Time

36 3 0
                                    

No copas
Dark readers jerawat batu

.
.

Tok tok tok

Ceklek

Yang pertama kali Aleta lihat adalah wajah kusut Iqbaal. Sepertinya lelaki itu baru saja bangun tidur, efek dari informasi yang di siarkan kemarin, bahwa jurusan kedokteran diliburkan bersama jurusan perawat pula.

"Mau kemana lu?" lelaki itu menatap Aleta tak suka.

"Hmmm. Tiba-tiba dede minta gitar" tutur Aleta seraya tersenyum. Senyum yang menurut Iqbaal sangat menyeramkan.

"Dede?" kerutan nampak pada kening lelaki itu.

"Iya!" ucap Aleta seraya mengelus perutnya.

"Ih! Amit-amit! Jangan ngaco! Gada kata dede bayi lagi, mamah atau umi denger berabe cebol. Yaudah masuk, gue mau luluran dulu." gerutu pria itu, laku berjalan menuju kamar mandi.

"Dasar bogel!" teriak Aleta seraya terkikik dengan ucapannya sendiri.

"Heh! Songong!" teriak lelaki itu di balik pintu kamar mandi.

.
.

Terik mentari mulai tergantikan oleh cahaya senja yang menghujam kota Jakarta. Banyak orang yang memilih untuk menyudahi rutinitas mereka dan kembali kerumah untuk berkumpul bersama keluarga.

Kali ini, Aleta tidak ingin berlelet ria dengan pergi ke toilet dulu usai kelas di bubarkan. Melihat dosennya itu keluar, gadis itu berjalan dengan susah payah seraya membawa gitar yang baru saja ia dan Iqbaal beli kemarin. Semua penghuni kelas memandangnya takjub. .

"Pengamen kuliah di fakultas ternama"

.
.

Aleta melangkah mendekat menuju kelas itu. Dari arah pintu nampak seorang pria dan wanita yang tengah berjalan beriringan.

"Ecieee. Berduaan ajah! Kata nenek itu berbahaya" ucap Aleta berbisik.

Iqbaal mendelik. "Berdua palalu kebelah! Orang masih banyak anak yang lain. Mau ngapain lu kesini? Bukannya gue udah bilang kalo hari ini kita gak pulang bareng dulu?" ucap lelaki itu seraya menyelipkan jemari tangannya kedalam saku celananya.

"Lah, emang apa? Yahh. Hari ini kan jadwal gue check up" ucap Aleta lesu.

"Gimana ya, masalahnya tugasnya dateline" ucap lelaki itu.

"Yaudah gue sendiri aja. Besok kita main gitar ya! Bye Iqbaal" lelaki itu berjalan menjauh.

Iqbaal dan Giska sama-sama tertawa saat melihat gadis itu terpeleset kulit pisang, lalu menggerutu.

"Dasar makanan monyet! Yang buang disini gue sumpain keteknya bau menyan! Mampus! Biar dikata mayat! Haha"

-gila-

.
.

Iqbaal masih setia untuk menundukkan kepalanya. Tak sanggup menatap mata kedua orangtuanya yang tengah menghujaminya dengan ceramahan.

"Umi kecewa sama kamu! Check up gak sampe satu jam! Sekarang pribahasa waktu adalah uang bakal terkalahkan dengan waktu adalah nyawa! Sekarang siapa yang bakal tanggung jawab?! Mamah sama papahnya Aleta di Bandung. Umi gak mungkin ngehubungin mereka untuk ngasih kabar buruk ini." kata-kata pedas dari uminya terasa menyayat hati Iqbaal.

"Umi udah. Ka Iqbaal gak berfikir sejauh ini. Shilla rasa wajar. Karna gak selamanya ka Aleta harus terus bergantung sama ka Iqbaal" ucap Ashilla menenangkan.

Lelaki paruh baya itu bangkit dan memilih berjalan ke ruang kerjanya.

"Umi sama Abi kecewa banget sama kamu" wanita itu segera pergi.

Forty DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang