Ia adalah Alice, dan sekarang ia berharap agar bumi segera menelan tubuhnya.
Gadis itu merapatkan tubuhnya ke jendela yang menjadi dinding lorong, berusaha membuat dirinya lebih kecil dari yang seharusnya. Darah mengalir dari lukanya, menetes ke lantai marmer, menodai pakaiannya dengan warna merah yang lebih sinis daripada langit senja.
"Knave!" Queen of Heart berteriak, menuding bawahannya dengan kipas yang ditutup. Sepasang iris peridot dipenuhi amarah yang lebih membara daripada warna rambutnya. Suara sang Ratu yang semula jernih dan cemerlang dipenuh dengan kemurkaan kepada prajuritnya.
"Queen," sebagai seseorang yang dituding dengan penuh kemurkaan oleh Ratunya, Knave of Heart terlihat tidak tertarik dengan apa yang akan terjadi kepada dirinya sama sekali. Pemuda itu menggerakkan jemarinya, dan pemuda berambut biru di hadapannya melangkah mundur.
"Bukankah sudah kubilang tidak ada Alice lain selain milikku yang boleh masuk ke istanaku!? Ini memang pertama kalinya kau berperan menjadi seorang Knight of Heart, tetapi aku tidak dapat menoleransi kesalahan seperti ini!" sang Ratu berseru, suaranya bergetar karena amarah, dan dalam suaranya yang membahana, Alice menggigit lengannya sendiri agar ia tidak bersuara ketika tangannya mencabut belati yang menancap di lengannya.
"Dan aku sudah bilang kepadamu aku tidak tertarik menurutimu. Aku memang baru berperan menjadi Knave of Heart, tetapi seharusnya kau lebih dari tahu bahwa aku tidak akan mau berperan menjadi bawahanmu. Ini semua karena Hatter sialan itu menukar undiannya, jangan salahkan aku," ini pertama kalinya Knave berkata panjang-lebar, namun sang Ratu sama sekali tidak peduli—matanya berkilat penuh dengan seribu satu cara mencincang Knave.
"Oh, dan March Hare membawa Alice lain loh," lanjut Knave of Heart, menggesturkan lengannya ke arah Alice yang dengan cepat menyembunyikan belati di dalam genggamannya.
"Jaga bicaramu, Knight! Alice yang itu tidak dihitung karena ia milik The Duchess, bukan milik March Hare! Biarpun kau tidak tertarik menurutiku, ini adalah teritorialku! Aku bisa saja membuangmu ke tempat White Queen dalam sekali perintah! Maka sekarang, ambil Alice-mu itu, dan keluarkan dia dari istanaku sebelum aku—!" seruan Queen of Heart terpotong oleh suara kaca yang dipecahkan, diikuti denting bilah belati dengan lantai marmer.
Yang tersisa dari Alice hanyalah ujung rambut cokelat tua yang melambaikan selamat tinggal.
"Alice, ikuti aku!" Knave bergerak cepat dan menggesturkan pemuda berambut biru di sisinya untuk mengikutinya. Keduanya berlari menembus kerumunan tentara Queen of Heart hampir tanpa usaha. Sang Knight bahkan memastikan untuk menyenggol mahkota Ratunya dangan ujung jemarinya agar mahkota itu terjatuh dari tempatnya, langsung ke lantai marmer.
"Kau—! Alice, kejar mereka!" pemuda berpita biru di sisi sang Ratu mengangguk, lalu berbalik, dengan cepat merebut sebuah kapak dari tangan terdekat dan berlari mengejar Knave of Heart. Meninggalkan Queen of Heart yang memungut mahkotanya dari lantai.
Sang Ratu melempar sejumput rambutnya ke belakang punggung, matanya masih menyala akan emosi yang membara, "Cih! Pemuda itu dan Alice miliknya. Jika saja ia semacam Hatter yang tidak memiliki Alice, sudah lama kulempar dia ke danau penuh buaya."
.
Apa? Apa?
Alice berlari menelusuri labirin, hampir otomatis. Tertatih-tatih berbelok tajam dan berlari lurus. Meninggalkan bau anyir dan tetesan darah dalam perjalanannya. Pikirannya penuh dengan kalimat Knave of Heart: Alice. Alice. Alice. Pemuda yang itu juga seorang Alice. Pemuda dengan helai-helai rambut sewarna lazuardi itu juga seorang Alice. Namanya Alice.
Chesire Cat juga memiliki seorang Alice.
Knave of Heart juga punya seorang Alice.
Pemuda yang bersama sang Ratu—jangan bilang pemuda itu juga seorang Alice?
Yang mana yang Alice?
Yang mana Alice yang asli?
Mereka atau dirinya?
Mengapa ada banyak sekali Alice?
