~Mutiara Di Balik Senja~

91 15 18
                                    


Sore itu, secangkir cappuccino hangat menemani senjaku. Langit tampak memancarkan keelokannya , seolah menyapa para wisatawan agar tetap singgah di singgasananya. Langit orange kemerah-merahan membentang di ufuk barat sepanjang pantai pasir putih itu . Lembaran air biru berubah menjadi merah kemilau namun tetap tampak elegan. Banyak sekali wisatawan yang berlegok mengabadikan momen itu termasuk teman-temanku. Aku sengaja memisah dari teman-temanku yang berlegok dengan tongkat mungilnya menjulang ke sana kemari mengabadikan pemandangan yang tampaknya belum pernah mereka temukan sebelumnya.

Mataku tertuju pada satu titik, lelaki berlesung pipi ,manis , tinggi semampai , berkulit kuning langsat dengan hidung mancung dan bibir merah yang duduk di salah satu bebatuan menghadap ke ufuk barat. Kira-kira lima puluh meter dari tempatku duduk memanjakan diri dengan cappuccino hangat. Wajah manis dan lesung pipinya membuatku ingin terus menatapnya namun tampaknya ia mulai menyadari pengintaianku. Sekejap aku memalingkan mukaku ke arah teman-temankku yang berlegak legok dengan gaya terunik mereka. Senyuman kecil tersirat dibibirku melihat mereka berlari kesana kemari mencari bidikan yang tepat. Melalui senyum kecilku itu ku sembunyikan pengintaiankku darinya.

Tak lama aku mengembalikan pandanganku kepada laki-laki manis itu. Laki-laki itu menghilang begitu saja. Bola mataku berputar kesana kemari mencari sesosok laki-laki tinggi semampai itu. Namun ke sudut manapun mataku tertuju aku tetap tidak menemukannya.

"Kemana perginya laki-laki itu?"

"Kamu nyari siapa?"

"E-e-..enggak. K-k- kamu sejak kapan berdiri di situ?

"Kamu seperti melihat setan aja, biasa aja kali aku bukan setan kok. Aku sudah dari tadi disini. Aku tahu, kamu memperhatikanku dari tadi. Iya kan?"

"E-enggak! PD banget sih!"

"Sekeras apapun kamu mengelak, tetap saja matamu tidak akan pernah bisa berbohong. Apalagi cara bicaramu yang terlihat gerogi dan wajahmu yang memerah itu. Bahasa tubuh tidak akan pernah bisa berbohong, meski kamu berusaha menutupinya"

Jawabnya seolah ia tahu semua yang ada di pikiranku. Tak hanya wajahku yang memerah, namun rasanya seluruh peredaran darah mulai memainkan perannya. Mendidih dan mengalir ke seluruh celah tubuh hingga memuncak di wajahku yang berwarna merah merona karena pertanyaan- pernyataan mematikan laki-laki tinggi semampai itu yang merasuk ke seluruh tubuhku.

Diriku benar-benar dibuatnya mati kutu. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa jika ia melontarkan pertanyaan-pertanyaan mematikan kepadaku lagi. Pikiranku kacau saat itu juga. Aku menjadi tidak fokus dan terus-terusan berbincang dengan pikiranku sendiri. Bahkan aku juga tidak sadar jika aku telah mengabaikan beberapa pertanyaannya dalam lamunanku.

"Hei! Are you okay!"

Tangannya meremas dan menggoyang-goyangkan lenganku. Ia benar-benar berusaha menyadarkanku dari lamunanku. Remasannya semakin terasa cukup sakit dilenganku. Sontak aku memukul tangannya yang meremas lenganku itu dengan keras hingga tangannya terjatuh dari lenganku.

"Sakit ! Apaan sih!"

"Ma-Maaf mas, saya nggak bermaksud mukul"

Jawabku sedikit membentaknya, namun seketika aku sadar dari lamunanku dan segera meminta maaf kepadanya. Sontak wajahnya kembali dingin kepadaku.

"Iya ga papa kok, sama-sama sakitnya kan? Lain kali jangan mukul orang sembarangan"

"Ih dasar cowok aneh , tadi sok tau, terus sok khawatir, sok manis, sekarang malah sinis. Maunya apasih ni orang?! Dasar orang bertemperatur aneh!"

Mutiara Di Balik SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang