Part 2. Jangan Bunuh Diri!

13 0 0
                                    

*Tania POV*

Kulajukan mobilku dengan kecepatan tinggi agar aku segera sampai dirumah. Aku sudah tidak punya mood lagi untuk berlibur di tempat ini! Kuinjak pedal gas semakin dalam, jalanan masih agak sepi. Sesekali mataku meneliti ke sisi jalan berharap bisa menemukan pom bensin terdekat.

Ahh, benar saja! Baru saja kubilang untuk mencari pom besin, mobilku sekarang justru sudah berhenti macet ditengah jalan. Dengan terpaksa aku pun turun dan mendorong mobilku agar sedikit menepi. "Sial!" umpatku kesal.

Kucoba beberapa kali untuk memberhentikan mobil yang lalu lalang tapi mereka sama sekali tidak menggubrisku. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Begitu paniknya aku sampai lupa dengan yang namanya jasa mobil derek?

Aku terpaksa duduk dipinggiran trotoar seperti orang hilang sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling jalan. Kulihat sekitar 120 meter didepanku ada jembatan yang cukup besar. Kulangkahkan kakiku untuk mendekat kesana.

Perlahan kupandangi riak air sungai yang lumayan deras dibawah sana. Airnya keruh berwarna kecoklat-coklatan. Sekelebat bayangan yang baru saja kusaksikan dan tidak seharusnya kuingat-ingat lagi itu justru muncul dan bertebaran dimana-mana. Perlahan air mataku menetes, membuat kedua pipiku sembab dan sedikit lengket.

Jika ditanya apa aku lelah, tentu saja jawabanku adalah iya! Aku lelah seperti ini, terus-menerus disakiti, entah sudah berapa banyak luka yang tertanam di dalam sana. Aku tak ingat dengan jelas, lagipula aku juga tak ingin mengingat-ingat itu lagi. Ya, aku yakin bahwa sejatinya cinta itu memang ada, tapi aku masih belum bisa menemukannya meski aku telah banyak bergelut dengan rasa sakit.

Kupegang erat pagar besi jembatan dihadapanku hingga buku-buku jemariku memucat. Aku tak mau menyimpan luka ini terlalu lama, aku ingin melepaskannya, sesegera mungkin. Disini. Hanya tempat ini yang bisa aku jangkau sekarang.

Kupanjat satu persatu pijakan besi pagar jembatan agar aku bebas berdiri diatasnya. Perlahan tapi pasti, kuangkat dan kurentangkan kedua tanganku seolah aku siap untuk terbang. Semilir angin pagi yang masih terasa cukup sejuk kini menerpa wajahku dan menerbangkan beberapa helai rambutku dengan nakal. Saat aku hendak menarik nafasku dalam-dalam, tiba-tiba sepasang tangan sudah membelit perutku, memelukku dari belakang dengan sangat erat dan membuat keseimbangan tubuhku sedikit kacau.

Tunggu?? Apa tadi aku bilang??? Memeluk?? Membelit? Haaaaa.....?! Siapa yang berani memelukku seperti ini?!

"Astaghfirullohal'adziim.. Mbak.. Mbak.. Mbak jangan bunuh diri mbak! Ya Alloh, bunuh diri itu dosa mbak?!"

Kudengar decakkan istighfar ala ustadz dan pak kyai yang biasanya memberi ceramah rutin di pengajian-pengajian dengan kecemasan tiada tara. Kurasakan tubuhku mulai ditarik-tarik, aku yang masih shock hanya bisa berpegang erat pada pagar jembatan agar aku tidak tergelincir dan jatuh.

"Ya Alloh Ya Rabbi.. Mbak, ayo turun mbak! Ini bahaya ini mbak! Mbak ayo istighfar mbak, istighfar!! Inget sama yang diatas mbak! Aduhh.. mbak ini masih muda, cantik lagii.. Masa iya mau bunuh diri si mbak? Kasihan nanti orang tua mbak pasti bakal nangis-nangis kalau tau mbak nekat begini!!" dan sekarang dia sudah mulai ceramah panjang kali lebar.

Ishhh. Apa coba?? Siapa juga si yang mau bunuh diri?! Anak kecil juga tahu kali kalo bunuh diri itu dosa. "Lepasin! Lepasin gak?! Kamu tu apa-apaan sih pake peluk-peluk aku kaya gini?! Gak lucu tahu! Lepasin!" geramku kesal.

Kucoba untuk menarik lepas kedua tangannya yang membelit erat perutku. Tapi sia-sia! Tangannya kuat sekali, seperti sudah terborgol disana, aku sendiri sampai merasa perutku sakit akibat ditarik-tarik seperti itu.

"Ehh? Iya maaf mbak, bukannya saya cari-cari kesempatan buat meluk-meluk mbaknya kaya gini-" sanggahnya sambil mempraktekan bahwa dia sedang memelukku. Ishhh. Apa coba? Tanpa praktek pun dia juga lagi meluk aku kan?? Aneh!

LOVE Where are you? (Re-write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang