Matahari terik menyayat setiap permukaan kulitku, kusingkap anak rambut yang menempel didahiku. Ujian masuk tinggal beberapa minggu lagi, aku akan lebih berusaha untuk dapat tembus masuk ke perguruan tinggi yang kuidamkan. Aku tidak mau mengalami kegagalan yang kurasakan tahun lalu. Hari ini aku akan pergi menemui temanku yang sudah lolos tahun lalu, sekedar meminta saran untuk menghadapi ujian nanti.
Memasuki stasiun kereta disiang hari tetap penuh sesak. Bau keringat menyerbu penciumanku. Aku mengerenyit sambil memperhatikan gerbong kereta yang memasuki stasiun. Berdesak-desakan dalam KRL sudah menjadi hal yang biasa. Gerbong yang aku masuki salah satunya. Kereta mulai bergetar saat melaju meninggalkan stasiun. Kereta sudah melewati beberapa stasiun, dan itu membuat gerbong semakin penuh sesak. Sebelumnya aku tidak begitu memperhatikan perilaku pria tua yang berdiri disampingku, hingga aku melihat apa yang dikeluarkannya. Aku melongo melihat pria itu mengeluarkan 'jamur'nya dan menekan benda itu kedepan -tepat kedalam rok seorang perempuan yang berdiri dihadapannya.
Aku mencoba melihat wajah gadis muda itu, dan melihatnya mulai menahan tangisannya. Ini pelecehan seksual, pikirku. Aku menengok kesekelilingku, tampaknya yang lain tidak memperhatikan -atau berpura-pura tidak melihat.
Apa yang harus kulakukan?
Aku hendak menegur pria yang sedang keasikan menyodok itu saat kulihat tangan mungil itu melewati badanku dan mengarah kebawah. Kejadian itu begitu cepat, dan berikutnya kudengar jeritan tertahan dari pria tua itu. Semua perhatian tertuju pada kami berempat. Pria tua yang menjerit kesakitan, gadis muda yang mulai menangis, gadis mungil yang mencengkram 'jamur' pria tua itu, dan aku yang melongo diantara mereka.
"Sakit! Lepaskan!" Rengek pria tua itu.
"Hentikan melakukan hal menjijikkan ditempat umum." Kata-kata itu hanya berupa bisikan dari gadis mungil itu. "Petugas! Panggilkan petugas!" Lanjutnya.
Orang-orang sekitar mulai memanggil petugas dan yang lain mulai mengintip ingin tahu. Tak lama kemudian petugas datang menghampiri gerbong kami setelah melewati himpitan massa. Dengan lugas gadis itu menceritakan apa yang sedang terjadi -masih mencengkram 'jamur'. Pria tua itu sudah mulai menangis memohon agar bagian tubuhnya dilepaskan yang membuat si gadis mungil semakin kencang memcengkramnya.
Petugas mengerenyit ngeri kemudian berkata "Kita berhenti di stasiun selanjutnya untuk menindaklanjuti hal ini. Erm...Ibu, mohon dilepaskan dulu er anu bapaknya. Sebentar lagi kereta mencapai pemberhentian berikutnya."
Gadis mungil itu menatap pria tua, meremas kencang sebelum melepaskan cengkramannya. Aku ikut mengerenyit ngilu menyaksikan hal itu. Petugas kemudian menanyakan siapa yang menyaksikan kejadian itu untuk dijadikan saksi. Yang lain pura-pura tidak mendengar dan memalingkan wajah mereka, sama halnya dengan aku. Hingga kemudian gadis mungil tadi menunjuk mukaku.
"Dia berdiri disamping pria itu." Katanya.
"Benar?" Tanya petugas itu menghadapku.
Aku menelan ludah dengan susah payah kemudian mengangguk sebagai balasan.
"Baiklah, mas nanti ikut kami juga turun di stasiun berikutnya." Kata-kata petugas itu diredam oleh suara desas desus penumpang lain yang ingin tahu.
Tak lama kemudian gerbong bergoyang kembali dan mulai melaju pelan hingga benar-benar berhenti, rasanya aku ingin sembunyi saja dan menghindari untuk ikut turun di stasiun ini. Dengan langkah yang ringan gadis kecil itu mendahuluiku turun mengikuti iringan petugas dan pria tua tadi. Aku turun dan menjajari langkah gadis itu. Tingginya hanya mencapai dadaku saja, rambut lurus hitamnya dikucir asal-asalan dan tertiup angin dari kereta yang melaju. Dia mengenakan baju terusan warna putih yang mengembang diujungnya -membuatnya seolah melayang diatas aspal. Wajah mungil itu tidak menunjukan ekspresi apapun, seperti boneka. Mata bundar itu hitam namun terlihat kecoklatan saat terkena sinar matahari, bibirnya kecil dan tipis namun berwarna merah dan menggoda -what?! Apa yang barusan aku pikirkan? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan mencoba untuk tidak memikirkan wanita aneh yang mencengkram 'jamur' tanpa pikir panjang -ditempat umum pula. Semakin dicoba, tanpa sadar pandanganku kembali meneliti tubuh kecil itu. Entah sudah berapa lama aku memandanginya.
"Ada yang salah dengan mukaku?" Tanya gadis itu menatap langsung ke mataku. Gugup aku tidak menemukan kata-kata, hanya menggeleng kaku. Dia menatapku lurus untuk beberapa detik, kemudian tanpa dapat kuantisipasi dia maju dua langkah dan itu membuat jarak kami hanya tinggal beberapa sentimeter saja. Kedua alis gadis mungil itu bertaut, dia memiringkan kepalanya sambil melihat ke bagian bawah badanku. Dia mundur, "Kau tahu, aku tidak dengan senang hati mencengkram benda menjijikan itu kepada setiap lelaki." Gumam gadis itu seraya berlalu menuju pos keamanan.
Dapat kurasakan pipiku memanas saat aku sadar kedua tanganku terletak menghalangi 'jamur'ku. Ada apa denganku?! Aku menyeret langkahku dengan berat kearah pos kemanan. Rasanya ingin menghilang saja saat ini.
==========================================================================
Betapa aneh sekali pertemuan pertama kita bukan? Siapa yang menyangka akan jadi seperti ini. Aku harap aku bisa menyatakan segalanya saat itu.
Angin berhembus melewati pepohonan yang sudah tua, menemaniku. Langit mulai menunjukan semburat oranye, mentari mulai jatuh ke belahan lain untuk menyinari hari lain.