Huh.. Sepertinya Yani itu cewek pendiam kalau nggak deket dengannya. Tapi nggak papalah. Tiara hanya cecengir sendiri.
"Ma--"
"BAIKLAH! SEKARANG SESI PERKENALAN DIRI! DIMULAI DARI KAMU YANG CECENGIR GAJE SENDIRI ITU!" teriakan kakak OSIS barusan sukses membuat Tiara kaget setengah mati. Seluruh kelas menatap ke arah yang sama dengan tatapan kakak OSIS, yaitu Tiara.
"Ayo maju ke depan!" lanjut kakak OSIS yang tak Tiara ketahui namanya. Setelah Tiara maju kedepan, segera di suruh-suruh lagi oleh kakak OSIS itu.
"Nama panjang, Tiara Salsabila Utami. Alumni SMP 2. Alamat Jalan Pamur nomor 12. Umur 16 tahun. 3 bersaudara." kata Tiara singkat. Padat. Cepat. Tepat. Dan ia segera kembali duduk. Tapi, sebelum sempat tiga langkah, pintu kelas terbuka dengan sedikit bantingan ringan.
Seluruh kelas menatap sosok yang memasuki kelas dengan napas tersenggal itu.
"Maaf, sen—eh, kak. Tadi ada sedikit urusan." kata sosok itu sambil mengelap keringatnya dengan sapu tangan yang dibawanya.
Kakak OSIS itu menatap sosok tadi dengan pandangan yang tak dapat diartikan.
"Baiklah. Eh, sebelum itu, siapa namamu?" ucap Kakak OSIS itu setelah tatapannya yang bikin sosok tadi was-was.
"Tat—Eh, Ardi Tatsuki." ucapnya yang sempat mengatakan nama kecilnya.
"Hah? Tunggu, tunggu... Bukankah Ardi Tatsuki itu kelas 10 IPA-D?" kakak OSIS memastikan bukunya berkali-kali. Seluruh kelaspun sedikit riuh. Ada yang bilang 'nih anak udah telat, nyasar pula' yang tertangkap oleh indra pendengaran Ardi.
"Benar, saya Ardi Tatsuki yang itu. Tadi Pak Guru memanggil saya ke kantor dan bilang bahwa kelas saya di daftar lembar di mading salah. Guru yang mengetiknya salah mendengar kelas B jadi D." papar Ardi panjang lebar.
Seluruh kelas—kecuali Tiara, Diky, dan Arta—ber-oooh-ria.
Tiara malas sekali. Dia masih berada di depan kelas. Apalagi ia menyaksikan tatapan antusias seluruh siswi dikelas—tentu kecuali dirinya—karena wajah Ardi yang terlihat berbeda. Yah, dari nama saja ketahuan.
"Baiklah, nah mumpung kamu sedang berdiri, sebaiknya langsung perkenalan diri. Hei, kau, silakan duduk." kata Kakak OSIS itu pada Ardi dan Tiara.
Saat Tiara melewati Ardi, tatapan mereka sempat bertemu, walau sebentar karena segera diputus oleh Tiara yang tak sabar ke bangkunya.
"Nama saya Ardi Tatsuki, panggil saja Ardi. Saya blasteran Indonesia-jepang. Ibu saya Indonesia dan Ayah saya jepang. Saya lahir di Indonesia namun enam tahun tinggal di jepang. Umur saya 17 tahun maret nanti. Alamat Jalan Pamur nomor 23. Sekian." jelas Ardi yang langsung membuat kelas kembali sedikit heboh.
"Oh. Satu komplek dong dengan dia." celetuk salah satu siswi di barisan depan yang membuat Ardi menatapnya.
"Dia?" tanyanya bingung. Dia baru saja pindah rumah tiga hari yang lalu, jadi tak tahu siapa yang satu komplek dengannya.
"Tadi yang maju. Tiara." ujar siswi itu lagi. Dia merasa klepek-klepek dilihat oleh mata shappire Ardi.
Sedangkan Tiara sendiri sedang menidurkan kepalanya diantara kedua tangannya yang dilipat di atas meja, sehingga rambut panjangnya yang diurai menutupi sisi samping kanan-kiri wajahnya.
Tanpa sadar Ardi tersenyum. Walaupun tidak terlalu kentara karena dia sedari tadi tersenyum, tapi dua manusia yang ahli dalam mengatur ekspresinya dapat mengetahui senyuman apa dan untuk siapa itu.
•••
a/nBtw, ada sedikit perubahan di cerita ini,, tapi gak merubah alur cerita sih..
Oke, see you again.
-Az
27 mei 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare [HIATUS]
JugendliteraturSejujurnya, pertemuan dan perpisahan itu adalah takdir. Meski berulang kali kau pertahankan, atau kau perjuangkan, yang namanya takdir perpisahan, tak elak kau putuskan. Atau berulang kali kau menolak, menjauh dari seseorang, yang namanya takdir per...