“Rian sinting.” Riana langsung meletakkan ponselnya sembarang di atas kasur. Langkahnya tergesa-gesa mencari Rian. Begitu menemukan Rian yang lagi-lagi sibuk dengan laptopnya di mini bar, Riana langsung menarik rambut Rian kuat-kuat.
“Aduh.” Rian mengaduh kesakitan, “Ana lo ngapain sih?” tanya Rian dengan tubuh yang hampir terjengkang ke belakang karena tarikan di rambutnya.
“Lo yang apa-apaan? Kenapa nama gue bisa ada di list pengisi acara prom?” Riana sudah berkacak pinggang begitu Rian membalikkan tubuhnya.
“Terus apa hubungannya sama gue? Nama lo di list itu kan di tulisnya barengan sama nama Luke Hardiansyah. Kenapa mencak-mencaknya ke gue?”
Riana menyipitkan mata menyelidik dan mendekatkan wajahnya ke wajah Rian. “Kok lo tahu?” Riana sudah menjauhkan wajahnya dan bersiap menarik rambut Rian lagi, tapi Rian udah keburu lari duluan. “Rian, jangan kabur lo.”
“Kata panitianya lo yang masukin nama gue.” Riana mengejar Rian lari-lari memutari ruang tamu. “Promnight-nya dua hari lagi bego. Dan gue baru dikasi tahu tadi.” Riana ikut-ikutan naik ke atas sofa agar bisa menangkap Rian.
“Udah untung dikasi tahu. Dari pada nanti langsung dipanggil ke atas panggung,” ujar Rian dengan masih loncat dari depan ke belakang sofa untuk menghindari Riana.
“Lo kembaran macem apa sih? Nanti kalo malu-maluin diri sendiri gimana?”
“Udah ah gue capek lari-lari,” Rian duduk di single sofa tanpa memperdulikan Riana yang masih mengincarnya. “Lagian lo ribet banget. Nyanyi tinggal nyanyi doang.”
“Gue gak mau,” Riana kembali menarik rambut Rian.
“Sakit woi.”
“Bodo, lo harus hapus nama gue dari list,” ujar Riana dengan tangan yang semakin kuat menarik rambut Rian.
“Sakit Ana. Lepasin.”
“Gak. Sebelum lo janji mau hapus nama gue dari list.”
Mereka sibuk sendiri sampai tidak sadar ada empat pasang mata yang memperhatikan tingkah laku mereka. Dua orang yang melihat hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan si kembar yang gak sadar sama umur.
“Ehem.” Sadar ada orang lain di ruang tamu, Riana berhenti menarik rambut Rian dan melihat ke arah suara deheman tadi berasal.
Riana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sedangkan Rian mengelus kepalanya yang sakit efek dari tarikan tangan Riana. Tapi selanjutnya Rian dan Riana menaikkan satu alisnya heran melihat orang yang datang bersama bundanya.
“Kalian itu udah besar. Masih kayak anak kecil aja.” Ucapan bunda mereka mengalihkan fokus Rian dan Riana.
“Kalian pasti udah kenal kan sama Razka dan Rizka? Nah ini ayah Razka dan Rizka. Om Alex.” Rian dan Riana membelalakkan mata kaget mendengar penuturan bundanya. Bahkan Rian sudah melupakan rasa sakit di kepalanya.
“Ayah Razka dan Rizka? Berarti....” Riana tidak mau melanjutkan kalimatnya.
“Iya benar. Mungkin kalian sudah mengetahui semua dari Razka dan Rizka,” timpal bunda mereka karena Riana tidak mau melajutkan kalimatnya.
“Dan saya ke sini untuk meminta maaf atas kelakuan Razka dan Rizka,” ujar pria paruh baya bernama Alex yang mengaku sebagai ayah dari Azka dan Vania.
“Em, kita udah selesaikan masalah itu kok Om,” ujar Riana dengan senyum kikuk.
“Mungkin kalian bisa panggil... Em.. Ayah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rian(a) [COMPLETED]
Teen FictionSetelah membaca apa isinya, aku langsung membuangnya ke tempat sampah dekat loker. "Pembalasan baru dimulai." Ya kira-kira begitulah tulisan yang tertulis di kertas yang baru saja kubuang. Entah siapa yang tidak pernah bosan meletakkannya di dalam l...