Samar-samar suara Chesire Cat muncul di dalam kepalanya, membelah derap kaki dan detak jantung, memotong desah napas dan desir darah, menggema melewati denging di dalam telinga Alice. Apa katanya? Satu dan setiap pemeran, mereka mempunyai seorang pion.
Dan apa kata Queen of Heart? Tidak boleh ada yang masuk istana selain Alice miliknya.
Sang Ratu juga mengatakan sesuatu tentang Alice—yang beriris hazel dan berambut panjang, yang pitanya mengikat di leher, yang sekarang berlari hampir kehabisan napas dan darah, yang jubahnya kini berwarna merah sinis yang sempurna—adalah Alice milik The Duchess.
Semua keping puzzlenya sudah Alice terima, tetapi ia tak dapat menyusunnya.
Terlalu banyak Alice. Dirinya. Gadis berambut hijau. Pemuda berambut biru. Pemuda di sisi Red Queen—siapa lagi? Apakah masih ada lagi? Mengapa ada banyak Alice di Wonderland?
Satu pemeran memiliki satu pion kecuali Hatter—mengapa hanya Hatter?
Hati-hati dengan pita biru—Ia memiliki pita biru, dan begitu juga semua orang yang dipanggil Alice? Apakah pita biru ini adalah tanda bahwa pemiliknya adalah seorang Alice?
Selamatkan Jabberwocky.
Cari Kehidupan, ia tahu alasannya.
Perintah dari gadis bangsawan yang tengah menjalani hukuman.
Kepingan jawabannya malah menjadi pertanyaan yang membuatnya pening.
Alice berhenti berlari, ia telah sampai di tempatnya bertemu dengan Chesire pagi tadi.
Gadis berambut hijau yang ia sandarkan di dekat pohon sudah menghilang entah kemana, dan Alice merasa kepanikan dalam dirinya semakin meninggi. Ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu melanjutkan larinya, berbelok menuju arah yang tak ia lalui tadi pagi. Mengikuti instingnya yang menjerit kepadanya untuk berlari. Lari, melarikan diri, jangan menoleh ke belakang lagi.
Pandangannya mulai mengabur, bernapas mulai menjadi sesuatu yang berat baginya.
Kakinya semakin melambatkan lajunya, tetapi ia masih harus berlari. Seluruh ototnya terasa nyeri, dan ia terbatuk, memuntahkan banyak darah ke atas rumput hijau. Kakinya menyerah dan Alice jatuh berlutut, tanpa sengaja memaksa belati di kakinya untuk menusuk lebih dalam. Gadis itu tidak menjerit, tidak, para pengejarnya bisa berada di mana saja di sini.
Alice jatuh kepala terlebih dahulu, dan ia berusaha keras menatap ke depan. Ujung labirin lainnya terlihat seperti ditutupi kabut yang tebal, ia hampir tak dapat melihat jalannya lagi.
Ketika gadis itu berusaha keras menegakkan tubuhnya, sepasang kaki muncul di hadapannya. Memperlihatkan sepatu bot tentara berwarna hitam yang membuat darah Alice mendingin—sepatu itu terlihat sangat familiar, sangat identik dengan milik seorang Knave of Heart.
Alice mendongak, samar-samar menangkap pemandangan yang membuat jantungnya hampir berhenti. Namun belum sempat ia melarikan diri, pandangannya menggelap sepenuhnya.
The Duchess memperingatinya akan dua pemuda berambut hitam di Wonderland: Knave of Heart yang menatap segalanya dengan iris sewarna lembayung setajam bilah belatinya sendiri.
Dan White Rabbit yang berambut hitam dan berbulu putih. Yang mengenakan kacamata dan berkulit sepucat langit musim dingin. Yang menggenggam jam saku dengan tatapan datar.
Ia adalah gadis yang melarikan diri dari jebakan Queen of Heart dan cengkraman Knave of Heart, dan sekarang tertidur di ambang kematian tepat di hadapan seorang White Rabbit.
Ketika matanya hampir tertutup sempurna, sosok samar muncul dari balik kelopak matanya. Helai-helai rambut pirang jatuh menutupi sepasang iris sewarna badai yang menawan, senyumnya tulus dan lebar, namun ketika pemuda itu membuka mulutnya, telinga gadis itu berdenging. Suara statis memenuhi kepalanya, membuat kalimat yang keluar dari sosok imajiner di dalam kepalanya hampir tidak terdengar karena nada desisnya yang membahana.
"—, selamat datang ke Dunia. Namaku —, dan terus-terang saja, aku jatuh cinta kepadamu dalam pandangan ketiga—."
Lalu dunia sang gadis menggelap seketika.
.
.
Chapter Eleven End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Alice
FantasySatu cerita, dua sandiwara, tiga menara; yang mana yang nyata?