"Makasih ya Jul, lagi-lagi gua repotin lo.."
Julian membuka helmnya dan tersenyum. "Santai aja kali."
"Ya tapi gua kan..."
Fokus Julian menghilang, ia mengabaikan apa yang diucapkan Rachel. Pandangannya teralihkan oleh sebuah mobil sedan berwarna putih yang menurutnya tak asing. Ia seperti mengenal sedan itu dan bahkan mengetahui siapa pemiliknya. "Raihan.." Desisnya.
"Ha?? Lo ngomong apa?"
Julian mengembalikan fokusnya. Ia tersenyum dan sedikit mengusap kepalanya untuk menutupi kegugupannya. "Ah, enggak.." Kilahnya. "Ini mobil siapa Hel?"
Rachel mengedikkan bahunya tak tahu. "Gak tahu. Gua juga baru liat mobilnya. Mungkin temen kak Ryan."
Julian mengangguk ragu, namun tak lantas memalingkan pandangannya dari benda berwarna putih itu. "Oh, ya udah.. Kalau gitu gua balik ya?"
"Oh, iya.. Makasih ya." Ucapnya. "Hati-hati Jul.."
Julian tersenyum singkat sembari menyalakan mesin motornya. "Minggu jadi temenin gua kan?"
"Em, gua pikir-pikir lagi deh. Gapapa kan ya?"
"Ya udah. Gua balik ya? Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum ssalam.."
Pria itu melajukan motornya membelah jalanan. Sementara Rachel, ia menatap kendaraan roda empat berwarna putih tersebut dengan bingung. Rasanya, ia memang belum pernah melihat mobil tersebut. Dengan segenap hati, Rachel melangkahkan kakinya memasuki rumah.
Bel dibunyikan, dan tak lama setelah itu, Bi Wati pun muncul dengan raut paniknya. "Eh, non udah pulang.."
"Iya bi.. Bibi kenapa? Kok panik banget kayaknya. Ada temen kak Ryan ya?" Tanya Rachel. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita itu terus melangkah melewati satu persatu ruangan tanpa menghiraukan asisten rumah tangganya.
"Bukan, non.. Anu... Itu..."
"Kenapa Bi? Temen Papa?"
Langkah Rachel terhenti seketika, saat melihat sosok yang selama ini ia hindari. Tasnya terjatuh begitu saja, bahkan seluruh sendi ditubuhnya terasa lemas seketika. Jantungnya seakan berhenti berdetak, pandangannya membeku. Ia hanya bisa terdiam menelan salivanya, menguatkan diri dan menyiapkan keberanian dalam menghadapi sosok tersebut.
"Hai, apa kabar?"
🌺🌺🌺
Angin malam kembali menyelimuti tubuhnya. Membalut berjuta kerinduan serta pemikiran yang masih membekas dalam dirinya. Luka, mungkin bukan kata itu yang saat ini mampu mengalihkan semangatnya. Mungkin juga bukan kata itu yang mampu merampas masa depannya. Bukan luka, melainkan kebimbangan yang selalu muncul menjadi sebuah dilema dalam kesehariannya.
Waktu. Bahkan hal itupun belum mampu menghapuskan kebimbangan atas segala permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Justru hal itulah yang kembali mengusik masa depan dengan ingatan-ingatan yang kembali bermunculan tentang keindahan dan kesedihan masa lalu.
"Gua ngerti apa yang lo rasain, dan gua mimta maaf untuk hal itu.."
"Setidaknya.. Gua tahu, masih ada gua dihati lo.."
Masih ada gua dihati lo
Masih ada gua dihati lo
Masih ada gua dihati lo
Rachel meletakkan penanya kasar, memijit pelipisnya sejenak dan mengusap rambutnya dengan sedikit kasar. "Ayo dong Rachel... Forget it, please!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...